Sebelum jam 5 aku menuju ruangan nya Varo.
Disana ada Siska yang langsung menyambut ku.
" Apa boss mu didalam" Kata ku padanya.
Wajah Siska agak kaku. " Ada nyonya tapi masih ada tamu" Jawab nya sedikit mencurigakan seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
" Oh. Apa di lagi ada tamu penting? "
Siska melihat ke sisi bawah kiri, dia terlihat yak nyaman berbohong atau Bicara jujur. Mungkin didalam ada Deasy! Atau perempuan lain.
" Tolong sampai kan. Aku akan ke kampus sebentar jadi mungkin aku akan ke dokter Sendirian fbck" Kata ku mengerti dengan posisi Siska.
" Tapi nyonya-"
Aku kembali berbalik kearahnya. Siska terlihat ragu-ragu.
" Di dalam ada Delisha! Apa sebaiknya nyonya tidak masuk saja! " Kata wanita ini berbisik. Aku tau dia juga ada dipihak Vian. Tapi dia mungkik tidak tau aku menyerah untuk Vian.
Aku mengulas senyum.
" Sampaikan saja! "
Siska mengangguk ragu, tapi sebelum pergi pintu disana terbuka. Ada sesosok wanita cantik yang beberapa kali kulihat. Ya dia Delisha. Wanita ini mengerutkan kening melihat kearah ku. Mungkin ia mencoba mengingat nya lalu dagunya kembali naik keatas dengan mendehem dan membereskan beberapa bajunya yang sedikit kumal. Apa yang dia lakukan didalam sana. Dia ditemani seseorang pria gemulai yang muncul dari belakang ku. dengan langkah angkuh perempuan ini melewati ku. Aku penasaran bagaimana pandangan Varo terhadap Delisha. Apakah dia juga berhubungan dengan adik nya Bellalang itu? Pakaian kumal dari ruang Varo pertanda mereka ada sesuatu.
Rasanya ingin sekali aku mengorek informasi hubungan Varo dan Delisha juga wanita-wanita yang kadang masuk kedalam sana. Tapi ini seperti melanggar kesepakatan yang aku buat. Ya sudah lah mending tutup mulut dan kuping.
" Sampai jumpa " Kataku pada Siska.
Aku memang ada keperluan ke kampus jadi lebih dulu keluar dari V. E
Aku lupa hari ini ada jadwal mengajar. Menurut ku aku bisa belakangan ke dokter kandungan setelah selesai mengajar.
Selesai mengajar aku mampir ke sebuah Cafe untuk mengisi perut. 3 hari belakangan ini aku selalu lapar di jam malam begini. Apa mungkin ini tuntut janin ini. Entah lah aku bahkan bisa makan beberapa puding roti. Dalam 1 jam saja.
Kali ini aku sibuk berselancar di whatsapp. Jangan lupakan dengan 2 minggu lagi resepsi kami. Aku mengerahkan ke Mami dan Ibuk lalu sekarang Mami lagi protes karena kami sibuk dengan dunia masing-masing.
Besok kami dituntut fitting baju perkawinan.
Srrrrrrrt...
Aku menyedot jus tomat didepan ku sambil membalas pesan Mami satu-satu lalu Tasya. Adik ipar ku itu dari 5 hari yang lalu pergi ke Yogyakarta untuk keperluan study nya. Tapi dia selalu intens menanyakan perkembangan Varo. Tasya belum aku beritahu dengan berkibarnya bendera putih. Ku hanya enggan melibat kan nya kali ini mengingat Tasya tampak sibuk dengan tugas-tugas kuliah nya.
" Wah lihat siapa ini"
Aku kaget dengan suara itu dan mengenadah keatas. Ada Gavin disana. Dia bersama teman nya. " Eh. Gavin.. " Sapa ku terkejut.
" Hallo.. Fayza bener kan. Aku ga salah kenali? " Katanya sedikit meledek ku. Mungkin dari penampikan ku yang berbeda.
Aku hanya tersenyum tipis.
