Chapter 7 - Tujuh

" Kenapa bengong saja. Kamu tidak ikut sarapan? "

Aku kaget dengan suara Arland di belakang. Tau tau tangan ku di genggam dan ia menarikan kursi untuk ku.

Gladys dan Chris sampai kaget lalu kulihat Gladys tersenyum singkat pada kami berdua.

Aku melirik kearah Chris. Pria bule ini tampak adem ayem disana dan dia tidak mengenakan baju. Hanya celana pendek. Walau badan nya bagus tapi aneh saja melihat orang baru topples begitu.

" Ini lezat. Apakah ini masakan kamu? " Pria bule ini melihat kearah ku.

Aku tak menyahut dan tersenyum. Aku hanya duduk dan mengambil tempat nasi.

" Menurut loe siapa yang bikin. Masakan Fay memang terlezat" Itu kata Arland mewakili jawaban ku. Aku hanya melihat nya sekilas.

" Ya. Tempe nya enak. " Timpal Gladys yang kulihat porsi makan nya hanya sedikit.

Aku hanya mengisi sedikit nasi dan makan seperti biasa.

Tadi sebelum aku datang meja ini tampak ramai oleh obrolan Gladys dan Chris sekarang bahkan tidak ada yang membuka suara lagi. Apa karena ada aku. Mereka jadi enggan bicara. Lalu ini rasanya seperti berada di tempat asing. Aku sangat aneh berada di antara  orang-orang ini seperti sedang di planet lain. Dan Arland pun terasa asing.

"Apakah. Kopi nya hanya untuk Arland? Tanya Gladys kearah ku.

Aku menatapnya balik.

" Kalau loe mau bikin sendiri. Titip segelas lagi" Timpal Arland disana.

" Idih malas sekali. Lebih ringkas kalau sudah tersedia seperti tadi. Ah kalo begini terus gue sih mau nih saban pagi ke flat elu Arl.. Bisa makan makanan gratis... Loe enak banged ya brasa di hotel. Di layanin mulu... 

Aku diam mencerna kalimat Gladys. Itu bukan ungkapan kekaguman dan rasa ingin nya tapi seperti sedang menyindir ku. Seperti aku sedang melayani Arland dengan sarapan dan pelayanan seperti hotel jadi secara tidak langsung aku dipandang seperti pembantu.

" Pembantu di rumah gue aja ga sedisiplin ini.. "

Tambah nya lagi.

Bugh...

Itu seperti kalimat pelengkap yang menyekit hati.

Aku melihat Gladys pedas  dan ia malah memberikan senyuman manis nya. Kenapa dia menyerang ku. Perasaan aku tidak ada berbuat jahat padanya. Oke nanti kita beri dia pertunjukan!

Lalu kulihat Arland yang mengesap kopi nya dengan santai. Apa dia tidak mengeluarkan kata kata untuk mengangkat derajat ku. Atau dia pikir aku memang seperti pembantu.

Kemudian ponsel ku berbunyi. ada nama Adista disana

Aku segera mengangkatnya.

" Iya..

" Fay.. Adakan materi yang kemaren kamu kirim. Aku kelupaan nyimpen. Pagi ini ada midtest. Dan sekarang lagi dirumah Bapak. Kalau balik ke rumah bisa telat ke kampus. Bisa kirimin lagi ga.. Plisss" Kata Adista disana dengan suara meringis.

" Ya. Aku kirimkan. Jam berapa midtest nya? "

" Jam 9 ini.. "

" Oh oke. Sebentar ya.

" Baik. Terimakasih Fay.. Kamu memang terbaik.. Byee..

Aku lalu mematikan telepon dan menekuri email ku. Arsip nya masih ada dan aku segera mengirim balik ke email Adista.

" Jadi loe ini dosen juga ya Fay? Kata Chris disana.

Aku mengangguk sambil tangan ku masih memegang ponsel. Memberitahu Adista kalau aku sudah mengirim nya.

