Chereads / One Night with a pervert Cousin / Chapter 22 - Dua Puluh Dua

Chapter 22 - Dua Puluh Dua

Pov Fayza..

Kepala ku seperti di tusuk sesuatu rasanya sangat sakit. Sayup sayup ada cahaya terang masuk saat mataku terbuka. Sinar lampu yang menyilaukan juga serbuan rasa tusukan dikepala yang bertubi tubi. Bahkan tubuh ku mendadak kaku dengan energi ku seperti nya tersedot habis.

" Fayza.. Fayza.. Sudah sadar.. Cepat kasih tau Papa...

Aku seperti mendengar suara disekelilingku, hingga nafas ku kembali menipis. Suara disekitar ku meredup dengan cahaya tipis yang juga kembali menghilang.

Hingga kemudian aku mendengar suara suara aneh seperti mesin suaranya berirama. Aku kembali membuka mata. Kepala ku kembali dihantam benda berat. Sakit dan bikin mata ini tidak bisa melihat dengan jelas. Tapi tangan ku seolah di tusuk lagi kali ini rasanya panas. Samar sama aku melihat seseorang berpakaian putih berdiri disebelah ku. Aku melihat nya menyuntikkan sesuatu di lengan ku. Rasanya ingin mengaduh kesakitan tapi entah kenapa tubuh ku sangat kram apalagi bagian kaki tidak terasa apa apa.

" Apa kamu bisa melihat saya? aku mengerjap dan samar samar ada wajah pria dengan uban beberapa dirambutnya. Ia mengenakan kacamata bening dan Steskop di lehernya. Kulihat juga di belakang nya ada beberapa perawat hingga penciuman ku mencium bau obat-obatan.

Jadi apa aku dirumah sakit.

Sesaat aku melihat sebuah Truk Hijau besar. Aku membanting stir dan kejadian itu terlintas.

Aku ingin teriak tapi suara ku lenyap dan bergerak pun tenaga hilang. Aku hanya bisa menangis dan menggeleng geleng kepala pelan.

" Tenang lah..Nona.. stabilkan diri kamu! Kamu baru siuman! Okey. Coba tarik nafas.. "

Aku mencerna baik baik perkataan dokter ini dan mengikutinya. Saat menarik nafas rasa sakit malah menyerang bahu ku nafas ku kembali bersendat.

" Oksigen..

Hidung ku di jejal dengan saluran oksigen. Aku dipandu untuk bernafas lagi dan perlahan ada udara segar masuk ke paru paru ku. Dan beban berat si dada ku seolah terangkat.

" Minum lah dulu" Lalu ada sedotan didepan ku. Aku meminum air mineral disana. Air itu sangat membantu tenggorokan ini yang kering. Hingga aku bisa merasakan ketenangan.

" Selamat datang kembali Nona Fayza" Kata Dokter ini mengulas senyum.

Aku hanya menatap nya datar  mulut ku ingin sekali bersuara. Aku ingin menanyakan keadaan Vian.

Tapi mereka malah pergi hingga kemudian kulihat sosok pria tinggi dan dibelakangnya ada Ibuk ku. Ibuk langsung menghambur mendahului Papa  kurasakan pelukan Ibuk dan tangis nya. Aku juga ikut menangis. Mereka bergantian memeluk ku. Papa dan juga adek ku Farrel  mata nya merah, ia sepertinya malu untuk menangis. Aku tersenyum melihat Farrel seperti itu.

Hingga kulihat sosok lain yang masuk di belakang sana. Pria tegap dengan lesung pipit di kedua pipinya.

" Mas Gavin "

Dan siluet lain muncul dibelakang nya. Cahaya terang disana sedikit menghambat penglihatan ku  tapi mataku makin membesar mengenali pria itu meski ada yang berbeda di wajahnya yang biasanya mulus tanpa bulu. Sekarang terlihat seperti orang yang beda.

Arland!!

Rasa sesak dan perih bercampur satu dengan perasaan tersentuh dia juga ada disini! Bahkan saat mata kami bertemu matanya berkabut. Tapi gerak nya aneh ia seperti membentengi diri agar tidak mendekat.

Aku mengarah ke wajah wanita yang juga menderaikan air matanya. Tante Lily. Nafas ku ku sesak lagi. Aku ingat Vian.

Mata ku mengarah pada Papa. Sekuat tenaga aku berusaha membuka suara entah kenapa susah sekali.

" Apa apa Fayza? Kamu ngomong apa? Tanya Papa mencondongkan telinga nya.  Aku semakin berusaha mengeluarkan suaranya. Dan suara ku mulai ada meski serak. Setiap bernafas juga rasa sakit menyekit membuat ku kesakitan. Di bahu ini seolah di apit sesuatu yang membuat ku tak berdaya.

