Dia!
Kenapa disini!
Tubuh ku mendadak kaku. Apa aku berhalusinasi. Tapi aku cukup sadar. Beberapa detik aku terdiam dan dia memang Arland. Aura dingin terlihat di wajah nya walau ia menyebikkan senyum kecil.
Ia lalu duduk disebelah ku dengan tenang. Tubuh ku rasanya benar benar beku.
" Aku bahkan menunggu mu datang tadi malam" Ucap nya disana menoleh dengan mata mengintimidasi.
" Kamu terlihat baik baik saja" Sergah ku datar.
Ia tertawa kecil. " Aku hanya datang kesini sebentar untuk menjemput mu. Reaksi obat nya akan pudar sebentar lagi. Apa kamu mau pulang denganku?? "
Aku terdiam dengan bibir merapat. Mata ku bertemu dengan mata dalam nya.
Di bilang dia ada disana untuk menjemput ku??
Ada riak di benak ku. Mata nya seolah sangat menunggu jawaban ku dan kulihat juga tatapan itu ada tatapan kerinduan. Mata nya seperti berkabut. Apa aku salah? Apa aku salah bilang kalau kabut itu rasa rindu?
Aku merasa kepala ku berdenyut. Aku bahkan baru saja menangisi nya. Dan dia muncul dengan wajah seperti ini. Jauh dari dalam lubuk ini aku memang belum bisa mehapus nya begitu saja. Naif memang pengkhianatan nya tak sebesar perasaan ku padanya.
Dan sekarang aku goyah!!!
Tangan ku bergerak. Apa aku ingin coba sekali lagi?
Aku mengangkat tangan ku. Dan sudut bibir Arland seolah tersenyum.
Tapi tiba tiba tangan ku di tarik. Tubuh ku spontan bangun. Aku merasa sedang menabrak sesuatu. Kulihat Vian disana membekap ku dengan serakah.
Jantung ku langsung berdetak cepat saat melihat sinar matanya yang menggelap. Mata nya seolah memerintah ku diam dan itu sebagai pertanda aku berada di pengawasan nya.
Wajah yang selalu berbinar penuh cahaya terang ini terlihat gelap dan menakutkan. Ia berpaling kearah Arland disana.
Aku juga tak sadar tubuh ku masih menempel di badan nya. Seperti boneka Teddy Bear besar.
" Ada apa dengan loe Bung. Mau jemput Fayza! Dia sama gue! Loe berani nyentuh dia. Loe dalam masalah.. "
Aku segera mendorong Vian. Aura nya kuat sekali. Dan ancaman nya akan membuat Arland tersudut. Apalagi Vian sampai menunjuk muka Arland.
Dan itu cukup membuat perhatian orang teralih kearah kami.
" Jangan kacaukan acara Raka Vi! " Kata ku mengingatkan. Aku seperti sedang mendorong batu. Tubuh nya kuat sekali.
Ku tatap mata gelap Vian disana yang seolah bukan dia.
Kulihat di belakang. Aku bersyukur Arland masih tau diri tidak terprovokasi dengan intonasi Vian.
Hanya saja aku bisa melihat ketidaksukaan nya pada Vian sama besar nya dengan kemarahan Vian
" Kita pergi Vi..
Aku menggunakan tangan ku untuk merengkuh nya dari sana karena dia benar benar kuat.
Tubuh nya mulai bisa di dorong. Dengan cepat aku bawa Vian jauh jauh dari sana. Menebus beberapa tamu hingga keluar dari Room tempat acara itu. Makin kesini ia makin enteng di dorong.
" Begitu dong peluk erat " Aku terdiam badan ku berhenti. Kulihat kedua tangan ku yang memeluk nya sambil mendorong mundur laki-laki dari sana. Segera aku lepas tangan ku. Rasanya ada hawa panas di wajah ku. Apa tadi aku memeluk nya seperti sebuah pohon lalu mendorong nya dalam belitan tangan ku.
Ya ampun orang-orang pasti tadi melihatnya.
Aku memukul bahu nya dengan keras menutupi rasa malu yang luar biasa. Kulihat matanya sudah jernih kembali. Seperti mata anak kucing yang minta diberi makan.
