Author Pov....
Saat Fayza dan Vian sampai. Di depan ruangan itu ada Arland dengan seorang pria bertubuh kurus dengan usia dua kali lipat dari Arland. Dia Antonius, Papi nya Arland. Obrolan mereka terputus saat mata ketemu mata. Dan beberapa detik sempat kebisuan melingkupi. Arland menyikapi kedatangan Fayza mencoba tenang apalagi ada Papi nya.
" Terimakasih kalian mau kesini" Ucapnya membuka suara. Arland menoleh pada Vian yang tampak acuh tak acuh saja disana. Lalu beralih pada Fayza yang melihat nya tanpa ekspresi. Meski ia memberikan tatapan kerinduan. Rasanya ada rasa menyekit di benak nya.
" Selamat siang, Om.. " Sapa Fayza juga mengikuti alur situasi.
Antonius balas menyahut sapaan Fayza. Tapi ia mencium aroma aroma atmosfer dingin disana, terlebih perempuan di depan nya ini yang bernama Fayza. Antonius tentu tau apa yang terjadi pada adik nya Rose. Atau Tante Rose. Ia juga mendengar kalau perempuan didepan nya ini sangat dekat dengan Rose yang punya gangguan mental. Dan masuk nya Rose kerumah sakit ini juga selalu membawa nama Fayza. Dan wanita ini juga yang punya pengaruh besar dalam keputusan Arland itu. Dia wanita sederhana dengan wibawa dingin melingkupi. Dibilang cantik juga tidak terlalu hanya saja pasti wanita ini punya power besar dalam hidup putera nya itu. Dan pandangan Arland pada perempuan ini sangat dalam. Antonius juga tau bagaimana Arland memandang seorang perempuan selama ini.
" Apa yang terjadi? "Tanya Fayza pada Arland.
" Mama jatuh dikamar mandi. Langsung dibawa ke rumah sakit tapi beliau terus mencari kamu. Tidak mau makan dan sebagainya. Lalu Mama mengamuk dan lari keluar. Tak sengaja ia malah terjatuh dari tangga" Cerita Arland tampak masih sedih disana.
" Astaga! Terus! Bagaimana keadaan Mama. Maksud ku Tante Rose? " Tanya Fayza sesaat setelah sadar ada sinar ultra dari mata Vian menyentil matanya saat ia memanggil Tante Rose sebagai Mama. Fayza lupa dan karena kebiasaan sebelumnya.
" Sudah ditangani! Ada cedera di punggung sama kaki. Hanya saja tidak mau bicara dengan siapa-siapa"
" Sebaik nya kamu masuk, Rose pasti sangat senang melihat kamu" Itu dari Antonius. Fayza mengangguk kikuk pada pria itu. Ia tak pernah bertemu atau bicara langsung dengan Antonius yang sangat disegani Arland semasa ia dulu masih bersama.
Fayza mengangguk. Ia lalu melangkah dan Vian juga mengikuti dibelakang tapi Arland malah mencegatnya.
" Maaf bisa kah loe nanti aja! " Tahan nya disana membuat Vian heran. Ia tak diizinkan masuk. Ia jugt ingin melihat kondisi wanita itu.
" Kenapa Vian ga boleh masuk?" Tanya Fayza juga tidak terima. Mata nya tajam menatap Arland membuat pria itu sampai mendehem berkali kali. " Kamu tau kan. Mama menganggap kamu menantu nya! Kalau Mama tau kamu membawa dia masuk. Itu akan memperburuk keadaan!! "
Fayza terperangah begitu juga Vian. Ia merasa di diskriminasi. Dan Fayza tentu sangat tak nyaman pada Vian, kalau ia menjadi Vian pasti sangat kesal. Dan ini tak menempik bagaimana emosi Vian menjadi berubah.
" Arland benar! Saat ini Rose membutuhkan kamu! Dia bahkan kekurangan cairan karena tidak makan. " Sambung Antonius lagi.
" Bukan begitu Om. Saya mengerti. Tapi.. Saya izin dengan suami saya dulu! " Sela Fayza merasa tersudut disana.