"Vi vi..

" Vian.. Kakak nanyain pangeran Vian.. " Itu suara Farrel.

Aku mengerjap dengan bahasa mata

".... "

Sesaat mereka terdiam kulihat kearah Papa lalu ibuk dan Tante Lily yang mehapus air matanya. Ada ketakutan tersendiri. Apakah Vian masih hidup?

" Dia masih belum sadarkan diri" Itu jawaban Papa. Aku lama memandang nya sejuta rasa yang aku rasakan. Dan pipi ini rasanya panas dengan air mata ku sendiri. Tangan ku lalu di genggam tante Lily yang berada di sebelah kiri ku. Ia seolah menguatkan ku tapi kulihat dialah yang paling terpukul.

*

*

*

Aku mengalami patah kaki sebelah kanan, bahu ku juga robek dan mengalami geger otak ringan di kepala ku. Tapi sepertinya itu tidak seberapa ketimbang dengan keadaan pria yang masih memejamkan mata nya di pembaringan ini.

Bayangan mata nya yang meredup di kejadian seolah sama dengan mata nya saat ini yang terpejam.

Tangan nya sangat dingin saat aku sentuh. Dan luka lebam yang memar memar disana tampak memudar oleh waktu. Pasti kondisinya sangat mengerikan saat pertama kali di rawat. Aku juga mengingat bagaimana ada 2 kawat besar mengoyak tubuhnya. Mengingat itu tubuh ku bergetar hebat. Aku saja masih belum bisa menggerakan bahu ku apalagi dia.

" Bangunlah Vi.. Bangun aku mohon. Ada hal yang harus kita selesaikan" Kataku dalam hati. Tangis ku semakin banyak dan rasanya aku tak tahan melihat nya seperti itu.

" Kak..

Suara Tasya di belakang yang mendorong kursi roda ku. Ia menggenggam tangan ku dan ikut menangis. Wajah ceria gadis ini seakan meredup juga.

" Bang Vian pasti segera menyusul kaka yang sudah sadar"

Aku mengangguk yakin. Vian lebih kuat dari aku dan ini pasti mudah bagi dia untuk segera kembali. Aku memprovokasi diri.

Kemudian Tasya membawa ku kembali ke ruangan ku. Di depan sana ada Arland yang  membungkuk dengan menompang lutut nya. Aku menahan kursi roda ku. Menyiapkan diri untuk bertemu dengan Arland. Kecamuk amarah yang tersisa seolah terkubur dengan waktu dan suasana hati saat ini.

" Kak.. Pacar kakak sangat setia menjaga kakak! Bahkan dia sangat sering membawakan kakak bunga mawar!! " Kata Tasya disana.

" Pacar?? "

" Dia mengenalkan diri pada Om Farid dan Ibuk sebagai pacar Kakak. Juga memberikan foto kebersamaan kalian! Padahal pria yang mau di jodohkan dengan Kakak juga ada. Waktu itu semua nya kaget dan bingung. Tapi! Kembali fokus kesembuhan Kakak Om Farid membiarkan nya menjaga kakak. Bahkan Tasya pernah melihat dia menangis di depan kakak dan mengatakan maaf berulang kali. "

Sungguh! Benar kah itu Arland? Dia menjaga ku? Dan mengakui dia pacar ku lalu meminta maaf saat aku belum sadar???

Ada ketidakpercayaan yang aku rasakan! Tapi terselip rasa haru walau hanya beberapa persen.

Aku melepaskan tangan dan roda kembali didorong Tasya.

Disana Arland berdiri menunggu ku. Matanya seolah tak berkedip melihat ku. Aku jadi agak linglung dan merasa gugup sendiri. Bahkan sedikit rasa aneh juga melihat perawakan Pria yang sangat cinta dengan dirinya itu seperti pria yang tidak mandi berhari hari. Wajah tampan nya tertutup oleh kumis dan jenggot yang agak memanjang. Pakaian nya pun kusut dan dimana rambut kebanggannya yang biasanya mengkilat hitam sekarang tampak berantakan juga sedikit memanjang. Aku seolah melihat gelandangan walau aura nya tetap sama.

" Kakak sepertinya kalian perlu bicara! Apa ga Papa Tasya tinggal? " Tanya Tasya berbisik.

Aku mengangguk. Lalu gadis itu berlalu di belakang.

Aku menjalan kan sendiri kursi roda ku dan berhenti didepan Arland.

Mata kami kembali bertemu walau sedetik aku sudah tidak kuat melihat sorot nya.