" Kamu nakutin tau ga"
Dengan cepat aku menjauh dari sana! Sesaat aku ingat saat melihat Vian memukuli siswa lain saat tawuran dulu. Kuingat mata yang sama. Gelap dan seolah tak sadar dengan apa yang ia perbuat dengan kepalan nya yang sudah ia lilitkan duri. Vian kala itu nyaris mengahancurkan wajah orang.
Aku sangat mengingat kengerian dulu. Dan rasanya sama seperti tadi.
Nafas ku buang dengan berat.
" Mari pulang" Vian melintas dengan langkah lebar. Ya tentu pulang mau apa lagi. Lagi pula di sana ada Arland.
Kenapa dia kesini juga. Tamu undangan kah atau memang untuk menjemput ku??
Apa maksud nya? Hah!!
" Jangan melamun. Buruan pulang.. Mau aku gendong? "
Aku tersentak disana Vian sudah membungkuk siap siap mengangkut ku. Aku langsung kabur dari nya. Yang kudengar hanya suara tawa nya yang lebar.
Nafas ku sampai tersengal sengal saat masuk kedalam mobil. Kemudian Vian menyusul dan segera keluar dari area itu. Kulihat wajah nya cukup serius melihat kedepan sana. Alis nya saling bertautan.
Aku mendehem keras dan ia rupanya tersentak.
" Kamu jangan gitu lagi dong Vi! " Kata ku dengan memelas.
" Gitu yang mana? " Tanya Vian melirik ku.
" Tadi kamu sama seperti dulu! Ingat kan kamu mau di masukin bui karena nyaris ngancurin wajah anak sekolahan lain itu. Yang tawuran itu" Cicit ku.
Tapi yang aneh dia malah menghitung jari nya.
" Woooaah lebih 10 kata.. Hebat Fay..
Aku kesal lagi lagi dia seperti itu. Bahu nya aku pukul pukul. Lagi ngomong serius juga.
Dia nya malah ketawa ketawa aja. Dasar!!!
Sesaat tawa nya memudar Vian menekan nekan klakson didepan sana dengan gusar. " Kalau terpancing emosi ga ada yang tau Fay. Kecuali...
" Kecuali apa? " Tanya ku penasaran.
" Ada obat penawar nya. Bentar juga ilang kok..
Hah? Aku melihat nya bingung. Ada ya obat penawar emosi. Emang racun gitu.
" Coba deh kamu kalau liat aku marah seperti tadi cium disini langsung hilang marah nya" Ujar nya dengan menepuk nepuk bibirnya dengan jari. Aku terperangah dan melihat nya gusar " Nggak!! "
Dia malah langsung ketawa lagi. Tuh anak otak nya pada dimana ini Indonesia cium cium di daerah bibir itu ga seumum di luar sana. Tapi dia ini memang bebal banged. Sudah tau sepupuan malah saranin ciplok ciplok.
Mobil melaju dengan cepat aku tak tau dia mau bawa kemana lagi. Kalau pulang rasanya tak mungkin jalur nya beda.
Tapi makin kesini aku mulai ingat itu jalan menuju rumah Vian.
" Mantan kamu bikin makan ku gagal. Temenin aku makan bentar ya" Katanya disana lalu keluar begitu saja setelah memarkirkan mobil nya.
Aku segera menyusul nya. Dan setelah masuk ada warna berbeda. Kemaren malam masih banyak yang kosong sekarang sudah terisi perabotan. Bahkan udara nya lebih bersih ga pengap kayak tadi malam. Malah wangi bunga bikin otak jadi segar.
Vian menuju dapur dan disana juga sudah lengkap peralatan masak nya. Ia membuka kulkas dan mengeluarkan satu-satu bahan disana yang tampak segar segar. Apa dia akan memasak lagi. Sesuatu yang tidak di sangka adalah Vian jago memasak. Steak buatan nya kemaren sangat lezat. Dan dia terlihat lihai dalam berjibaku dengan alat alat dapur.
" Mau aku bantu? " Tanya ku menawarkan diri.
