Chereads / One Night with a pervert Cousin / Chapter 18 - Delapan Belas

Chapter 18 - Delapan Belas

" Plak..

Aku menampar nya kali ini.

Vian sudah sangat keterlaluan. Apa ia tidak mengerti peringatan ku kemaren dan ia masih menganggap ku sebagai seorang sodara!

Tamparan ku cukup. Keras sampai pipi nya langsung mencetak 5 jari ku. Merah! Kuteguk air liur. Aku sadar aku terlalu implusif tapi ini anak memang harus tau etika.

" Kamu jangan anggap ini masih di luar Negeri ya Vi! Aku cukup bersabar dengan tingkah  ga sopan kamu! " Maki ku lalu segera beranjak dari sana.

Aku kesal bukan main. Dia pikir aku ini lelucon apa. Bukan nya sama sodara itu harus menjaga sikap! Bukan sembarangan terus.

Aku tidak tau kemana kaki ini kabur. Asal pergi saja dari hadapan nya.

Tau tau aku malah menuju belakang rumah itu yang ada kolam renang kecil nya. Juga ada Jacuzzi nya. Lampu taman kecil disana terlihat menghidupkan suasana. Di alam terbuka ini terlihat sangat bagus. Tapi hati dongkol ku masih belum redup

Kudengar suara pintu digeser.

" Yaaach marah deh" Anak itu mendekat. Apapun alasan nya aku saat ini sangat marah padanya.

" Maaf deh habis bibir nya menggoda sekali Fay!! Lembut juga ada manis-manisnya..

Aku meneguk air liur mendengarnya. Walau marah aku malah mengingat bibir Vian yang juga lembut terus terasa menguasai sesuatu yang membuat otak ku beku. Tidak bisa berpikir jelas.

Aku bersedekap membelakangi nya. Angin disana juga lumayan kenyang. Dengan gaun seperti ini membuat roknya kesana kemari.

" Maaf ya. Tadi itu khilaf!! " Aku merasa Vian tepat di belakang ku. Suara nya sudah tidak ngeyel tapi aku masih belum terima.

Aku maju selangkah karena nafas nya mengganggu kulit ku yang serasa ada efek kejut listriknya.

" Duuh masih marah. Jangan ngambek doong! Hy Fayza Haliza.. Alvaro! Jangan marah lagi yaa sakit hati abang!! "

Spontan aku mendelik ke belakang. Nama ku ada tambahan lagi. Ini anak saraf nya beneran udah putus kali ya!!

Entah karena aku memang ceroboh atau ada yang mendorong ku. Tiba tiba saja tubuh ku terhuyung terbawa angin.

Byuuuurrrrrr

Aku langsung nyebur begitu saja ke kolam air dingin.

Aku tenggelam ke dasar sana yang ternyata cukup dalam.

Kulihat sekilas ada bayangan orang ikut nyebur. Aku mengerjap ngerjap. Tapi hidung ini malah kemasukan air. Badan ku rasanya jadi berat dan berat gaun ini juga mempengaruhi berat badan ku.

Tangan ku berupaya untuk mengapung aku merasa pasokan udara ku sedikit hingga pinggang ku ditarik keatas. Dejavu!

Lalu kami muncul di permukaan. Kulihat Vian memang yang menolong ku emang siapa lagi? Toh kami cuman berdua.

Ia menggiring ku ke tepian. Dan tubuh ini rasanya menggigil hebat. Malam malam nyebur. Siapa yang tidak menggigil. Kulihat Vian juga sama. Badan nya yang basah kuyup kedinginan.

*

*

Aku berbalik saat Vian muncul dari kamar mandi dengan hanya handuk melilit di pinggang nya. Rambut cokelat nya masih meneteskan air. Bibirnya terlihat sangat merah, aku malah tambah gugup melihat bibir itu.