Antonius menarik nafas ia beralih pada Vian.
" Vi.. Apakah boleh? " Tanya Fayza pelan. Lalu mengulurkan tangan ke lengan Vian, ada gemercik amarah yang muncul dari Arland melihat itu didepan matanya sendiri. Ia masih belum bisa menerima kenyataan siapa mereka saat ini.
" Fayza.. Fayza... Itu kamu... " Terdengar suara memanggil Fayza didalam sana.
" Mama memanggil, " Seru Arland dan segera mendorong pintu.
" Iya Ma.. Fayza sudah datang" Arland segera melepaskan tangan Fayza dari tangan Vian dan menggiring nya masuk. Fayza sendiri dalam kondisi bingung. Ia merasa belum selesai mendengar jawaban Vian. Tapi pintu disana sudah ditutup dan pengamatan nya terbagi kepada seorang wanita paruh baya dengan ada ikatan di tangan nya. Wajah nya pucat pasi. Dengan mata bergetar saat melihat Fayza.
Seorang gadis muda, Vania juga tampak suka cita melihat Fayza datang disana.
" Arland sudah bawakan Fayza Ma. Dia sangat sibuk mengajar. " Kata Arland disana menarik Fayza untuk mendekati Tante Rose yang sudah ingin sekali memeluk Fayza. Bahkan airmata nya luruh.
" Fayza...
" Mama Rose.. Maaf kan Fayza.. Baru datang.. "
Kedua nya saling berpelukan dan raut lega muncul dari Arland maupun Vania disana.
Rose menangis sesegukan seperti anak kecil. Ia mengadu kan apa yang di lakukan para perawat disana sambil menangis bahkan memeluk Fayza dengan kukungan kuat. Membuat wanita itu sangat sulit bergerak apalagi beranjak dari sana tapi ia juga tak tega melihat kondisi Tante Rose seperti itu. Dengan tenang Fayza mendengarkan cerita Tante Rose dan dibantu Vania ia juga memberikan Tante Rose suapan demi suapan. Dan benar saja Rose menurut dengan Fayza. Hingga sekitar 1 jam lebih Fayza berada di sana untuk memberikan ketenangan kepada Rose hingga wanita itu akhirnya tertidur.
" Kak terimakasih sudah datang" Kata Vania disana sambil menyelimuti mama nya dengan mata sendu.
Fayza mengangguk ia segera mengambil tas nya. Badannya juga terasa sangat letih karena terus di rong-rong Tante Rose. Ia sih tidak masalah hanya saja segelintir rasa tak nyaman setelah meninggalkan Vian diluar sana. Vian dengan kondisi yang juga belum aman. Hari ini tentu Vian mendapatkan beberapa bentrokan emosi dan perdebatan nya yang belum kelar dan statment tentanb ia dia anggap menantu keluarga Arland pasti juga mengejutkan nya.
Andai kan bisa ia menghubungi Vian sekedar menanyakan ia dimana tapi Tante Rose sangat bertingkah seperti anak kecil yang tidak mau pisah dengan induk nya. Tak memberikan Fayza peluang buat menemukan ponsel didalam tasnya.
" Kak.. Kakak bisa tinggal disini saja" Cicit Vania disana melengkungkan senyumnya kebawahm matanya memohon kearah Fayza yang masih bengkak oleh tangisan sebelumnya.
" Maaf Vania. Kakak ga bisa. Kamu tau kan kakak baru menikah kemaren" Sahut Fayza sebenarnya tak ingin memberikan harapan apa apa di sana. Ia hanya sekedar membantu apa yang bisa ia bantu tapi tidak ingin mengikat dirinya di keluarga itu. Apa lagi posisi nya saat ini sebagai istri dari suami yang juga memiliki konflik serius. Kalau saja tidak ada konflik Vian mungkin Fayza akan senang hati berada disana menyelami perasaan nya pada keluarga itu dan juga Arland. Tapi ia lebih mengutamakan Vian selaku kehidupan nyata dengan nya dari pada Arland yang hanya semu.