" Boleh.. "
Ia lalu mengambil sesuatu dalam celemek dan memakai 1 untuk nya. Ada tulisan H disana.
Lalu ia membuka 1 celemek lagi kulihat ada ukiran huruf "W" dan mengalungkan nya di leher ku memutar badan ku lalu mengalungkan tangan nya di pinggang ku dari depan mengikat tali itu dengan lambat.
Srrrk.
Sesaat bayangan mimpi ena ena itu malah melintas. Aroma tubuh yang sama apalagi saat kulit tangan nya bersentuhan ditangan ku. Panas tubuh ini serasa sama dengan pria di dalam mimpi itu.
Seperti mencoba mengingat mimpi panas itu jantung ku bertalu cepat bahkan makin memusatkan pikiran wajah nya semakin kesini semakin terlihat. Siluet nya kenapa malah menyerupai Vian. Nafas ku langsung tercekat. Syok!!
" Eeh.. Kamu ga papa..
Aku kaget kaki ku melemah. Dan Vian memamapah ku. Spontan aku menepis nya. Ada rasa aneh menyusup. Seolah merasa persamaan pria dalam mimpi itu dengan Vian dan itu membuat ku refleks menolak bantuan nya.
" Sorry. Aku...
" Kamu baik baik saja? Kalau ga sehat mending duduk saja! Biarkan aku yang masak" Katanya disana malah mengusir ku.
" Kalau mau tidur juga silahkan. Masuk kamar. Bobo yang nyenyak..
Aku tidak menuruti saran nya yang kedua. Aku duduk di kursi tinggi disana dan melihat Vian sibuk mengurusi bahan disana. Ia terlihat serius dan detail membersihkan bahan bahan disana dari mengupas bawang, mengutili buntut cabe sampai sisik ikan yang masih ada ia bersihkan berulang ulang.
Aku terus melihat Vian sibuk sendirian disana. Tangan nya tampak terlatih dan tentu caranya memegang pisau tampak sudah biasa.
Dalam pikiran ku bersemat dengan bayangan mimpi aneh disana yang terasa nyata. Apa yang terjadi. Kenapa bayangan pria itu sangat menyerupai Vian.
Beberapa kali mengendik dan mengindahkan. Melihat Vian bergerak disana. Kepala nya tangan nya dan leher nya sangat persis siluit pria bereajah buram di mimpi ena ena itu.
Hufff.. Kami tidak mungkin melakukan nya! Dan ini dengan Vian. Impossible!
Kepala ku terus berputar putar.
Sekali lagi aku gagal berpikir kali ini. Sudah lah... Makin di pikir makin pusing kepala ini. Lagipula mimpi dipikirin!
Hidung ku lalu mencium aroma wangi. Dan suara desiran minyak yang beradu dengan spatula. Kulihat Vian disana kembali beraksi. Ia terlihat berbeda kalau memegang spatula. Bukan ngondek ya tapi malah seperti Mr. Chef yang sudah profesional.
Ada warna berbeda kalau ia seperti itu. Kalau gadis normal pasti sudah termehek mehek melihat Pesona Vian yang kelewat manis. Sayang nya aku punya zona yang terbatas untuk kepincut pesona Vian.
Yang pertama Vian itu memang playboy. Kedua suka merayu plus tukang gombal. Ketiga kata kata nya itu semua kamuflase. Ga bisa di ambil hati dan keempat yang terakhir paling pentinh kami ini zona sepupu. Ya walau sudah ia terangkan sepupu masih halal tapi ia juga bilang kami punya cinta masing masing seolah mengatakan kami memang hanya sebatas sepupu.
Aku lebih iri saja dengan pasangan Vian kelak pasti beruntung punya suami yang jago masak dan pinter menghibur. Anak nya pasti juga bandel plus cakep cakep. Ga kebayang giman warna rumah tangga nya pasti ga ada kata bosan dengat guyonan garing nya.
Aku berdecak kenapa malah mikirin masa depan orang.
Masa depan sendiri saja masih tidak jelas.
Pluk
Tau tau jidat ku ada yang ngelempar. Kulihat bawang merah menggelinding di meja. Dan jidat ini rasanya perih. Ya ampun Vian.. Tega juga ngelempar orang paki bawang.