" Waah hebat banged loe Fay. Dosen cantik kayak loe pasti banyak mahasiswa yang fans.. " Katanya lagi.

Dan entah kenapa pujian Chris ini membantu banged harga diri ku saat ini yang baru di tindas Gladys.

Aku tersenyum kearah Chris seolah mengatakan itu benar padahal mahasiswa-mahasiswi ku itu segan dengan ku. Aku kalau ngajar selalu serius dan sering ngebantai mereka dengan pertanyaan yang membangun sekaligus menjatuhkan bagi yang tidak bisa jelas mendapat malu. Apalagi materi keuangan tentu sudah membuat otak mereka kusut duluan.

" Wah.. Jadi sambil ngecengin anak didik loe dong Fay.. "

dan demi apa Gladys ini memang lagi mengibarkan bendera perang.

" Tentu tidak. Aku bukan wanita serendah itu.. " Sahut ku lalu mata ku turun ke baju yang ia pakai jelas itu milih pria.

Jelas telak senyum manis nya mengedur dan aku segera menyelesaikan sarapan ku dengan anteng.

*

*

"Arland... Gue nebeng ke kantor lagi ya...

Kata Gladys disana yang sudah mengganti baju nya dengan  baju yang lebih nyaman di pandang mata.

Dan kata kata nya tadi itu "lagi". Apa mereka sering berangkat bareng? Aku mulai merasa tidak nyaman.

" Gue bareng Fay. Loe sama Chris aja.. " Sahut Arland disana. Aku menjadi lega walau masih tersisa rasa sesak. Tapi ini aneh sih dia tidak pernah mengajak ku berangkat bersama lagi pula apa dia tidak memikirkan pamor nya kalau aku ikut dengan nya.

Kulihat Gladys merengut. Ia lalu menoleh kearah ku.

" Kalian kalau bareng ga takut digosipkan. Kemaren aja Fay di gunjingkan.. "

Ck! Aku di gunjingkan karena mereka menganggap tidak ada yang mau sama wanita kaku juga judes seperti ku. Sedangkan mereka akan memuji dia dan mamaklumi kalau yang datang dengan Arland itu dia. Hahaa memang lucu tapi Gladys memang benar.

" Aku bawa mobil sendiri! Kalau mau bareng aku saja" Kataku pada Gladys. Membuat wanita itu terperangah.

" Ooh oke. " Katanya kemudian.

Arland melihat kearah ku. Aku menatap nya masam dan aku segera beranjak dari sana.

Sepanjang perjalanan tak ada yang bicara antara aku dan Gladys. Bahkan aku perhatikan wanita ini malah melihat isi mobil sederhana ku. Aku tau dia risih ikut mobil biasa ini. Tapi aku mengacuhkan nya saja. Memang susah kalau princess yang biasa hidup glamor masuk kedalam mobil buluk milik ku.

" Jadi.. Sejak kapan kamu sama Arland pacaran?? " Tiba-tiba ia menanyakan itu

" Pacaran? Siapa? Tanya ku balik.

Alis Gladys naik sebelah. Aku memang tidak mau serakah aku dan Arland memang dekat bahkan seperti pacaran cuman aku juga tau diri kami tidak ada ikatan yang resmi. Bahkan pernyataan nya kemaren malah membuat ku merasa perlu introspeksi diri lagi.

" Bukan nya kalian pacaran. Kamu.. Sering banged kan nyiapin sarapan dia. Cek ini itu. Nyiapan isi kulkas dan..

Aku bahkan tidak tau Gladys setau itu. Apa Arland yang cerita, mereka dekat juga ternyata.

" Aku dan Arland sudah kenal sejak Smu jadi tidak ada yang salah aku melakukan nya" Jawab ku datar dan itu mampu membuat nya bungkam setelah itu dia tidak tanya apa apa lagi. Aku pun enggan menjawab pertanyaan nya rasanya aku seperti membuka penjelasan tentang aku dan Arland.

