Aku memilih tidak menghubungi Vian. Aku terserah saja kalau pernikahan ini batal berarti itu adalah takdir. Aku masih bisa melahirkan anak tanpa dia. Walau menderita cibiran seumur hidup.
Terdengar suara ranting menabrak jendela kamar ku yang di lantai 2 ini. Kulihat diluar juga berterbangan daun daun kering dan ranting pohon lainnya sampai aku kaget ada kursi plastik juga terbang. Apakah ada angin tornado? Kulihat cuaca cukup panas.
Aku dan Naya segera berlari ke jendela. Diluar memang terjadi angin ribut. Angin yang besar. Bisa kami lihat bagaimana beberapa atap tetangga nyaris terbuka dan terbang.
" Astaghfirullah.. Fay... Lihat itu? " Naya menunjuk kesisi lain. Aku segera melihatnya mata ku nyaris jatuh melihat sebuah helikopter berada sangat dekat dengan tanah. Tidak mendarat tapi tinggi nya setinggi rumah ini yang punya lantai 2.
" Apa mereka gila! Ini orang lagi acara! " Umpat Naya lalu kembali melebar matanya melihat tenda yang nyaris berkibar diudara.
Aku juga menggurutu. siapa yang ingin mengacaukan acara pernikahan ini. Memporak-porandakan berlangsungnya acara.
Hingga di helikopter itu menjuntai sebuah tangga tali yang panjang sampai kebawah. Lalu aku maupun Naya makin bungkam takjub siapa yang keluar dari sana.
Di Vian. Dengan pakaian pernikahan yang masih melekat.
" Itu- dia gila?? " Pekik Naya.
Aku tidak bisa berkomtar apa apa. Kegilaan memang ada di jiwa Vian.
Pria itu turun seperti seorang prajurit yang sedang dimedan perang saja. Gerakan nya cukup lincah. Dan ja berhasil menginjak tanah di bawah sana. Lalu helikopter itu terbang menjauh.
Apa Vian hanya sekedar mau pamer? Atau terjadi masalah??
" Parah! " Respon Naya masih kaget.
*
*
Sebagian undangan yang hadir hanya lah keluarga besar. Karena kami memang terikat 1 keluarga jadi yang orang baru hanya keluarga dari pihak Ibuk atau Tante Lily. Sisanya beberapa tetangga saja.
Aku turun dengan separo jiwa. Tak berani melihat semua wajah keluarga. Rasanya aku masih digunjingkan atau entahlah. Perasaan yang tak nyaman.
" Waaah cantik sekali kamu Fayza" Beberapa aku dengar pujian entah dari siapa. Aku hanya diam saja meneruskan langkah menuju pria berbusana serba putih itu lengkap dengan peci nya. Ia duduk membelakangi tanpa menoleh. Dan kulihat ada Papa disana juga Om Andhika.
Ada raut tegang mereka disana. Tenggorokan ku rasanya rehidrasi.
Hingga aku duduk disebelah Vian. Sungguh aku merasa tak berani melihat kearahnya. Tidak tau kenapa.
Lalu proses ijab kabul berjalan sukses. Vian merapalkan kalimat ijab kabul sekali ucap dan tarikan nafas.
Jadi akhirnya, aku menjadi istri Vian.
Kami diminta berhadapan. Aku masih menunduk dan diam. Ini proses tukar cincin. Kulihat ia mengulurkan jarinya saat aku mengeluarkan cincin untuknya. Aku memasangkan nya dengan normal. Dan berganti untuk ku. Tapi ini sedikit berbeda aku merasa getir apalagi benda bundar itu mengarah kejari ini. Aku sedikit menariknya dan Vian terhenti sesaat.
Kenapa aku masih begini??
Aku kembali memajukan jari ku dan benda bundar itu benar benar menyemat di jari manis ku.
Aku lalu meraih tangan nya untuk bersalaman dan menghormatinya sebagai suamiku. Dan kali ini memberanikan diri melihat kearahnya.