" Aku akan membawa mu kedalam" Katanya disana sarat akan kegugupan. Bahkan ia seolah kaku bergerak. Dan menunggu beberapa detik untuk benar benar berada di belakang ku. Apa ia cemas aku menepis bantuan nya? Walau sebenarnya aku enggan ia ada disini tapi aku tidak ingin memperlihatkan nya didepan keluarga ku didalam sana. Aku aku seorang wanita yang harus tau tata krama sebagaimana yang mereka ajarkan.

Roda ini pun berjalan pelan dan aku diam saja. Hingga kami masuk kedalam

Disana ada Ibuk dengan Farrel. Mereka terlihat tegang disana.

" Mm Farel.. Temani Ibuk ke ATM Di depan yuk" Kata Ibuk disana seolah ingin memberikan ruang untuk kami berdua.

" Malas ah! ibuk aja"

" Udah bawel. Sekalian kita beli ayam didepan..

Farrel segera melompat" Kalau begitu ayuuk"

Kulihat Ibuk melihat ku sekilas dan Arland. Hingga mereka benar benar meninggalkan kami berdua disana.

Aku merasa ruang oksigen disini menyusut.

Kurasakn Arland memutar kemudian ia melihat ku sebentar. Kaki ku masih belum bisa berjalan dan sepertinya ia ingin menawarkan bantuan disana.

" Aku akan mengangkat mu ke atas" Katanya disana terlihat ragu.

Tidak ada pilihan selain menerima nya. Aku mengangguk dan tangan nya berada di bawah lututku. Lalu tangan satunya menyusup dibawah lengan tangan ku. Aku mengerang rasa sakit yang membuat ku rasanya ingin menangis saat ia mencoba mengangkatku, cedera si bahu ini yang sangat sakit.

" Apakah sakit? " Tanya Arland dengan cemas.

Aku mengangguk pias merasakan rasa sakit yang luar biasa ini.

" Tahan lah sebentar.. "

Aku menahan nafas dn mengangguk  lalu dengan pelan Arland mengangkat ku lagi  dan dengan cepat ia memindahkan ku dari kursi roda ke tempat pembaringan. Aku merasa tenaga ku seolah terkuras lagi disana. Kulihat ia dengan hati hati meletakkan botol infus dan tali infus yang melilit.

" Terima kasih" Kata ku membuat nya tersentak. Ia melihat ku dengan enggan seolah sedang berhadapan dengan pencuri saja yang merasa bersalah. Setelah ketahuan mencuri.

" Terimakasih juga sudah menjaga ku" Kata ku lagi.

" .... "

" Aku sudah sadar dan akan pulih dengan segera! Kamu bisa per-

Tubuh ku menegang dan kaku walau ada rasa sakit dibahu yang menyekit tapi pasokan udara disini kembali hilang. Secara tiba tiba Arland malah memeluk ku. Bisa kurasakan ini bukan pelukan yang biasa.

" Jangan mengusir ku! Aku mohon! Aaaku.. Tidak akan berhenti mengunjungi mu! Merawat mu! Aku ingin melihat mu sembuh.. Boleh kah..

Aku berusaha mengurai pelukan nya. Tapi ia menahan nya. Kurasakan juga ia menghirup aroma ku disana.

" Aku sudah merawat mawar kamu yang mati! Aku juga pasti bisa merawat mu dengan baik"

Apa! Mawar.., aku teringat dengan pot bunga mawar yang kutinggalkan 1 di apartemen nya. Apakah ia menyadari keberadaan mawar itu juga akhirnya! Lalu bukan nya dia sangat alergi bunga. Apakah ia sungguh mehidupkan mawar itu lagi dan mengenyampingkan alerginya.

" Arl...

" Fayza.. Aku mencintai mu"

Deg!!!

Rasanya ada desiran hebat yang memenuhi perut hingga rahang ku. Menggelitik juga memberikan efek syok.

Mata kami kembali bertemu.

" Aku bersalah dan sangat menyesal. Aku bukan pria yang baik ! Aku tidak pantas untuk kamu! Tapi aku tidak bisa kehilangan mu !! Fayza mohon maafkan aku.. Maafkan aku yang menyakiti mu! Wanita diluar sana bukan apa apa bagiku! Aku memang lelaki baj*ngan tapi aku sudah menyesal. Aku mohon beri aku kesempatan"

Aku terdiam mendengar rentetan kata-katanya sungguh benarkah ini Arland?? Perkataan nya terdengar sangat tulus dan penuh penyesalan. Aku meneguk air liur ku sendiri. Kurasakan ia mengurai pelukan nya sendiri dan duduk seperti jiwa yang hilang. Aku hanya diam tanpa mengatakan apa apa. Beruntung Ibuk dan Farrel muncul. Dan seolah tau diri Arland melepaskan pelukan nya dan kembali bersikap normal. Dan 15 menit kemudian ia pamit pulang mungkin merasa aku tak begitu menghiraukan nya.