" Bro.. Kamu duluan saja! " Kata Gavin disana terhadap rekan nya. Lalu ia meminta izin ku untuk duduk diseberang ku. Saat bersamaan seorang waitress mengantarkan makanan ku.
" Wah makan banyak! Aku boleh gabung 1 meja? "
" Silahkan. Mba di mau pesan! " Kataku kepada pelayan tadi.
Disana Gavin sibuk memilih menu nya dan aku segera menyantap makan malam ku.
" Sorry! Aku duluan makan. " Kata ku selesai Gavin menuntaskan pesanan nya.
" Ga papa. Makan saja! " Gavin lalu melirik ku" Aku pikir tadi bukan kamu lho Fayza. "
" Hmm benarkah. Apakah aku aneh dengan penampilan sekarang? " Tanya ku juga sedikit penasaran dengan cara berpakaian ku yang berubah dan gaya berdandan.
" Tidak aneh. Bagus. Cantik... Aku pikir tadi artis mana yang nyasar ngafe disini" Kekeh nya.
Aku hanya tertawa kecil. Jawaban nya sedikit membantu menaikan rasa percaya diri ku. Tadi di kampus juga salah satu mahasiswa ku ada bilang aku cantik. Tapi aku meragukan nya.
" Kamu baru pulang kerja? " Tanya ku sambil terus memakan makanan ku.
Gavin menyandarkan bahunya kebelakang kursi " Ya! Kebetulan mampir! Aku dengar tanggal 15 nanti ya?? "
" Apanya? Ah.. Tanggal 15! Ya.. Hmm.. Kamu akan datang kan?? "
Gavin menaikkan kedua alis nya sambil bersedekap. " Tentu! "
Aku tersenyum mendengarnya. Lalu pesanan Gavin datang dan kami kembali terlibat obrolan singkat lainnya. Kali ini bukan masalah pajak, neraca dan arus arus kas yang dulu membuat ku sangat lancar bicara. Aku mungkin mulai terbiasa bicara dan membuka diri apalagi Gavin bukan orang baru lagi.
" Sudah kemalaman. Aku pulang dulu! Apa kamu masih mau disini? " Tanya ku sambil melihat kesekeliling. Suasana Cafe sudah mulai ramai.
" Aku juga mau pulang. Toh sudah kenyang! " Jawab Gavin disana sambil ikut mengumpulkan atribut miliknya diatas meja.
Lalu kami sama sama keluar dari Cafe. Dan disana gerimis mulai tampak di lampu-lampu jalanan malam.
" Kamu ga bawa kendaraan mu ya Fay? " Tanya Gavin melihat ku yang celinguk an mencari sesosok taksi Argo. Aku memang tak membawa kendaraan ku. Sejak kerja juga aku menggunakan ojol atau taksi. Maklum lah mobil ku di rumah Ibuk. Dan aku memilih berangkat sendiri.
" Aku naik taksi" Kata ku menjawab.
" Ikut aku saja gimana? Ya itu kalau ga dimarahi suami mu sih"
" Ga usah! Aku ada keperluan juga ke rumah sakit dekat sini" Tolak ku enggan merepotkan Gavin.
" Serius? Rumah sakit yang didepan. Dekat sekali. Ikut aku saja Fayza. Hujan begini! Cewek pula! "
Setelah menimbang aku menyetujuinya. Apalagi taksi tampak melaju disana yang artinya ada isi nya. Bakal tambah lama kalau aku menunggu. Alhasil aku numpang di mobil Gavin.
" Mau jenguk tau mau ada yang di kontrol? " Tanya Gavin setelah mobilnya meluncur.
Aku tidak tau apakah Gavin mengetahui kondisi ku yang sedang Hamil atau tidak. Hanya saja aku enggan bilang juga kalah mau kontrol kandungan.
" Jenguk " Sahut ku berbohong.
Gavin mengangguk mempercayainya. Kemudian dalam 5 menit mobilnya sudah berada di depan Rumah Sakit.