*

*

*

Pagi ini rapat mendadak. Ada proyek baru dan disini semua devisi sedang sibuk membahas anggaran dana. Tapi ini cuma rapat antar devisi keuangan dan Marketing saja. Aku cukup pelik berdebat dengan devisi Marketing yang dikepalai Gladys. Mereka berusaha membobol pengeluaran dengan alasan yang tidak relavan. Terlalu boros bahkan menurut yang sudah sudah banyak tidak sesuai dengan dilapangan. Dan ini saat nya aku membalas Gladys tadi pagi. Dia yang mulai jadi dia rasakan sendiri. Dia membanggakan dirinya yang cantik dan berijazah luar tapi saat berdebat aku rasa jiwa dosen ku yang killer bisa membuat nya malu didepan anak buah nya.

" Ini terlalu besar.. Harga iklan masih bisa di minimkan..

Cecar ku melingkari point demi point dan di layar sana banyak tanda merah yang aku lingkari.

" Perusahaan Tohama lebih bagus dari iklan perusahaan ini. Perusahaan ini terlalu boros!  Hasil nya juga sama saja!

" Ini kalau sudah temui saja pak Rizwan di bagian pemasaran perusahaan Golden SDR, nanti aku ajukan surat"

Dan banyak lain nya aku turun kan harga harga besar disana dengan harga yang masuk akal.

Pada Devisi Marketing tampak grasak grusuk. Mereka pasti kesal. Tapi aku tak peduli sedangkan anak buah ku tampak tak berani melihat kedepan sana. Seperti nya mereka dapat pelototan dari anak anak devisi Marketing. Di sebelah ku. Pak Andre senyam senyum saja. Mereka dipihak ku karema karena kami memang tim Audit juga.

" Miss Fay.. Seperti nya anggaran mereka kebanyakan disunat. Miss Fay dendam kesumat apa sama Jeng Gladys? Bisik Pak Andre sambil terkekeh.

Aku hanya tersenyum singkat dan melihat mearah Gladys. Biasanya aku tidak terlalu mengomentari kelebihan pengeluaran yang mereka ajukan. Tapi benar kata Pak Andre ada dendam kesumat jadi sekalian saja di bantai. Pembalasan tadi pagi.

" Ini terlalu kecil. Kami perlu dana operasional yang memadai. Pak Arland.. Bapak kan tau sendiri. Di lapangan tidak sesuai dengan yang di anggarkan" Gladys mulai menuju pada Arland yang ditengah sana dari tadi diam saja mendengarkan dakwah panjang ku.

Gladys memelas disana. Apa dia mau menggunakan cara picik agar Arland menyetujui nya.

" Pendapatan tahun ini sangat menurun dari tahun sebelum nya. Ini bisa menjadi bomerang anda Pak Arland. Kalau sampai investor mengkritik anda tau sendiri" Kata ku memperingati. Aku menatap Arland dingin. Tidak tau kenapa aku masih kesal juga dengan nya dengan kemaren dan hari ini.

Arland diam sejenak. " Baiklah Mba Gladys revisi ulang anggaran nya.

Aku tersenyum simpul lalu bersandar dengan wajah polos melihat keseberang sana tampak jelas Gladys terlihat masam.

Meeting lalu selesai. Tapi di luar aku malah ditahan Gladys.

" Kamu tau kan. Kalau penawaran ini dengan siapa. Perusahaan besar kalau terlalu minim anggaran bisa mempengaruhi keberhasilan nya"

Aku menjauhkan tangan Gladys yang menahan bahu bawah ku.

" Kamu kan kaya! Tinggal pikir sendiri pakai uang sendiri" Sahut ku enteng.

Mulut Gladys menganga tidak percaya, aku lalu berlalu dari sana. Diba mengekori ku dengan cepat diringi anak anak audit lainnya.

" Mba Fay hebat bikin Mba Gladys ga bisa buka mulut. Aku pikir Mba Gladys itu pinter ternyata menang di ijazah doang"  Bisik mereka krusuk krusuk di belakang sana.

