Chereads / Analisya / Chapter 6 - Breakfast

Chapter 6 - Breakfast

Ana sudah rapi mengenakan hilda blouse dusty nya, dengan tangan kanan yang menenteng sebuah sketchbook. Ia sekilas melirik jam dindingnya yang sudah menunjukan pukul 5.30, kakinya terangkat menuju ke dapur bersih yang menjadi tempat favourite Fana.

Matanya menyapu meja makan yang masih kosong. Sepertinya Fana bangun kesiangan hari ini.

Mata Ana beralih pada pintu kamar yang masih tertutup rapat. Ya, itu kamar Fana. Tidak biasanya Fana bangun telat seperti ini.

Terbesit di pikiran Ana untuk membuatkan roti sebagai pengganjal. Tapi Ana langsung menepisnya jauh - jauh. Setelah perkataan Fana yang menyakitkan, kini Ana hendak membuatkannya roti ? Yang benar saja.

Ana mengangkat kembali kakinya. Tapi lagi - lagi hatinya berkata lain. Ia menghentikan langkahnya, menoleh kearah belakang. Meja kosong itu seakan menariknya kembali. Ana mengibaskan bulu matanya yang lentik beberapa kali.

Memang sepertinya hati Ana tidak bisa untuk menepikan urusan yang berkaitan dengan keluarganya.

Tangan Ana meraih gagang pintu kulkasnya. Mengambil wadah berwarna cokelat dan bungkus plastik bening bertuliskan sari roti.

Tangan Ana mulai mengoles selai pada permukaan roti dengan rapi dan gesit.

Kedua tangannya bekerja dengan cepat.

4 buah roti tertumpuk pada piring putih bersih. Ana meninggalkan secarik kertas berisi pesan di atas meja. Ana menghentikan langkahnya sebentar, ia kembali memandang roti - roti buatannya. Sudut bibirnya tertarik, membuat lesung pipinya terbentuk. Menampilkan wajah imut yang dapat melelehkan setiap orang yang memandangnya kala itu.

Beberapa saat kemudian ia kembali melangkahkan kakinya untuk cepat menuju ke taman. Ini bukan hari libur, sekolahnya masuk pukul 8.00. Ia tak punya banyak waktu. Cewek berlesung pipi itu melesat dengan cepat.

šŸŒ 

Ani membuka pintu kamarnya dengan mata samar - samar. Ia melangkahkan kakinya menuju dapur. Salah satu kebiasaan Ani sehabis bangun tidurnya adalah mencari cemilan di dapur. Berbeda jauh dengan kembarannya, yang sehabis tidur langsung sibuk dengan beberapa carik kertas dan pensil 2B.

Ani berjalan dengan keki, sampai mata samarnya menangkap secarik kertas diatas meja dengan beberapa tumpuk roti yang tampak lezat.

Tangannya meraih kertas tersebut, membacanya dalam hati lalu membuangnya kedalam tempat sampah berwarna hitam disebelahnya. Sebelumnya jemarinya yang putih itu sudah melipatnya menjadi bola.

Ia menarik kursi tinggi berwarna biru itu lalu mengambil duduk. Tangannya mengikis tumpukan roti itu.

Disisi lain, Fana keluar dari kamarnya dengan panik. Namun ekspresinya berubah tenang seketika, ketika matanya mendapati putrinya yang terduduk dengan setumpuk roti.

Ia berjalan kearah putrinya dengan senyum bangga di bibirnya. "Makasih ya, udah buatin roti. Mama tadi kesiangan" ucap Fana, tangan kanannya membelai puncak rambut putrinya.

"Tapi ma-"

"Mama, bangga sama kamu. Kamu udah mau bantuin mama, makasih ya sayang" potong Fana kembali masih dengan senyuman manis di bibirnya. Tak mau ambil pusing Ani menjawabnya dengan anggukan pasrah. Mulutnya kembali memotong bagian demi bagian roti ditangan kanannya tersebut.