Vania terlihat sedih. Ia lalu memutar dan memeluk Fayza yang sudah ia anggap sebagai kakak perempuan nya.
" Maaf kak. Vania sudah dengar semua dari bang Arland. Kalian sebenarnya saling mencintai. Aku bisa lihat jelas dimata kakak dan Bang Arland" Vania melonggarkan pelukan nya dan melihat kearah mata Fayza. Membuat nya jadi bimbang apakah matanya dilihat orang lain seperti itu. Ia jadi bimbang sekarang apakah hanya keinginan nya saja sok kuat. Tapi masih bisa dibaca orang lain.
" Kak.. Walau kakak sudah menikah dan punya bayi laki-laki lain. Kakak tetap cintai Bang Arland ya.. Vania sedih liat Bang Arland yang selalu murung. Bahkan Bang Arland memilih mundur dari perusahaan. Bang Arland ga mau dipaksa menikah untuk sebuah jabatan"
Koar Vania disana.
" Apa? Mundur? Jadi sekarang Arland ga kerja lagi?? " Fayza agak terkejut. Tentu 5 hari yang lalu ia masih melihat Arland di ruangan itu.
" Om nanti memindahkan Bang Arland ke perusahaan cabang di Bandung kak. Yang maju Bang Arnold. "
" Bandung? "
Vania kembali meringis. " Iya kak.. Makanya saya ke Jakarta. Mama juga nyariin kakak terus. Vania bingung bagaimana nanti kalau Mama bangun dan ngamuk ngamuk lagi. Kakak liat kan mama sampai cedera begitu, Vania sedih banged kak liat Mama begini lagi..! "
Fayza memejamkan matanya. Disini ia semakin merasa bersalah dan tertekan.
Setelah lama menimbang ia ingin mengutarakan isi hati nya dan menekankan satu hal pada gadis itu agar tidak bergantung padanya. Tapi seseorang masuk dan itu Arland. Ia mengulas senyum kearah dua wanita itu terlebih pada Fayza. Fayza sendiri merasa tak ingin berlarut-larut seperti itu. Ia segera memasang tas nya segera.
" Aku pamit pulang dulu Vania!ini sudah mau malam juga"
" Mm kak.. Jangan pulang yaaa" Vania masih merengek. Menahan tangan Fayza disana dengan raut selemah mungkin.
" Vania.. Jangan begini. Fayza pasti capek" Arland segera mendekat dan memberi pengertian pada adik nya itu walau sebenarnya ia juga tak mau Fayza pulang tapi menekan Fayza bukan pilihan yang tepat.
" Tapi Bang. Gimana kalau Mama nanti nyariin?? Mama ngamuk lagi terus kenapa-kenapa. Baru aja jatoh dari tangga. Bagaimana kalau dia lompat dari jendela"
Cicit Vania mendramatisir keadaan dan itu semakin membuat Fayza seperti di tampar disana. Konsentrasi nya semakin terpecah belah.
" Ga akan.. Kamu jangan berpikir yang tidak-tidak. Fayza... Terimakasih ya sudah mau kesini. Kamu bisa pulang" Kata Arland disana lembut sambil mengusap kepala Vania yang menangis.
Fayza melihat kearah Tante Rose yang masih tertidur. Luka yang membalut nya dan tangisan Vania yang sangat khawatir dengan keadaan Ibunya. Nafasnya keluar dengan berat. Ia memang tak bisa egois lagi.
" Vian.. Maaf.. Vian.. " Ringis nya benar benar dikalahkan dengan keadaan.
" Baiklah. Aku akan tingggal sampai besok" Kata Fayza disana mengambil keputusan.
Vania segera menegakkan kepalanya " Benarkah kak.. Alhamdulillah.. " Seru nya sangat girang. Fayza mengangguk lemah disana. Sementara itu Arland tersenyum lebar. Ia memang mengambil kesempatan untuk membuat Fayza terus berpihak kepadanya dan sebelumnya ia juga sempat berbicara dengan Vian di luar. Ia hanya ingin mencari celah kesempatan yang sudah tetutup.