'' thanks ya.. Gavin " Kata ku lalu segera keluar.
" Sama-sama" Sahut pria itu lalu mengulas senyum saat kututup pintu mobilnya.
Mobil itu lalu berlalu dihadapan ku. Aku melanjutkan langkah tapi didepan sana malah melihat Varo diseberang ku dengan raut susah diartikan. Rambut cokelatnya seperti terkena anak anak hujan.
" Varo? Kamu ngapain disini? " Tanya ku juga kaget. Aku mempercepat langkah.
Varo melihat kearah baju ku lalu menyipitkan mata.
" Apa kamu lupa jam berapa jadwal kunjungan ke dokter kandungan? " Tanya nya disana dengan atmosfer kurang mengenakan.
Aku mengangguk" Ya! Tadi aku sudah pesan dengan Siska kalau mau ke kampus kan! Aku ada jadwal mengajar. Ada kuis buat mahasiswa ku dan-
" Oh. Ngajar sambil kencan lebih penting dari anakku? " Potong nya dengan intonasi yang kurang bersahabat. Aku terperangah melihat nya bingung.
" Praktek nya masih buka sampai jam 10 malam. Jadi ga masalah dong aku ngajar dulu lalu mengisi perut sebentar! " Sahut ku enggan meladeni persoalaan nya kali ini.
Varo memejamkan matanya sebentar" Masuk lah dulu" Katanya disana dengan suara lelah.
Tanpa ikut antrian. Kami langsung masuk ke ruang praktek disana.
" Selamat malam Nyonya Alvaro" Sapa Dokter Niko selaku dokter yang menangani ku sewaktu masuk rumah sakit seminggu lalu.
Aku segera membalas lalu mengikuti prosedur disana. Periksa bagian perut dengan dokter kandungan pria memang membuat ku canggung. Dan ini bukan hanya dilihat dokter itu tapi juga Varo. Apa yang ku pikirkan pria itu bahkan sudah tau keseluruhan tubuh ku dan model begini di mata seorang Dokter sudah makanan sehari-hari.
" Sudah normal dan perkembangan nya bagus" Kata Dokter Niko sambil menelusuri alat di perut bawah ku sambil agak menekan kebawah dan matanya mengarah ke monitor disana. Tampak ada sosok kecil sekali yang masih belum membentuk tapi itu sedikit berbeda dari hasil minggu lalu. Dan penjelasan Dokter Niko membuat ku sangat senang tak percuma perjuangan ku mengisi nutrisi dengan makan terus juga berpikiran ringan dalam seminggu ini membuahkan hasil. Dan itu juga bisa kulihat dari wajah Varo. Meski ia tak mengulas senyum tapi rautnya tampak lebih cerah dari 5 menit yang lalu.
" Kecil sekali! Tapi hasil nya bagus ya. Aku sangat senang" Kata ku sambil melihat hasil usg yang sudah dicetak. Varo hanya melirik dan tersenyum tipis.
" Oke terimakasih Varo! Padahal aku bisa melakukan nya sendiri, kalau begitu sampai ketemu di rumah" Kata ku sambil menyimpan foto usg itu kedalan amplop dan menyelipkan nya kedalam tas. Aku segera undur diri dari sana.
" Fay-
Aku baru ingat sesuatu juga buru-buru berbalik " Eh aku lupa besok ada fitting baju resepsi! Jangan lupa nanti Mami curiga " Kata ku mengingat kan. Aku tertawa singkat lalu kembali berbalik berjalan dengan cepat. Tapi rasanya ada yang mengikuti ku. Aku berhenti lalu berbalik. Ada Varo dibelakang. Aku menatapnya bingung.
" Ada apa?? "
" Kamu mau kemana lagi. Ini sudah malam" Katanya disana.
" Ya. Aku pulang! "
" Kenapa malah berjalan kelain arah. Tujuan kita sama! Ikut dengan ku! "
Aku menatap nya sebentar. Dia mengajak pulang bersama. Tidak aneh sih tapi ini perubahan kecil dari hubungan Varo dan Fayza. Apa dia mulai terbuka dengan ku?