Kulihat garis wajah nya datar dengan mata mengikuti arah mataku. Pipinya tampak merah kebiruan. Apa yang terjadi dengan nya? Segera aku mencium tangan nya dan suara gemuruh di ruangan itu pecah. Beberapa bonyolan Tasya dan teman-teman Vian seperti Bobby juga Raka terdengar. Aku tak begitu mengikuti arah bonyolan mereka. Aku masih larut dalam diriku sendiri. Apalagi pusing ini masih betah menggarungi ku. Semoga saja aku kuat sampai acara ini selesai. Tapi ternyata aku merasa lemah saat kami meninggalkan jejak foto berdua. Aku nyaris ambruk kalau saja Vian tidak menangkap ku.
" Apa kamu baik-baik saja? " Itu yang bertanya adalah Ibuk.
" Pusing buk" Kataku sudah duduk di sofa dengan kepala berat.
" Istirahat saja! Kamu mungkin kelelaham Fay.. " Kata Ibuk segera aku angguki.
" Vian. Antar Fayza ke kamar" Pinta Ibuk. Aku ingin menolak nya tapi tenaga ku seolah terkuras. Susah sekali saat hamil muda ini mau ngapa-ngapain.
Aku merasa tubuh ku melayang dan malah di angkat oleh Vian. Aku hanya melihat sekilas wajah nya yang terlihat buram. Lalu penglihatan ku menggelap.
*
*
Aku mencium bau mawar segar. Mata ku terbuka. Kulihat dekorasi dikamar ini sama seperti beberapa jam yang lalu. Aku juga ingat pusing yang melanda ku membuat ku pingsan. Jadi berapa lama aku pingsan.
Aku menegakkan badan. Pusing ini sudah sedikit membaik. Hanya saja tenggorokan ku rasanya terbakar.
Aku meraih botol mineral di nakas dan meminum nya pelan. Mataku jatuh pada jam dinding. Jarum pendek nya ke angka 7. Apa aku pingsan atau tidur. Kenapa selama itu. Hanya saja aku merasa lebih baik terlelap berjam jam.
Aku melewatkan acara pernikahan ini. Itu terasa menjadi bagus tanpa terlibat obrolan dengan keluarga ku yang lain.
Aku melihat pakaian ku sudah berganti piyama dan rambut ku entah bagaimana bisa berubah menjadi sapu ijuk. Ini akibat sasak sanggul yang menggunakan kekuatan sprei rambut. Jadi siapa yang mengganti kebaya dan meluruhkan rambut ku. Apakah Ibuk?
Terdengar suara pintu kamar mandi di dorong.
Aku kaget melihat Vian yang keluar dengan jubah mandi. Rambut nya tampak basah dan kulit putih nya seolah menyinari jubah berwarna Navy itu. Mata kami bertemu sesaat. Aku langsung menunduk kikuk. Dia tak bicara sepatah katapun sejak acara kecuali saat merapalkan kalimat ijab kabul. So! Dia masih membawa ucapan ku waktu itu! Jujur aku ingin menanyakan sesuatu padanya. Tentang luka diwajahnya tapi melihat respon nya yang dingin membuat ku enggan.
Aku segera turun dari ranjang menuju kamar mandi. Membersihkan make up tebal di wajah ku sekalian mau mandi untuk menyegarkan tubuh dan kepala ku. Aku perlu berendam air panas.
Aku melakukan nya. Berendam dengan sangat tenang. Rasanya enggan keluar dari kamar mandi ini. Aku tidak mau menemui Vian didalam kamar ku. Status kami sudah menjadi suami istri dan itu membuat ku enggan.
Kupejamkan mata sambil menikmati aroma mawar. Aku larut lagi dengan aktivitas ku sampai mataku mengantuk lagi. Mata ku terasa semakin berat dan aku tidak tau kapan tertidurnya.
Hingga tau tau tubuh ku di guncang hebat. Nama ku di panggil berkali kali.
" Fayza.. Sadar..
Sontak aku bangun dan kaget melihat Vian ada dalam bak mandi. Wajah nya terlihat sangat panik.