*
*
Cafetaria Rumah Sakit..
Vian mengitari bibir gelas cola-cola itu dengan jari nya. Berputar putar dan pikiran nya memang sedang tidak berada pada tepatnya.
Sangat lama ia menunggu Fayza di luar ruangan itu. Ia menunggu wanita yang meninggalkan nya untuk mengurusi ibu mantan tercintanya. Siapa yang tidak sakit karena itu. Ia tau ini memang masih dini untuk bisa membuat Fayza beralih hati padanya. Apalagi pernikahan baru saja kemaren. Dan janji janji manis yang baru saja Fayza bilang seperti hilang begitu saja. Ia juga tau kalau Fayza juga dalam keadaan bingung dengan yang mendasari keadaan Tante Rose. Ya Vian mencoba terus meyakini dirinya untuk terus bertahan dan bersabar tapi hari ini ia memang merasakan sesuatu yang bergejolak. Bisikan bisikan yang beberapa pekan sudah lenyap seolah muncul lagi. Suara Varo dan emosi Varo. Ia merasakan hal itu saat ini dan lebih besar.
Apalagi tadi Arland juga menyampaikan kalau ia tak perlu menunggu Fayza. Fayza pasti akan memilih menemani Ibunya. Bahkan saat bersamaan suara tawa Varo mengisi kepala nya.
" Sudah bro.. Nyerah aja. Fayza cinta nya juga sudah keliatan sama siapa! Jangan maksain dia!! Sini biar Varo yang hadapi wanita tak diuntung itu"
Itu suara Varo lagi lgi muncul disela ia sedang menunggu ada lampu hp atau notif balasan dari Fayza bahkan 1 jam lebih Fayza tidak ada membalas balas pesan nya.
Vian mencoba mengenyakan omongan Varo di kepala nya. Ia punya power percaya diri yang besar jangan sampai gara-gara omongan Arland malah membuat nya menyerah.
Hingga ada menarik kursi diseberang nya. Disana Fayza duduk manis sambil tersenyum kearah Vian. Tapi senyuman itu malah seperti senyum rasa bersalah.
" Maaf ya Vi. Lama ya.. " Tutur wanita yang sudah menjadi istri nya itu denga lembut.
" Engga kok! Bagaimana. Apa sudah selesai? Kita bisa pulang sekarang kan.. aku ingin membahas tentang Deasy dan Varo dengan kamu Fay. Biar ga berlarut-larut!! " Sela Vian sedikit lebih bersemangat setelah Fayz muncul disana.
Tapi senyum Fayza disana memudar. Wajah nya kelu akan ada beban disana.
" Vi. Mmm tante Rose. Belum stabil. Bisakah aku menginap disini?? "
Vian diam sesaat tapi ia malah melihat sosok Varo muncul di samping Fayza sedang merangkul gadis itu. Wajah menang nya terpancar jelas. Dengan senyum jahat nya.
" Lihat kan bro! Lihat dia bagaimana manis nya wanita ini meminta izin seolah olah dia istri mu yang penurut! Tapi dia sebenarnya memilih orang lain. Pria yang dia cintai!! Haha bahkan sebelumnya dia kekuh ingin menyembuhkan kita. Lalu ini apa.. " Varo terbahak bahak disana dan itu hanya ada di penglihatan Vian yang sudah mulai merasa konsentrasi nya terbelah lagi.
" Ooh.. Dia ini dimata wanita itu adalah menantu nya. Dan seharusnya di menjelaskan pada wanita itu bukan! Kalau dia istri kamu sekarang. Dan ini hahhaaaa dia memilih mereka!! Buka mata lebar-lebar Bro!!! " Teriak Varo disana penuh amarah.
" Vi.. Vian.. " Panggil Fayza disana membuyarkan lamunan nya.