" Benar kah? Tidak merepotkan nih? "
Varo menatap ku tajam. Apa pertanyaan ku ada yang salah. Aku segera mengedipkan mata lalu mengikutinya.
Aku duduk di kursi penumpang didepan. Dan titik hujan tampak melebar di kaca mobil Varo.
Sepanjang jalan tak ada obrolan aku juga sibuk berselancar di ponsel saja. Dari tadi membalas pesan Tasya yang isinya guyonan. Anak itu sepertinya mau kualat saja selalu menjelekkan Varo begitu-begitu inang nya tetap Vian yang adalah kakak nya juga. Tapi aku tak berhenti tertawa kecil membaca isi pesan yang Tasya umbar.
Tak terasa kami sudah sampai dirumah menyedihkan ini. Ya aku menyebutnya rumah menyedihkan. Si pemilik rumah Vian entah ada di mana saat ini jiwa nya.
Mataku sempat menangkap sebuah amplop cokelat bersandar di depan kursi beranda depan. Tapi aku mengabaikan nya karena ingin pipis.
Aku segera pergi kekamar kecil untuk menyelesaikan nya. Rasanya sungguh lega. Aku pun berniat untuk mandi, dan menanggalkan semua baju dan membalutnya dengan handuk. Saat selesai mencuci muka terdengar suara sesuatu yang jatuh. Sangat keras sampai aku tersentak.
Suaranya dari luar.
Karena penasaran aku segera keluar kamar mandi dan di dalam kamar itu kulihat sebuah TV besar yang biasa akun tonton malah pecah hancur di lantai.
Apa yang terjadi...
Rasa was-was menyelimuti ku. Apakah itu jatuh sendiri atau??
Kaki ku menginjak sesuatu saat mendekatinya.
Ada amplop cokelat yang tadi kulihat didepan lalu ada beberapa foto ukuran 4R berserakan.
Mata ku menangkap di dalam foto itu ada seorang wanita dengan rambut hitam panjang, dia sangat cantik. Apalagi saat tersenyum mata nya sangat jernih dan itu mirip seseorang yang aku kenal.dan ada anak laki laki kecil yang ia peluk dari belakang. Anak laki laki sekitar umur 2 tahun, kurus dan tampak menangis. Wajah nya mirip Vian atau Varo. Jadi apakah ini Tante Sally?? Kalau dilihat detail wanita ini sangat mirip Papi Andhika. Itu artinya wanita ini adik Papi Andika atau Ibu kandung Vian.
Ggggrrkk
Grrrk
Mata ku melebar mendengar suara suara itu seperti suara gigi yang bergeretak. Dan suara suara keberadaan seseorang.
Apalagi di luar hujan deras. Membuat suasana kamar agak mencekam.
Aku harus menghubungi seseorang! Keamanan kawasan ini atau Leo! Itu yang terpikir. Dengan cepat aku berlari memutari ranjang untuk mengambil ponsel diatas nakas ku. Tapi langkah ini terhenti saat melihat seseorang yang seperti menggigil ketakutan berada di bawah nakas persis seperti anak kecil yang baru di aniaya.
Dan itu Varo. Ia masih mengenakan pakaian yang sama tapi apa yang terjadi dengan nya.
Mata ku kembali melihat ke lantai. Jejak foto foto itu ada disana juga. Apakah Varo baru melihat foto itu lalu ia ketakutan. Apakah itu mengingatkan nya dengan penyiksaan Ibunya waktu kecil.
Disana Varo gemetaran dengan kedua kaki ia peluk. Suarabtadi pun berasal dari gertakan giginya.
Ya Tuhan apa yang kulakukan. Aku sangat parah dalam membujuk seseorang. Apalagi yang punya masalah seperti ini. Apa aku hubungi Leo saja? Atau Tasya?
Tidak! Saat ini yang perlu kulakukan adalah mendekati Varo.
Semoga saja ia tidak menyerang ku.