Hairdryer ini cukup menjadi bahan ajang kikuk ku. Sebisa mungkin aku mengeringkan rambut ku dengan cepat. Dan baju ku yang aku pakai malah baju kaos nya berwarna putih. Ga ada celana panjang. Lemari Vian masih kosong. Ini pun kaos dalaman nya entah baru atau bekas pakai. Tapi masih wangi saja DAN aku malu menghadap kearah nya. Aku tak pakai CD-Bra!! Rasanya mau nangis. Jelas disini ga ada pakaian dalam wanita lalu aku malah kecebur. Aduh!!

Dengan cepat aku merayap ke dalam tempat tidur. Menutupi badan ku dengan selimut. Ku awasi dia disana dengan tajam. Cukup takut dengan keadaan mencekam ini! Apalagi aku yakin dia disana juga tidak pakai apa apa. Tadi aku sudah cek isi lemari nya benar benar kosong. Tapi melihat punggung lebar nya disana malah keingat mimpi tak berfaedah itu. Ada tatto kecil di punggung nya. Bayangannya malah membuat ku masuk ke mimpi itu lagi. Tatto nya kenapa sama. Bahkan aku tidak pernah melihat sebelum nya.

Di kolam renang rumah Om Andhika kemaren aku tidak ada melihat sampai kesana. Lalu kalau versi Vian Remaja dia  masih ga ada tatto nya.

Aduduh...

Sekelebat mimpi itu kembali mengarah yang lebih jelas.

Aku mengingat aku berada di bawah pria ini. sepupu ku sendiri lalu kamar itu kamar yang.

Darah ku menyusut. Jantung ku seperti habis di pukul pakai palu.

Aku ingat kamar ditempat kejadian mimpi itu. Sama persis dengan kamar hotel saat aku mabuk pasca Malam memergoki Arland selingkuh!

My God !!!!

Aku tidak mungkin!! Ku genggam erat selimut disana. Mata ku masih awas melihat Viand disana yang bolak balik.

" Fay..

Mendengar nama ku di panggil aku langsung melejit kaget. Rasanya jantung ini mau keluar.

Vian medekat spontan aku langsung teriak.

" Jangan kesiniiiiii

Ia berhenti melihat ku bingung

" Jangan mendekat dalam radius 3 meter. . . Sana mundur lagi"

Ia menurut dan melangkah mundur. " Baju nya akan aku keringkan dulu. Kamu mau bagaimana? Beli baju saja atau nunggu kering? "

" Beli beli. Aku mau pulang " Sahut ku disana dengan mata ogah ogahan melihat padanya.

Bahkan aku tidak peduli ia akan tersinggung atau tidak. Saat ini aku masih di dalam jiwa labil. Mimpi vs kenyataan sangat 99%. Tapi aku takut menanyakan nya pada Vian. Aku takut ia akan menjawab apa. Aku..

Tidak mau menerima kenyataan kalau ku sudah tidak perawan dan itu sama Vian. Sepupu sendiri.

" Baiklah istirahat saja dulu" Vian berbalik dan keluar dari sana. Aku segera turun dan lari mengunci pintu kamar itu jantung ku masih berdetak kencang. Rasanya baru lolos dari kejaran monster dan aku sangat takut.

Sekitar 20 menit pintu di ketuk. Aku melejit lagi.

Tak ada suara di luar. Perlahan aku menuju pintu dan mewaspadai jarak pintu dengan rantai penyambung pintu.

" Nih.. Pakai lah" Ia menyelipkan bungkusan yang berisi baju

Aku segera mengambil dan menutup pintu lagi.

Bungkusan itu segera aku buka.

Isi nya ada celana dalam, bra dan dres tebal. Tanpa pikir panjang aku segera mengganti baju yang sekarang dengan semua itu.

Setelah itu aku langsung keluar.

Vian tak ada di depan. Aku mengitari tempat itu  dan ternyata di di balkon atas. Sedang mengeringkan semua pakaian yang basah dan pakaian ku juga ada. Bahkan bra dan celana dalam sudah ia jemur. Melihat itu rasanya mata ku mau jatuh. Malu plus tidak nyaman. Tapi kulihat ia santai saja melakukan semua itu. Hingga ia melihat ku. Aku langsung kabur dari sana.