" Fayza .. . .

Ibuk menghampiri ku. Aku tau ini pasti ada hubungan nya dengan Arland, sejak aku mengacuhkan Arland Ibuk seperti tidak nyaman.

Aku menoleh pada Ibuk yang diam beberapa detik sebelum ngomong " Kamu dan Arland? Benaran pacaran?? "

Kalau aku bilang tidak. Aku juga tidak nyaman dengan pandangan Ibuk ke Arland. Biar saja urusan ku dengan nya aku yang urus.

" Saya sudah menganggap nya berakhir Buk" Sahut ku.

Ibuk kalau lagi ngomong bedua dengan ku tidak terlalu menyek menyek. Beda kalau ada Papa dia akan menjadi sangat cerewet. Mungkin karena respon ku yang biasa saja. Tapi kali ini Ibuk tampak ingin bicara dari hati ke hati. Terlihat wajah serius nya ketimbang pekikan cempreng nya yang membahana.

"Sayang sekali! Kelihatan nya dia baik dan sangat peduli dengan kamu Fay...  Dan dia juga bilang sama ibuk kalau dia melakukan kesalahan terbesar pada kamu! Dia terlihat menyesali nya dan juga asal kamu tau selama kamu di rawat dia tidak pernah beranjak dari ruangan ini. Kecuali pulang mandi itu pun hanya sebentar! "

Aku diam saja. Cerita Ibuk seolah menggambarkan bagaimana Arland menyesali perbuatan nya dan sangat peduli dengan ku. Ya tidak bisa dipungkiri aku ada rasa senang juga. Tapi hal lain lebih membuat ku tidak tenang. Yaitu mengenai satu malam ku dengan sepupu mesum ku itu. Kalau di ingat malam itu 2 minggu dari hari ini. Kalau aku hamil pasti sudah terdeteksi oleh Rumah Sakit. Hanya saja waktu nya rentan muda dan bisa saja belum diketahui. Atau memang tidak ada pembuahan. Menunggu masa menstruasi ku lewat mungkin itu cara ampuh untuk mengetahui adanya kehamilan atau tidak. Dan baru aku berani memutuskan kemana hubungan ku dengan Arland.

" Kamu jangan terlalu mengabaikan nya Fayza. Seberapa salah seseorang dia berhak mendapat maaf! Apalagi kita hanya manusia ya kan! Kalau hubungan mu mau bagaimana itu terserah kalian. Lagian ada Gavin yang juga tetap menunggu kok"

Kulihat cengiran Ibuk yang mulai melantur keseriusan nya.

" Mas Gavin baik Buk. Tapi dia cocok nya jadi teman saja! Kasta kita berbeda dengan nya! Dan saya hanya wanita biasa ga mau cari yang dari ningrat!!"

Ibuk malah mendesis dan menyipitkan mata" Hah.. Kamu ini.. Kalau orang suka mau ningrat mau ningrum apa mau dikata! Pokok nya dua kandidat ini kamu pikirkan baik baik Fayza! Mereka seperti nya punya bibit unggul dan Ibuk juga tidak mau nunggu lama lama...

" Fay ngantuk Buk" Aku segera memiringkan badan memilih menghindar dari nasehat Ibuk yang ujung ujung nya juga meminta ku menikah cepat.

" Nah lho kan. Kamu selalu bisa kabur dari pembiacaraan. Tapi ya sudah lah. Kamu lagi sakit juga"

Ku dengar suara dengusan ibuk hingga aura nya yang menjauh.

" Farrel. Kalau Papa kembali kasih kartu ATM nya, ibuk mau ke tempat Tante Lily dulu"

Aku segera memejamkan mata. Tubuh ku rasanya masih sangat lelah. Sekilas aku malah memikirkan Vian dan bayang bayang malam itu juga terlintas. Aku sudah mengingat nya. Aku lah yang memaksa nya dan aku lah yang sangat agresif. Dan yang tergambar di otak ku sekarang adalah tubuh Vian. Sepupu ku yang ada di atas ku waktu itu. Nafas nya dan bibir nya seolah membekas saat ini.

Dada ku rasa nya merengek ada desiran yang naik kepermukaan. Membuat rasa panas di mana mana. "Bagaimana ini. Bagaimana kalau aku hamil dengan Vian. Kami tidak ada cinta sama sekali... " Sungut ku dipenuhi rasa kecewa, perih dan marah.

Yang tadi nya menangisi Vian belum bangun dari Koma aku malah ingin mencekik nya agar cepat bangun. Agar bisa menjealaskan semua nya kesemua keluarga. Aku tidak mau dia masih koma dan aku hamil. Aku bisa di bunuh Papa seorang diri!

*

*