" Ya gitu deh kalau masuk nepotisme... Otak nya ketauan saat kerja" Timpal Tika disana.

" Udah jam makan siang nih. Gimana kalau hari ini kita makan di luar.. " Pak Andre menyarankan.

" Ih bapak tumben. Apa hari ini bapak Ulang Tahun? Tanya Tika dengan antusias.

" Saya kan cuman ngajak makan diluar tapi bayar sendiri sendiri" Seru Pak Andre disambut suara kecewa Tika dan Diba.

" Saya yang traktir.. " Aku berbalik dan mereka menatap ku heran. Aku tidak pernah mengajak makan rame rame. Biasanya cuman titip bonus mentah nya aja ke Diba. Aku mengulas senyum. Bahkan senyum begini mereka tampak tidak percaya.

" Iih Mba Fay kalau senyum cantik banged ya.. " Kata Tika langsung disikut Diba.

Aku hanya tertawa kecil dan  mereka kembali nyegir malu malu.

Aku memang tak pandai membuka diri apalagi berbasa basi untuk dekat dengan seseorang karena aku perlu waktu dan aku akan mendekati mereka jika aku sudah merasa nyaman. seperti sekarang. Aku merasa nyaman dengan tim ku sendiri. Devisi keuangan dan audit ini.

Kami menuju Restourant Korea. Di tim ini kalau di gabung dengan audit jumlah nya ada 7 dengan ku.

Disana mereka tampak asik bercengkrama membahas ini itu. Dan aku seperti biasa menikmati makan dengan khusyuk.

" Eh itu.. Pak Arland dan Mba Gladys ya...

Kata Dimas dan semua mata mengikuti arah mata Dimas termasuk aku.

Kulihat Arland dan Gladys masuk  ke Restoran yang sama. Tapi mereka menuju meja didepan sana sedangkan kami di lesehan pojok belakang. Ketutup sama pengunjung lain.

Mereka berdua saja disana dan terlihat sangat akrab.

" Apa mereka pacaran? "

" Ga tau sih tapi mereka dekat begitu. Mungkin saja kali ya. Single sama single juga kan"

" Ga cocok sih. Mba Gladys cocok nya sama gue. " Kata Dimas

" Pala loe.. Harus sedia duit segunung kalo ngencanin Mba Gladys..

" Duit gue ada tapi gunung nya kaga ada" Elak Dimas sambil ketawa.

" Hahaaa

Obrolan mereka semua tersimpan di kepala ku. Mata ku kembali melihat ke depan. Arland dan Gladys tidak tau keberadaan kami apalagi aku.

Jadi apakah mereka sangat akrab? Dan sering makan diluar?

Gladys tau aku sering ke apartment Arland. Mereka pernah berangkat bersama lalu ini. Yang aku lihat. Mereka dekat sekali.

Aku mengetik pesan untuk Arland.

" Apa kamu lagi makan siang? Aku mau nganter proposal"

Pesan ku terkirim dan seperti biasa dia tidak langsung balas  dulu biasanya aku pikir karena dia sedang sibuk jadi balas nya nanti.

Tapi sekarang aku lihat dia melihat pesan ku tapi tak berniat langsung membalas.

Jadi seperti itu. Aku cukup tau.

Sekitar 5 menit pesan ku baru dibalas.

" Masih di luar. Taroh saja sama Nola"

Membacanya ada rasa geli juga masih tidak percaya ini Arland. Yang aku yakini pria baik juga setia. Ya walau ia tak melakukan perselingkuhan yang nyata tapi aku merasa di kesampingkan. Tak dihargai. Tapi apa aku pantas menuntut rasa sakit yang aku rasakan sekarang??  Bagaimana kalau nanti dia bilang aku bukan siapa siapa nya??

Rasanya aku belum siap untuk itu. Ada rasa tak ingin kehilangan ya.. Mungkin aku hanya berasumsi palsu. Aku harus berpikir positif untuk Arland.