Duaaarrrt
Aku sampai melompat kaget mendengar suara petir yang menggelegar di luar sana.
Moment nya kenapa pas begini. Disaat tegang petir malah ikutan datang.
" Help me Mommy.. Please.. Don't torture me again.. "
Ucap Varo berulang ulang. Ia menyembunyikan kepalanya diantara lututnya sambil menggigil lagi.
Melihat Varo seperti itu membuat ku miris. Apakah Vian sebegitu menderitanya saat ia disiksa ibunya sendiri. Tentu saja. Anak kecil akan mudah traumatis apalagi ia tak berdaya dan tubuhnya jadi amukan keegoisan orang tuanya.
Aku mendekat pelan-pelan lalu membungkuk
" Varo.. " Panggil ku pelan.
Ia masih gemetaran disana.
" Vian.. ? "
"... "
Perlahan aku menjulurkan tangan dan menepuk ringan lengan nya. Ia tampak terkejut lalu melihat ku dengan kaget.
" Kamu ga papa?? "
Varo masih melihat ku dengan mata melebar kemudian berubah menyipit seperti mata Varo yang terintimidasi.
Apa yang kulakukan. Apa aku ingatkan dia dengan saham agar dia tidak berani menyerangku??
Tidak.. Tidak.. Situasi nya tidak normal. Bisa saja Varo malah semakin tersulut.
Aku mengulas senyum canggung lalu menyentuh lengan nya lagi.
" Varo! Apa kamu ingat tadi anak kita lucu sekali??" Malah kalimat itu yang keluar. Walau rada konyol lucu bagaimana. Bentuk nya masih berupa embrio.
Kepala Varo miring, ia mengerjapkan mata lalu mata itu turun ke bagian perutku.
" Kamu tenang ya.. Jangan takut. Ada aku.. Ada anak kamu juga. Dia masih kecil.. Kecil sekali " Sambung ku berusaha memutar mutar kalimat. Entah ini berhasil atu tidak tapi dari tatapan yang aku tangkap. Matanya berubah saat aku menyebut kata anak.
Kuusap lengan nya sekali lagi. Ia tampak melembut. " Ga papa, kita istirahat ya.." Aku menarik tangan nya dan Varo menurut. Tapi saat sudah berdiri matanya kembali melihat kelantai dimana foto Ibunya ada disana terpampang jelas. Tubuhnya menegang dan mata itu melihat ku dengan tajam malah cahaya petir membuat ku merinding melihat ulasan seringaian Varo yang muncul lagi. Segera aku menarik tangan ku. Merasakan waspada.
" Kamu sengaja menaroh foto-foto ini disana???! " Bentak nya menuduh ku dengan sangat keras bahkan aku mundur saat Varo mendekat.
" Aku tidak tau apa-apa" Geleng ku merasa takut dengan mata Varo ini.
" Kamu bohong! Kamu sengaja menaroh nya kan...
" Kita sama sama baru sampai. Dan aku tidak tau apa apa!! " Elak ku sungguh merasa tidak Terima dianggap pelaku nya.
Varo terus mendekat dengan hunusan matanya yang tajam sampai ia berhenti.
Varo menilik kearah mata ku. Aku sungguh tidak tau apa apa tentang asal usul foto itu. Dan nafas ku seperti nya ikut menipis melihat runcing nya pisau panjang ini ada diujung dagu ku. Ia baru mengambil nya dari bawah kasur. Pisau sejenis pedang yang juga tidak terlalu panjang tapi runcing ujung dan tajam nya mata pisau itu membuat ku sulit meneguk Saliva. Jantung ini pun letup letup ketakutan. Bagaimana ini. Varo menggunakan senjata tajam.
" Vi vian.. Vian.. Ini aku Fayza.. vian.. " Panggil ku sulit menggerakan dagu takut ujung pisau itu menyentuh kulit ku.
Tak ada yang terjadi dia tetap seorang Varo.