" Jangan melamun. Ini sudah siap. Kamu mau minum apa?? "
Aku terperanjat. Kulihat disana ia sudah selesai memasak. Dan ikan segar yang tadi ia bersihkan sudah disulap menjadi sepiring ikan dengan saus menggiurkan disana. Vian juga memberikan hiasan di samping nya ikan itu terlihat semakin cantik.
" Apa saja" Jawab ku sembari berdiri tidak enak hanya diam saja.
Kulihat rice cooker disana. Dan mengeluarkan isi nya lalu menyajikan 2 piring. Padahal tadi tidak minat makan tapi karena Vian yang bikin. Aku mendadak lapar. Aroma nya juga sebegini kuat.
Sekarang dia sudah duduk diseberang ku. Dengan 2 porsi kecil kue cokelat yang entah dari mana asal nya. Kalau tadi bikin nya ga mungkin waktu nya ga cukup. Kecuali dia bikin sendiri sebelumnya atau membeli nya.
" Apakah segini? " Tanya ku pad takaran nasi untuk ia makan.
Pria itu yang senyam senyum lalu mengangguk. " Ya itu cukup"
Aku melihat nya singkat. Kenapa dia senyum senyum begitu?
Dasar aneh!
Aku segera memberikan nasi nya.
Dan makan makan ini memang sesuai dugaan ku. Enak. Bumbu ikan nya pas dan saos teriyaki nya juga lezat.
" Kamu suka memasak? " Tanya ku.
" Ga cuma nyiapin jadi seorang suami yang siaga aja" Jawab nya disana sambil menyuap makanan terakhirnya.
Aku melihat kedua alat makan disana diletak apik. Vian lalu menuang segelas air mineral dan meneguk nya sampai habis. Jakun nya naik turun berirama. Aku mengalihkan mata ke bawah. Apa saja yang dikatakan Vian selalu menyangkut persiapan dia untuk menjadi seorang suami. Aku rasanya ada sedih dan bahagia juga menyelingkupi. Seorang Vian yang pecicilan ternyata begitu menginginkan keluarga kecil nya.
"Aaaah segar sekali. Juga kenyang.. " Seru nya disana.
" Kalau mau nonton tv. Tonton saja. Banyak film juga disana " Katanya lagi sambil berdiri dan mengambil alih piring kotor.
" Ga perlu! Aku yang bersihkan" Kata ku mencegat tangan nya.
Ada yang aneh. Aku buru buru melepas tangan ku. Kuliht ia tertawa kecil dan tetap membawa piring kotor itu ke wastafel.
Aku tidak mau numpang makan doang. Gelas kotor ikut aku angkut kesana.
" Nih. Cuci yang bersih" Vian memberikan ku sarung tangan juga sabun pembersih. Tapi dia nya juga ikut mengenakan sarung tangan yang lain. Stok nya banyak jugam semua nya serba 2. Dan ada embel embel tulisa H juga W.
" H itu apa? Ini W juga apa? Tanya ku heran membentangkan sarung tangan pink.
" Itu bahasa luar nya Wife.
Ini bahasa import nya juga Husband"
Aku tertawa singkat. Sebegitu nya Vian menyiapkan semua nya. Dan ini konyol sekali. Viam si tukang rayu ini bisa juga sok kinyis kinyis.
" Kenapa ketawa? " Tanya nya disana mulai menggosok piring itu dengan sabun.
" Ga! Berasa Bucin tau ga... ! Melviano Andhika Alvaro ternyata alay juga ya. Hahhaaa"
Aku sungguh tidak bisa menahan tawa. Dan mulut ku malah di tepuk dengan sabun.
Bleeh bhaaa. Tu sabun rasanya pait. Ku sembur sembur dengan susah payah mau ngelap pakai tangan. Ini tangan sudah pakai sarung. Pakai baju. Duh sayang kan. Yang ada aku langsung melap sisa nya dengan baju nya.
Vian langsung terperanjat misuh misuh noda merah alias lipstik ku sudah berantakan menodai kemeja mahal nya.
Jidat ku didorong didorong dengan siku nya.