Aku masih belum tenang juga dengan mimpi atau sebuah ingatan itu. Tapi aku belum siap mendengar dari Vian.

" Aku ingin pulang" Kata ku saat mendengar derap langkah nya di belakang. Vian sudah berpakaian juga. Ia lalu mengangguk dan seperti nya bingung dengan sikap ku.

" Fayza.. Kamu masih marah? " Tanya nya saat di perjalanannya.

" Menurut mu?? "

Sebenarnya aku sudah tidak terlalu marah. Tapi aku masih dilanda dilema tentang ingatan yang tidak tidak itu. Membuat ku merasa ingin menjauh dari Vian. Ada rasa takut dengan kebenaran dan ketidaksiapan.

" Jangan dekat dekat" Aku bahkan tak sadar mengucapkan nya. saat Vian mengulurkan tangan nya.

Setelah itu dia diam saja. Suasana nya benar benar canggung. Setelah sampai biasanya Vian ada mengatakan sepatah dua patah. Kali ini dia diam saja. Aku segera keluar. Belum dua detik mobil nya sudah melaju meninggalkan depan pagar rumah. Jadi sekarang malah kebalik yang marah itu siapa? Aku atau dia??

*

*

Jadi apakah bisa cek selaput dara?

Aku menggeleng kuat kuat. Itu hal konyol yang terus aku pikirkan selama 3 hari ini. Aku mau cek keperawanan ku benar benar sudah hilang atau tidak dan aku hanya berasumsi karena pengaruh stres. Aku bahkan menghindari Vian.

Aku tarik nafas. Bahkan kaki ku baru sampai di depan sebuah Restoran yang ada di Menteng. Aku bahkan tak terlalu memikirkan pertemuan perdana ku dengan pria anak nya Om Yusuf. "Gavin".

Ini adalah Ibuk yang atur tempat dan jam nya.

Aku sama sekali tak begitu fokus dengan pertemuan ku dengan sosok pria baru ini. Aku menganggpnya hanya untuk mencoba mengenal saja. Dijalani dan kalau memang cocok tak ada salahnya meneruskan. Tapi perasaan takut kembali muncul. Tentang aku dan Vian.

" Permisi"

Aku tersentak kaget saat pasangan di belakang yang mau masuk. Segera aku melangkah masuk kedalam sana.

Kali ini aku mengenakan dress maroon. Dan berpenampilan sederhana saja. Walau Ibuk mencak mencak ingin aku seperti ke undangan Raka. Tapi itu kan ke kondangan masih wajar kalau pertemuan begini rasanya aku jadi ondel-ondel saja.

Suasana Restoran ini terasa hangat dengan penerangan lampu yang akustik. Di iringi music ringan yang enak di dengar.

Maka nya mengedar ke sisi kanan karena dia bilang ada di sebelah kanan. Aku sudah ada beberapa kali dapat pesan dari nya. Aku rasa di orang berbeda dengan Mas Gavin yang aku kenal. Karena nomor nya beda tapi entahlah ya.

" Dengan Nama Gavin. Mm pak Gavin" Kataku pada salah satu pramusaji disana.

" Oh. Iya.. Pak Gavin. Sebelah sini mbak.. " Perempuan ini menilik ku sebentar lalu mengarahkan ku ke arah satu meja yang berada di sudut.

Dikursi itu ada punggung pria yang lebar. Rambut nya hitan pekat  dan rasanya ada yang tidak asing.

" Terimakasih mba" Kata ku pada pramusaji ini.

Gadis itu tersenyum lalu pergi.

Aku mengenyahkan pikiran kacau tentang si selaput dara itu. Harus fokus dan bersikap baik pada orang baru ini dulu. Pikir ku. Segera melangkah dan menghadap ke depan pria ini.

Walau terkejut tapi tak begitu syok juga.

Dia Gavin yang sama.

Mas Gavin yang sudah aku kenal.