" Apa kamu segitunya sampai mau bunuh diri hah" Teriak nya disana dengan mata marah. Aku mengendik seolah nyawaku baru terkumpul. Dan aku sadar aku saat ini masih di bath up. Dan tubuh ku.
Aku menenggelamkan badan ku masuk air. Apa Vian gila memabanguni ku dengan berteriak seperti tadi. Bunuh diri. Siapa yang bunuh diri. Kemudian badan ku kembali di tarik. Aku kaget. Spontan ku tutupi dada ku dan berbalik.
" Kamu masih mau melakukan nya didepan ku. Apa kamu separah ini mau mengakhiri hidup ku! Hah.. Apa hanya karena tidak mau menikah dengan ku sampai begini"
Teriak Vian lagi. Jadi dia berpikir aku mau bunuh diri.
" Aku ketiduran! Siapa yang bunuh diri? "
" Apa!! "
" Keluar... Aku sudah bilang jaga jarak! " Sahut ku sungguh tak nyaman telanjang begini ada pria ini disana. Apalagi busanya sudah memudar. Emang seberapa lama aku ketiduran.
" Apa kamu tidak mendengar nya... " Aku menunjuk keluar. Dan kulihat Vian keluar dari bak mandi. Kurasakan langkah nya yang penuh air beranjak dari sana lalu pintu di banting.
Aku pun segera keluar dari bak mandi. Apa dia melihat tubuh ku yang telanjang??
Aku meringis dan segera mengeringkan badan. Kulihat pintu bak mandi bobrok. Apa yang terjadi? Apa dia yang merusak nya? Dengan merubuhkan salah satu engsel nya.
Aku keluar dengan malas. Kulihat jam dinding. Jarum panjang nya ada di angka 10. 3 jam aku ketiduran? Oh pantas saja dia mendobrak pintu dan meneriaki ku. Ternyata sisa hari ini semua nya isi nya tidur. Aku rasa malam ini aku akan begadang. Kulihat Vian ada di tempat tidur memiringkan tubuhnya. Haruskah ia disana. Dan berbagi kasur dengan ku??
Aku segera mengambil baju ku dan menggantinya di dalam kamar mandi. Setelah keluar aku lihat Vian sudah tidak ada di sana. Kemana dia? Apa dia keluar kamar? Entahlah. Aku tidak peduli. Aku menuju meja rias untuk menyisir rambut.
Kulihat wajah kudisana yang memucat dan semakin tirus.
Malam yang terasa panjang. Mata ku sudah tidak mengantuk lagi. Dan ini sudah jam 1 malam. Vian tidak ada masuk. Kemana dia? Apa dia tidur di kamar lain. Atau di pulang? Harus nya aku tak peduli tapi ini masih di rumah orangtua ku. Apa dia mau memberikan image di awal pernikahan? Kalau keluar pun aku enggan. Tapi aku harus mengetahui nya.
Aku segera bangkit dari tempat tidur dan menuju pintu. Saat ku tarik tau tau pintu itu di dorong. Aku kaget ternyata kebetulan Vian masuk. Aku seperti tertangkap basah ingin mencari keberadaan nya, mendadak aku gugup.
Tapi ia melongos masuk begitu saja. Kulihat ia langsung menuju tempat tidur dan merebahkan diri. Aku segera mengunci pintu dan kembali ke tempat tidur. Jarak kami berjauhan dia diujung aku pun diujung.
Tiba- tiba aku merasa kasur bergerak. Aku ikut merasa was was. Hingga ada tangan menyusup di perut ku. Rasanya jantung ku mau melompat keluar.
" Apa yang kamu lakukan. Aku sudah bilang kan-
Aku nyaris bangun tapi ia malah melilitkan kakinya. " Lepas!! " Geram ku memukul kakinya.
" Apa kamu mabuk!! "
" Aku hanya asik main domino! Bukan mabuk-mabukan Tenang saja jiwa Varo tidak akan ada selama istri menguasai nya" Ucapnya lalu dengan gerak cepat ia malah berada di atas ku. Menduduki pahaku. Tangan ku sudah ia cekal menyilang dan dinaikkan keatas.