" Hmm.. Ya.. Kamu mau menginap?? "
" Ada adik nya Arland juga. Vania. Dan aku hanya fokus pada Tante Rose. Aku juga akan bilang kalau nanti aku akan ke Bandung biar beliau tidak mencari cari aku Vi. Aku takut kalau Tante Rose nekat dan kenapa-kenapa. "
" Bravo!! Itu alasan wanita rubah ini Vian. Dia akan bermesraan dengan pacar nya itu. Aku jamin itu!! Bahkan dia hanya memikirkan wanita itu ketimbang kamu! Oooh kasihan sekali Melviano yang merasa beruntung sudah menikah dengan kekasih pujaan nya. Baru sehari saja sudah ditinggalkan. Ckckckck...
Tunggu apa lagi. Lebih baik aku yang menyelesaikan mereka berdua!! "
Vian merasa nafas nya sesak. Kata kata Fayza dan Varo tumpang tindih. wajah Fayza yang tak bisa elakan. Emosi Varo yang mencekik nya.
Ia pernah dalam keadaan seperti itu saat Varo berusaha menguasai nya dulu. Dan suara ejekan Varo terus menggema ditelinga nya terus memprovokasi nya agar membenci Fayza. Memandang rendah wanita didepan nya ini dan powernya terasa lemah saat ini.
" Aku akan mengajari dia bagaimana bersikap baik dengan kita! Aku janji tidak akan menyakitinya. Aku tau diperutnya ada anak kita.. " Bisik Varo lagi kali ini Vian merasa sedang menatap manik gelap Varo disana, wajah disana memberikan keyakinan yang mendalam dan ia merasa tidak berdaya.
" Vi.. Aku akan pulang bersama kamu kalau kamu tidak mengizinkan" Kata Fayza disana. Fayza menarik nafas dalam entah kenapa ia merasa sangat tak nyaman pada Vian. Pria diseberang nya itu sedari tadi hanya diam saja. Dan ia yakin Vian pasti tidak mengizinkan nya. Kalau pun ia ia tidak akan memaksa. Fayza juga perlu suatu hal tekanan agar ia tidak plinplan mengambil keputusan. Jujur ia berharap kalau Vian tidak mengijinknya agar ia tidak salah memilih keputusan.
" Ya. Ga papa. Kamu temani tante Rose saja dulu! Aku percaya dengan kamu" Ucap Vian disana dengan senyum kaku. Fayza tak sempat melihat perubahan mata Vian disana. Ia terlalu gamang saat ini. Apalagi ponsel nya bergetar ada pesan masuk dari Arland yang mengatakan kalau Tante Rose sudah bangun.
" Aku juga ada pekerjaan menunggu! " Sambung Vian lagi menyebikkan lagi senyum datarnya.
" Benarkah. Apakah tidak apa apa? "
Vian alias Varo yang mengambil gelas cola-cola nya dan menegak nya habis. Ia cukup merasa senang bisa kembali menguasai tubuhnya lagi. Tentu Varo merupakan pria cerdik yang penuh ambisi dan taktik, Ia berpura-pura menjadi Vian. Bagian dirinya yang menurutnya lemah dan lamban.
" Tentu saja tidak apa apa! Pergi lah kedalam. Mereka pasti menunggu kamu kan. Aku mau mehabiskan makan ku dulu" Jawab Varo lalu mengambil sumpit disana. Spagetti yang di anggurin Vian sedikit membuat nya lapar.
Fayza menarik nafas dalam. Walau sedikit bimbang ia meyakini kalau mungkin ini keputusan nya. Tapi Fayza berjanji akan menyelesaikan masalah itu segera. Ia perlu meyakinkan Tante Rose agar percaya ia keluar kota agar wanita itu tidak bergantung padanya.
" Baiklah. Aku kembali kesana dulu Vi... " Fayza beranjak dari sana. Dan melihat sebentar pada Vian yang tampak tenang menyantap makanan nya. Membuat nya ikut tenang.
" Ya.. Kesana aja kamu wanita sialan.. Kita akan liat bagaimana setelah ini kamu bisa tersenyum seperti itu lagi..." Senyum Varo sambil menghirup aroma spagetti disana dengan nikmat.