Dia tersenyum dan terlihat malu malu.

Ku tarik nafas dalam dalam. Kalau ini Gavin yang Pak Andre ceritakan. Berarti dia seorang Cendana. Ya tau sendiri keluarga Cendana ini tajir nya gimana. Rasanya ini salah alamat.

" Duduk saja Fay. Nanti aku jelaskan" Katanya disana dengan cepat menarikkan ku kursi diseberang ku.

" Terimakasih " Ucap ku lalu duduk normal disana.

" Mau pesan dulu? " Ia menawarkan setelah seorang waitress datang mendekat.

Aku mengangguk dan mencari makanan yang tidak terlalu berat.

" Sama in aja Mas" Kata Gavin disana.

Setelah waitress ini pergi. Kulihat Gavin dengan diam. Rasanya ada perasaan malu menyelusup. Gavin yang ingin mengenal ku adalah Gavin yang kemaren kemaren seolah meminta  bantuan ku untuk hal pekerjaan nya dan aku rasa itu bukan kebetulan.

" Maaf ya. Kamu pasti kaget! " Kata nya membuka suara. Ia mengulas senyum. Ada dua lesung pipit nya di sana. Pria ini memang Duda sugar. Wajah nya tampan dan terlihat matang, Benar kata Pak Andre. Apalagi aura Cendana nya sekarang kental di sana. Aku mendadak ingin kabur saja.

Aku mengangguk menyiyakan dan diam lagi. Rasanya jadi canggung kalau situasi begini yang dibahas bukan materi keuangan, pajak atau lainnya. Padahal sebelum nya masih bisa membahas dengan lancar.

Dan inilah aku sangat susah membaur diri dengan orang baru.

Dan Mas Gavin ini juga lebih pendiam dari sebelumnya. Beruntung pesanan kami datang dan  mati gaya yang tadi sempat terjadi mulai berkurang.

" Gimana keadaan Om Farid, Papa kamu? "

Tanya Gavin disela makan.

" Baik"

" Adik kamu yang dulu masih balita. Sekarang udah gede kali ya"

Aku mengangguk dan melanjutkan makan. Sungguh basa basi yang sudah basu. Dan aku lebih parah tidak bisa membawa diri kalau sama Arland sudah cukup lama mengenal walaupun dulu nya dia juga seperti sekarang. Aku pikir Arland akan minggat tapi dia cukup gigih hingga waktu yang lama untuk aku bisa membawa diri. Kalau sama Vian jangan ditanya. Dari orok mungkin kami sudah dikenalkan jadi aku juga lupa bagaimana akhirnya dulu sangat bergantung padanya. Hanya meranjak Smu dia sudah mulai punya teman teman brandal nya dan aku makin sadar seseorang bisa saja pergi dari ku. Dan itu memang terjadi Vian pergi sangat lama.

" Sebenarnya aku pernah melihat mu ke acara perkawinan anak Pak De Suleman, udah lama sih. Di Bekasi. Ingat ga? "

Aku mengangguk.

" Ya liat kamu aku jadi ingat dulu kamu pernah kecebur di rumah Om Yusuf. Dulu masih ga terlalu tinggi. Sekarang kamu tinggi juga manis"

Mendengar itu refleks bibir nya melengkung. Dan kulihat Gavin juga tampak menyengir.

" Tuh kan kalau senyum manis nya bertambah"

Boleh ga ya aku geer. Kalau Gavin yang bilang tingkat kegeeran nya lebih tinggi berbanding kebalik kalau Vian yang menggoda. Image suka merayu dan playboy plus sepupu doang sama sekali ga ada pengaruh nya. Atau Arland dia tidak pernah bilang aku cantik, manis atau apapun. Terus ini keluar dari Gavin. Pria status duda yang tampan juga kelihatan nya baik.

" Mas Gavin jago juga nya ngegombal" Kataku lalu tersenyum datar.

