Seorang lelaki berbadan kurus berkaos hitam lengan panjang membuka pintu putih dilantai dua.
Ana kelabakan menghapus air matanya.
"Maaf, nggak ngetuk pintu dulu" Oval menghentikan langkahnya di ambang pintu.
"Nggak papa" balas Ana dengan senyum palsu.
Oval mengambil duduk di bibir kasur. Ia memandang adiknya untuk beberapa saat. Kalau ia menjadi Ana. Mendengar perkataan mama memang sangat menyakitkan.
"Ikut kakak yok" ajak Oval.
"K-Kemana ?"
"Udah ikut aja..." Oval meraih tangan Ana. Menariknya untuk bangkit dari kasurnya.
ðŸŒ
"Enak ?" Oval memandang adiknya yang berkutat dengan ice cream vanilla nya.
Ana mengangguk pelan sebagai jawaban. "Aku pikir, kakak kayak mama. Dingin, jutek, nggak asik" Ana beropini.
Oval terkekeh mendengar pernyataan adiknya. Ia memang dingin dan pendiam. Tapi ia bukan tipe orang yang galak dan tegas seperti Fana.
"Itu namanya fitnah" tukas Oval menyenggol lengan Ana.
Ana menyengir.
"Btw, kamu jadi, nanti malem ?" Oval memecah keheningan beberapa saat kemudian.
Ana menunduk. Kalau dipikir - pikir, ia tidak mengenal dekat siapa Nando. Tapi mengapa ia begitu menjanjikan kepadanya untuk datang malam ini ?.
"Nggak jadi. Lagian Ana juga bukan temen deket sama dia"
"Tapi kan kamu udah janji sama dia. Nanti malem kita bisa diem - diem kok" Oval mengelus pelan pundak Ana.
ðŸŒ
Setelah makan malam selesai. Oval menghampiri Ana diam - diam ke kamarnya. Mereka pergi tanpa sepengetahuan Fana, bahkan kembaran Ana juga tidak mengetahuinya.
"Serius nggak papa, kak ?" tanya Ana khawatir, "nanti kalo mama marah, gimana ?", "kak. Ngomong dong" kesal Ana menggoyangkan lengan Oval yang tak menghiraukan perkataannya dari tadi.
"Kamu itu cerewet. Kayak papa" cerca Oval. Ana mengangkat kedua alisnya.
"Kakak pelit ngomong. Kayak mama" balas Ana tak terima.
"Urusan mama, kakak yang urus..." ucap Oval tanpa menoleh pada lawan bicaranya.
"Janji ?"
"Iya..."
"Ini kamu turun di sini ?" tanya Oval matanya melihat taman dengan lampu malam. Tak begitu ramai, tapi ia peracaya kepada adiknya.
"Iya, nanti dijemput jam 8 kan ?" Oval bergumam sebagai jawaban, "hm"
Mobil hitam itu berhenti ditepi jalan. Ana meninggalkan senyum, lalu keluar dari mobil hitam inova milik kakaknya.
ðŸŒ
Ana menunggu sekitaran 20 menit. Ia bahkan sudah menyelesaikan 2 sketsa perempuan berambut ikal, pada sketchbooknya.
"Bagus" suara lelaki terdengar dari belakangnya. Membuat Ana terkejut dan cepat - cepat menutup bukunya.
Ana menggaruk tengkuknya, ia tidak menyadari kehadiran Nando sama sekali.
"Sorry ya, aku telat." ucap Nando. Ia mengambil duduk dikursi persis tempat mereka kemarin.
"I-Iya..." Ana tersenyum tipis. Ia sungguh bingung apa yang harus ia respon, ia bahkan tidak mengetahui apa tujuannya kemari.
"Naik apa ?" Nando memecah keheningan.
"Tadi dianter" Nando mengangguk - anggukan kepalanya sebagai pertanda mengerti.
Nando tampak merogoh saku celana jeans nya. Ia mengeluarkan sebuah kertas foto. Memberikannya pada Ana.
Ana memandang foto itu. Foto seorang perempuan yang tengah dirangkul oleh Nando dengan senyum merekah. Rambut cokelat ikal, bibir tipis, hidung agak mancung, mata hitam. Persis seperti dirinya.
Ibu jari Ana mengusap wajah pada foto itu. Ia sungguh tidak menyangka apa yang dikatakan oleh Nando kemarin adalah kenyataan. Ia pikir Nando hanya bercanda pada saat itu.
"Namanya Lisya. Dia sama kayak kamu. Enggak tau sih, kalo sikapnya" jelas Nando.
"Ice cream kesukaan kamu vanilla ?" tanya Nando.
Ana menoleh. Memberikan foto tersebut kembali kepada Nando. Ana lalu mengangguk samar sebagai jawaban atas pertanyaan Nando tadi.
"Minuman favourite, Thai tea, original" tebak Nando kembali. Jawabannya masih sama tapi sukses menciptakan kerutan serta menumbuhkan sikap curious Nando.
"Suka semua roti kecuali roti isi pisang" Nando kembali menebak.
"K-Kamu t-tau dari mana ?" Ana mengerutkan keningnya. Entah mengapa, tapi perasaannya tidak enak sekarang.
"G-Gak ada, cuma nebak" ucap Nando cepat dengan mata lebar menatap Ana.
"Do. Kamu kenapa ?" tanya Ana risih mendapat tatapan intens dari orang disebelahnya.
"B-Boleh minta foto nggak ?" pinta Nando gagap. Bulu kuduknya berdiri tegap kali ini. Ini benar - benar keajaiban. Semua pertanyaan tadi ia tanyakan dan hasilnya persis dengan pacarnya, Lisya.
"Kamu kenapa sih ?" tanya Ana khawatir sekaligus takut dengan sikap Nando. Jari Ana menggenggam lengan bajunya yang menutupi setengah telapak tangannya.
"Plis"
Mendengar perkataan itu Ana lalu mengangguk. Nando mengambil selfie dengan kamera ponselnya.