" Selamat siang Pak Arland.. Mba Gladys....

Sapa anak anak saat mau keluar dari resto itu.

Arland dan Gladys terperanjat kaget.

" Kalian disini.. ?

" Iya nih pak. Dapat gratisan.. Dari Mba Fay. Katanya dia baru jadian sama cowok" Sahut Pak Andre malah ada tambahan yang tak di sangka. Anak anak lalu heboh.

" Wah serius Mba Fay?? " Tanya Dimas juga yang lain

Aku menggeleng maskulin.

" Fay..

Arland sepertinya kaget dengan nama ku disebut. Diba mundur dan aku dibelakang nya Diba yang memang tinggi badan nya lebih dari aku.

Aku tersenyum tipis pada Arland juga Gladys disana.

*

Saat di kantor Arland meminta ku ke ruangan nya. Firasat ku apa ia ingin menjelaskan sesuatu dan sudah geer duluan.

Ternyata aku salah setelah aku menghadap Arland malah membahas pekerjaan. Ia meminta saran tentang perencanaan anggaran buat proyek.

Tidak ada yang salah memang. Tidak ada yang dijelaskan. Toh ada kesalahan apa. Dari pesan itu dia bilang di luar tidak ada kebohongan. Hanya saja aku merasa kecewa.

*

*

*

Selesai jam kerja aku langsung ke kampus. Ada MidTest jadi harus on time. Tapi walau tak Mid Test pun aku selalu on Time. Malam ini ada mata kuliah jadwal ku jaga anak anak ujian.

Perasaan sedih serasa masih menyelingkupi ku. Aku hanya sekedar nya duduk di depan sana biasanya aku kesana kemari menjaga dengan ketat para mahasiswa ini. Biasanya aku nemu mahasiswa yang nyontek dan langsung menyuruh nya mengumpulkan kertas ujian secara cuma cuma. Tapi kali ini aku memang tidak ada semangat. Raga ku ada disana tapi jiwa ku di lain tempat.

Bahkan aku dapat pesan dari Arland kalau dia mau keluar dengan Chris. Dan tebakan ku mungkin besok aku menemukan bir dan wanita lagi di apartement nya.

Aku memilih tidak membalas nya.

Sekitar jam setengah 10 semua jadwal sudah aku penuhi. Aku segera membawa diri ke parkiran. Rasanya sangat melelahkan. Kesepian juga hampa. Entah kenapa rasa itu yang aku rasakan sekarang. Aku tak punya teman. Pacar pun tak jelas apalagi masa depan yang ternyata hanya semu saja.

" Bu Fayza.. "

Aku menoleh kebelakang.

Ada pria dengan stelan kaos polos berlari kecil sepertinya nya aku pernah beberapa kali melihat nya dikelas ku. Karena memang juga fakultas ini menerima para pekerja yang mau sambil kerja. Jadi umur semua nya tidak dominan muda.

Dia mendekat dan seperti nya aku merasa ketuaan di panggil ibu. Toh dia seperti nya lebih tua dari aku. Pria ini terlihat matang dari segi rupa.

" Saya Gavin. Pernah ikut kelas Bu Fayza juga. Ada penetapan pajak baru di kantor tapi saya masih belum mengerti. Bisa saya minya nomor Ibu? " Katanya yang siap dengan ponsel di tangan nya.

Aku menyebutkan nomor ku.

" Baik bu Fayza. Terimakasih"

Aku mengangguk singkat dan lanjut meneruskan langkah.

" Apa loe laper?? "

Aku berbali dan kaget melihat pria didepan ku ini kali ini dia tidak pakai baju cerah-cerah. Tapi jaket dengan hodi berwarna gelap.

Kenapa Vian ada di sini? Dikampus ku?

" Kamu?

" Gue sangat lapar menunggu loe selesai. Ayook kita cari makan... " Katanya disana lalu ia mengambil tangan ku yang berisi kunci mobil. Tau tau kunci itu ia lempar ke tukang parkir.