" Varo. Kalau kamu yakin aku sengaja melakukan nya silahkan saja gorok leher ku sekarang.. " Tantang ku menaikan dagu ku. Ini satu-satunya cara agar ia percaya bukan aku yang melakukan nya.
" Kalau aku yang melakukan nya aku tidak akan membujuk mu... "
Sedetik
Dua detik.
Pisah itu turun ke leher ku dan bisa kurasakan runcing mata pisau menyentuh kulitku. Aku juga memejamkan mata merasakan ada perih yang menggores tipis.
Ini leher sudah beberapa kali jadi serangan Varo. Bahkan bekas sabetan sabuk kemaren saja masih aku olesi salep penghilang bekas luka. Masa harus Rasanya nafas ku terputus merasakan ada yang mengalir di leher ku. Aku membuka mata setelah beberapa detik tak ada sayatan tajam. Dari sudut mata kulihat Varo sudah menurunkan pedang itu. Jadi dia mempercayai ku. Itu satu point.
Kulihat ia masih menatap ku tajam lalu didetik berikutnya ia mengerjap mata dan balik haluan. Baru rasanya tubuh ku melorot. Kudengar bantingan pintu dari sana. Dia sudah keluar sekarang air mata ku yang meluruh.
Sekarang yang dilakukan Varo menularkan traumatis nya kepadaku. Dan ini bisa membuat ku ikutan gila.
Semua foto itu aku kumpulkan dan ku buang. Siapa yang sudah sengaja melakukan nya. Ini pasti disengaja untuk memunculkan kemarahan Varo.
Aku lalu mengirim pesan pada Leo untuk menyelidiki nya
Ada pesan masuk dan itu balasan dari Leo.
Dia mengatakan kalau Varo juga meminta hal yang sama.
Aku duduk di tepian ranjang dengan kalut. Kutarik nafas dalam dalam. Aku tidak boleh stress. Vian memang begini dan ini memang sudah jalan ku. Aku mencoba menyematkan kalimat itu agar tidak terlalu stress. Apa sebaiknya aku pindah kamar. Ini juga sangat tak nyaman buat ku untuk 1 ranjang dengan Varo. Tindakan nya tadi membuat ku cemas.
Saat aku lagi mengambil bantal dan guling. Pintu itu terbuka. Ada Varo di ambang sana. Wajah nya tetap datar. Ia seperti nya membaca apa yang aku lakukan. Dan semoga saja ia tak melihat mata ku yang baru menangis.
Sebelum ia masuk aku segera mengangkut semua nya dalam tubuh ku.
Tapi ia masuk dengan langkah lebar membuat ku refleks menghindar.
" Jangan lupa besok fitting baju. Tolong lakukan ini untuk Mami dan keluarga mu!! " Kata ku mengingat kan dengan alasan aku masih menghargai 1 rumah dengan nya.
Ia maju lagi aku menghindar lagi.
" Kenapa menghindari ku!! " Itu pertanyaan apa kecaman.
" Kamu takut dengan ku? Tanya nya lagi membuat suasana semakin mencekam.
" Ya. Aku takut!! Kamu nyaris melukai ku. Meski kamu memang ingin membunuh ku tapi aku merasa takut kalau kamu melakukan nya juga" Jawab ku apa adanya.
Varo diam saja.
Aku segera beranjak dari sana. Lama lama disana akan membuat ku cemas ia kembali berulah lagi.
" Jadi kamu takut karena aku tidak normal?? "
Apa dia sengaja membuat ku merasa jahat disini! Apa dia menganggap apa yang ia lakukan tadi itu wajar.
" Tidak. Vian sangat menjaga ku dan tidak ada yang pernah melakukan kekerasan pada ku. Jadi aku takut dengan Varo" Jawab ku.
" Aku minta maaf"
Aku berbalik melihat kearah nya apa aku salah dengar. Seorang Varo minta maaf. Mungkin ia baru sadar kalau 30% saham nya ada di tangan ku.
Aku enggan menanggapi nya dan mengabaikan nya dengan segera keluar dari kamar itu.