" Apa yang kamu lakukan..
" Bermanja dengan istri! Kamu pikir apa? "
Aku makin gugup dengan posisi seperti ini tapi Vian lebih kuat menggerakkan tangan aja aku susah.
" Lepaskan aku Vian! Jangan melebihi batas! Kamu lupa pernikahan ini hanya simbol saja untuk menutupi malu keluarga! "
Tangan ku malah di cengkram dengan kuat. Ia menunduk sorot matanya tampak gelap.
" Tidak ada pernikahan hanya simbol Fayza. Semua pernikahan itu suci karena membawa nama Tuhan!Kamu pintar kan kenapa otak mu malah sempit sekali"
Aku berang dibilang sempit. Tapi rasanya aku memang terlihat bodoh disini. Aku bodoh karena terlalu menolak takdir ku saat ini.
" Menurut lah! Aku sudah memberi mu 3 hari untuk merenungi ucapan mu! Sekarang kamu sudah sah istri ku! Aku suami kamu sekarang!"
Rasanya aku tertohok dengan sorot dan ucapannya. Lagi-lagi ia berhasil membungkam ku.
Tapi aku rasa enggan mengakuinya.
" Berhenti memikirkan Arland sok ganteng itu. Lihat aku"
Wajah ku diarahkan kearahnya dengan paksa. " Aku lebih menarik daripada dia kan, dan kamu tidak bisa melarang ku melakukan yang aku mau...
Mataku melotot melihat tangan nya menjamah di bagian leher ku.
" Kita ini sodara Vian. Apa kamu ingat.. " Cicit ku lebih kepada minta pertolongan.
" Pernikahan kita belum 24 jam kamu sudah lupa kita ini suami istri! "
Aku menggeliat berusaha memberontak. " Aku tidak pernah memandang mu sebagai pria. Kamu itu dimataku hanya sodara. sebagai kakak. Vian.. Hentikan"
" Oh. Kalau begitu kita kenalan dulu. Aku Melviano adalah pria mu...
Aku semakin waspada saat ia berada di atas ku. Tangan yang mengikat ku ia lepas tapi kemudian kedua sikuk nya menyangga badan ku. Ia agak membungkuk wajah nya sangat dekan ku. Rasanya pasokan udara ini menipis.
" Jangan terlaku agresif sayang. Ada bayi kita dalam perut mu. Dia masih kecil belum baik mengenal junior ku kan.. Aku hanya ingin membiasakan mu dengan sentuhan ku. Agar mulut pedas mu berakhir dengan memuja nama ku.. " Ucapnya disana. Membuat ku takjub. Bahasa vulgar nya itu. Bisa kah aku tarik bibir nya. Tapi sayang nya bibir itu malah tersenyum lebar melihat reaksi ku dan ini kesekian kali dengan gerakan kilat ia mencium bibir ku. Bibir nya terasa panas disana. Tapi juga lembut. Aku merasa ada gejolak campur aduk. Apalagi lidah nya yang menyesap masuk.
" Aiish.. Kamu sok nolak tapi juga menikmatinya" Katanya disana membuat ku benar benar tidak bisa berpikir jelas lagi, tapi wajah ku langsung panas. Aku mendorong nya tapi ia malah terus menyerang ku. Dia yang memprovikasi ku untuk bermain lidah disana. Tapi ini malah membuat ku merasa sangat panas. Desiran darah naik sampai ke tulang pipi.
Tidak tidak.. Vian berusaha memancing ku. Tapi tangan satunya malah nyasar ke tempat lain. Aku memukul belakang nya ia semakin gencar melakukan aksinya. Apa dia mau bermain main dengan ku
Tapi mengingat ada janin dalam perut ini menyulitkan ku untuk bergerak. Alhasil aku membiarkan nya disana menjamah yang ia mau. Tolong ingatkan ku besok aku harus meneguhkan lagi prinsip ku lagi. Aku tak bisa goyah dengan cepat.