" Titip" Katanya disana dengan seenaknya.

" Oke boss" Sahut Tukang Parkir kampus ku ini malah asal setuju. Apa sedari tadi dia nongkrong di pos parkir itu menunggu ku keluar. Mereka terlihat kongkolikong.

" Mobil nya sebelah sana.. Fay..

Tangan ku kembali di tarik dan menuju mobil Vian yang aku kenali milik Om Andhika. Mobil Medan besar dengan warna hitam.

" Kamu kenapa ada disini? Dan ini jangan asal tarik.. "

" Karena lapar" Jawab nya disana lalu membuka pintu dan memasukan ku asal. Tubuh ku bahkan di gencet seenak nya. Setelah itu ia menutup pintu dan berlari memutar dan orang nya muncul kemudian.

" Loe laper juga kan...  Yang enak makan dimana nih?? " Katanya disana sambil  menyalakan mesin mobil.

" Aku ga laper" Jawab ku dengan malas.

" Baiklah.." Kemudian mobil itu berjalan.

Sepanjang jalan aku diam seperti biasa nya. Kurasakan Vian lirik lirik tidak jelas.

" Loe ingat sama Boby ga? Anak IPS juga"

" Lupa"

" Kalau Raka? "

" Lupa! "

" Tomy?

" Lupa!! "

Padahal aku ingat. Mereka semua teman teman nya di Smu dulu.

" Jangan bohong deh masa lupa semua.. Kalau si Banu.. Bayu, Petra.. Duan, siska, halimah, Ferdy, aji

Sebutin aja sekalian semua anak anak disekolah dulu. Dumel ku mendengarkan hampir semua anak dikelas nya  disebutin.

" Ya aku ingat"

" Raka minggu depan merried. Ada undangan nya whatsapp.. Kita dateng yok. Dia jua ajak elo"

" Ya..

" Nah gitu dong..

Aku menghela nafas frustasi. Dari tadi panjang lebar ternyata cuman kasih tau itu.

" Eh kita makan bakso di dekat Sekolahan SD itu yuk. Masih buka ga ya... , masuk daerah ini kan Fay.. Gue rada lupa ini.. Apalagi malam..

" Ya. Masuk sini. Lurus nanti ada Warung Padang lurus lagi ketemu sekolahan nya.

" Ooh oke oke siip sip. Gue ingat..

Katanya sambil memusatkan matanya kedepan.

" Gitu dong loe. Kalau di tanya jawab nya panjang-panjang. Ga asik banged jawab nya singkat-singkat.  Perasaan dulu masih enak ngobrol nya...

Aku diam saja, ternyata dari tadi dia bicara banyak ternyata cuman mancing kosa kata ku agar banyak bicara. Lain kali mungkin aku harus ajak dia masuk kelas aku agar bisa dengar aku menjelaskan dengam kalimat yang panjang-panjang. Biar sekalian keluar otak nya.

Sekitar 15 menit kami tiba di Warung Bakso yang dulu memang sering banged di ajak Om Andhika makan disana. Dan tempat ini banyak berubah. Lebih luas pembeli nya juga masih banyak.

Kulihat terpancar rona rindu dari sorot Vian saat turun dari sana. Dulu Vian memang doyan makan. Apalagi daging sapi di paling hobi

" Bang 1 Full 1 nya?

" Separo aja" Sahut ku

Si abang penjual mengangguk. Dan kami segera mencari tempat yang tersisa.

" Di pojok tuh Fay..

Aku menyetujui nya.

Disana agak pengap hanya kipas angin dan angin malam menerobos masuk. Apalagi pembeli yang makan disana rada penuh. Dan ini tempat duduk nya jadi dempet-dempetan.

Tapi kami makan dengan nyaman. Aku juga merasa puas makan disini sekalian ngingatin masa masa kecil.

" Kamu dulu kenapa pergi sih Vi?