" Mas sih bilang apa adanya Fay. Ga ada maksud buat gombal. Oh ya.. Kamu udah coba Es Campur disini ga? Enak banged lho.. Mau coba?? "

Aku mengangguk lagi

Lalu Gavin memanggil pramusaji. Ia memesan pesanan yang ia rekomendasi untuk ku.

Kemudian 2  mangkuk sedang berisi Es Campur datang dengan 1 buket bunga mawar. Melihat benda itu aku tidak bisa menghentikan bibir ku untuk tersenyum.

" Menu tambahan? " Tanya ku pada pramusaji itu saat menerima buket bunga cantik itu. Kelopak nya segar segar dan aroma nya sudah ingin aku simpan dalam Paru-paru.

Pramusaji ini mengarahkan pada Gavin. Maksudnya itu dari Gavin.

" Terimakasih ya Mas Gavin. Mawar memang kesukaan ku" Kata ku sambil mencium bau nya.

" Iya.. Sama sama"

*

*

" Emm Gavin.. " Panggil ku dengan ragu. Ku cengkram kuat kuku ku di pergelangan tangan ku. Ada rasa ingin memperbaiki walau rasanya aku tidak tau hasil nya.

" Iya.

Bibir ku begetar. Aku gugup ini lebih sulit daripada berdebat saat rapat atau membantai mahasiswa.

" Maaf!

Aku semkin gugup melihat wajah kaget nya

" Maaf! Aku orang nya sangat kaku! Dan jelas tidak menyenangkan! Aku.. Harap kamu tidak menyesal "

Aku melebar saat kata-kata itu terucap. Aku ternyata bisa mengucapkan nya.

Dengan gugup aku melihat Gavin malah tersenyum lembut dan tertawa kecil.

" Kamu itu lucu ya! Aku pikir kamu banyak diam karena kecewa melihat ku! Tapi kamu lucu juga kalau malu malu begitu. Apa kata mahasiswa kamu melihat kamu begini"

Aku menggigit bibir bawah ya! Ini adalah kelemahan ku. Aku adalah wanita nomor sekian yang akan terdeteksi jomblo akut seumur hidup. Itu kalau Arland kemaren tidak mengakui ku!

" Kamu benar! Mereka akan memperolok ku kalau tau aku begini payah kalau bertemu orang baru"

" Its okey Fay! Pelan pelan saja. Jadi diri kamu sendiri janganlah dipaksakan" Umbarnya membuat ku berkurang kegugupan nya. Setidak nya apapun hubungan kami. Semoga Gavin mau menerima ku sebagai teman nya. Dia terlihat sangat baik dimata ku dan cukup dewasa.

Pulang dari pertemuan itu Gavin mengantar ku dengan mobil nya dibelakang. Ia juga ingin mampir tapi aku takut kalau Ibuk bakal nanya yang berlebihan. Jadi aku menolak nya dengan pelan. Lagipula aku masih belum siap kalau pertemuan ini jadi lebih serius. Aku sedikit perlu mengenal baik baik seorang pria sebelum dikecewakan lagi.

" Sampai ketemu nanti Fay.. " Gavin membuka kaca jendela dan mengulas senyum ganteng nya membuat ku kikuk. Dan mengangguk lalu ikut melambaikan tangan setelah mobil nya berlalu. Segera aku naikan lagi kaca mobil ku.

Nafas lega langsung nyoplos begitu saja. Mata ku melebar dan jantung ku rasanya berdetak gugup.

Ini memalukan meski umur sudah 25 tapi dalam hal beginian aku seperti gadis belia yang baru mengenal namanya sebuah pasangan baru.

Tok

Tok

Kaca mobil ku di ketuk. Aku kaget. Di luar ada seseorang. Kaca mobil kuturun kan.

Di sana kulihat Vian dengan  luka lebam dimana mana. Nafas nya juga ngos ngosan.

Aku segera membuka pintu dan tubuh nya langsung terhuyung kearah ku.

Tangan ku terasa berlendir. Dengan gugup aku angkat dan melihat cairan kental berwarna disana.

Vian.. Apa yang terjadi!!