" Jorok banged sih aaah" Dumel anak itu. Aku hanya ketawa saja. Habis dia duluan masa mulut ku di jejal busa sabun.
Kucuci sarung tangan dan melepas nya baru bisa benar benar mehapus sisa sabun.
" Parah! Rasanya pait tau" Sungut ku segera beranjak dari sana dan mencicipi kue cokelat disana untuk menyamarkan rasa sabun. Ia hanya tertawa saja.
" Enak ga? Tanya nya setelah selesai merapikan cucian bersih.
Kue itu enak dan lembut dilidah.
" Yaa! Bikin? "
" Iya dong masa beli! "
Aku manggut manggut. Memuji keahlian Vian yang ini.
" Jadi kamu udah tinggal disini? " Tanya ku lagi.
" Kalau lagi bosan aja di rumah Bapak Andhika Sudrajat Alvaro. Siang main kesini. Kalau bobo masih dirumah Labirin itu. Ntar Nyonya besar Lily Alvari bakal curiga kalau ga pulang bobo dirumah. Pertanyaan nya ntar kayak pacar. Bobo di mana sama siapa? "
Aku geli sendiri mendengar nya. Bisa membayangkan bagaimana Tante lily mem brondong ke putera nya.
" Kedepan yuk! " Ajak Vian lagi.
Aku mengekori tuan rumah ini. Yang mampir dulu ke kamar tidur sebelah kanan. Disana juga sudah ada Ranjang King Size yang tadi malam aku pilih. Serta ada Tv juga sofa santai disana.
" Silahkan masuk Ratu. Jangan malu malu" Katanya disana. Aku memang cuman berdiri di depan pintu. Aneh rasanya kalau ikut masuk. Itu kamar privasi dia nanti sama sang istrinya.
" Aku kedepan duluan" Kata ku segera berpaling dan menuju ruang tengah yang sudah ada karpet bulu bulu lembut nya. Berwarna hijau. Saat ku tempati terasa masih perawan. Alias baru. Di depan sana Tv LCD yang besar. Ini seperti nya ruang keluarga yang santai.
Tau tau Tv itu hidup dan Vian melompat ke sebelah ku nyaris saja aku menipuk nya dengan bantal karena kaget. Ga ada jejak kedatangan nya dia seperti katak saja melompat lompat seperti itu. Badan udah gede tapi malah seperti bocah.
" Apa siiih" Katanya disana tetap dalam mode pura pura tidak jahil. Ia menekuri remote Tv disama dengan serius.
Aku sendiri jadi aneh kalau duduk dempetan dengan Vian seperti ini apalagi kulit nya kalau tersentuh ada getar listrik nya begitu. Aneh bin ajaib.
" Kita nonton bokep aja yuk"
" Plak" Aku memukul nya dengan bantal sungguhanm wajah nya langsung 1 biji kena.
" Jangan macam-macam! Aku laporin Nyonya Lily Alvaro lho. Punya rumah diem-diem" Ancam ku sukses membuat nya mingkem.
" Bercanda! Siapa juga nonton Bokep mending langsung praktek-
" Vian..
" Iya iya. Bercanda. Fayza Haliza Alvaro"
Aku mendelik kearah nya. Kenapa nama ku ada nama keluarga nya. Tapi seperti biasa si mulut asal ini membuang muka dengan acuh. Sesaat aku ingat ciuman kilat nya saat sesi foto tadi ditempat Raka.
" Vi..
" Hmm
Aku bingung bilang nya gimana. Kemaren juga sudah di tegor tapi seperti nya tetap jadi angin lalu Vian doang aku takut kalau dia terusan begitu nanti malah ga baik. Orang bakal salah paham terus.
" Jangan nyium aku lagi?!"
".... "
" Kita sepupu dan punya cinta masing-masing kan. Kamu juga mau merried kalau di lihat calon bini kamu bagaimana. Nanti jadi boomerang kamu Vi! Aku juga ngerasa ga di hargai banged. Sebagai cewek kamu seenak nyaaaaa- hmmmmmpp"
Aku kaget lagi lagi ia malah mendongak dan meraih tekuk ku lalu mencium ku. Lagi!!!!!