Chereads / One Night with a pervert Cousin / Chapter 9 - Sembilan

Chapter 9 - Sembilan

Aku berdiri cukup lama di depan pintu Apartemen Arland.

Ada banyak kenangan di tempat ini

Aku mengingat nya saat pertama kali mengajak ku ke sana. Sekitar 5 Tahun yang lalu. Mungkin hanya sederhana tapi bagi itu itu sangat manis. Seperti saat ini ia berdiri disamping ku lalu meraih tangan ku. Dan senyum nya terbit.

" Ini aku beli nyicil dulu kalau aku sudah kerja aku akan bayar cash. Kamu tau.. Ini nanti tempat sementara kita tinggal... Kalau aku sudah merasa cukup mapan apapun yang kamu perlukan untuk mendekorasi aku serahkan segala segenap jiwa ini untuk Mrs. Arland... " Ucap nya lalu mempersilahkan aku masuk kedalam sana.

Perkataan nya sungguh manis aku tersipu saat itu dengan rasa bahagia yang mendalam.

" Jangan lupa sandi kombinasi nya adalah tanggal kompetensi Matematika. Itu adalah saat kita dekat kan"katanya saat itu.

Aku melirik alat yang berada di samping gagang pintu ini. Rasanya menyekit. Aku pun masuk kedalam.

Aroma nya tampak wangi. Tidak ada bau alkohol atau rokok. Dilantai pun tak ada sepatu-sepatu berserakan. Hanya sepatu Arland.

Tak ada perubahan rasa lega tapi malah rasa perih. Apa dia sebersih ini menutupi kebusukan nya.

Mata ku mengedar melihat perabotan disana dan kenangan lama kembali muncul saat kami berdua melihat perabotan yang dibeli pelan pelan datang di angkut kurir.

Lalu aku dan Arland saling tunjuk menentukan tempat yang bagus meletakkan sofa berwarna hijau lumut itu. Kami sampai berdebat tapi aku memenangkan nya. Hingga posisi nya seperti saat ini.

Lukisan lukisan disini pun semua nya aku yang menentukan letaknya. Hampir semua penataan perabotan disini aku yang memutuskan nya.

Ada banyak jejak kenangan di sana.

Arland selalu memperlakukan manis. Ia sering memeluk ku dari belakang lalu memainkan anak rambut ku. Dan sofa disini juga pernah jadi saksi ciuman panas kami.

Dan seolah bayangan itu muncul disini aku dan Arland sedang berciuman panas.

Air mata ku jatuh lagi melihat

Tempat dan semua perabotan disini yang merupakan catatan perjalanan perasaan hubungan ku yang terasa manis.

Aku melangkah menuju dapur. Biasanya aku akan segera menyiapkan sarapan untuk nya  tapi kali ini tatapan ku kosong. Aku takut kalau aku menyerah dengan rasa sakit ini. Apa dia akan baik baik saja kalau tidak ada yang menyiapkan sarapan lagi? Apa dia akan selalu meminum kopi nya saja atau apakah ada penting nya aku memikirkan hal itu sedangkan dia mungkin tidak peduli sedikit pun.

Lutut ku terasa kram. Aku bersandar di kitchen set ini. Menangis sesegukn seorang diri. Kenapa mencintai seseorang itu terasa menyakitkan dan kemana jiwa teguh ku yang serasa kuat. Sekarang malah seperti bongkahan pasir yang tersapu ombak.

Mata ku kembali nanar melihat semua alat alat masak disana mereka seperti sedang memberi ku kenangan yang indah, biasanya sabtu kantor akan lebih cepat selesai. Aku dan Arland hanya mehabiskan waktu di apartemen ini  memasak bersama dan menonton film.

Lagi rasa sakit dalam pada jejak-jejak kami yang sakit nya luar biasa.

A gggg

Kemudian aku menuju balkon. Disana kulihat anak anak ku tampak kuyu. Aku kemaren sempat menyiram nya. Lalu kenapa mereka terlihat sakit. Apakah mereka tahu perasaan ku saat ini.

" Aku tidak akan meninggalkan kalian. Tapi akan menyisakan 1 untuk kalian tinggal disini. Tolong jaga dia..

Aku menunduk dan bicara dengan sang merah yang kelopaknya redup.

Pelan-pelan aku membersihkan daun kering dan memberi air. Bahkan saat memegangnya duri mawar ini memberikan titik darah di jari ku. Agak perih tapi aku malah tersenyum. Kalau saja aku bisa memperlihatkan luka ini di luar mungkin itu lebih baik dari pada memendam nya seperti ini.

Ada 3 mawar dalam pot kecil yang aku pisahkan. Aku akan merawatnya di rumah. Dan menyisakan 1 mawar kecil yang baru sedang tumbuh. Biarlah dia disini untuk memberikan warna di tempat ini. Walau aku tau dia pasti akan mati. Arland tidak pernah akan mengurus nya.

Ini sebagai lambang perasaan ku padanya. Akan mati dengan sendirinya.

Aku kembali kedalam setelah meletakkan pot pot itu ke depan pintu utama. Kali ini pintu kamar Arland. Dari tahun ketahun pintu ini tidak berubah. Dan hampir setiap hari aku keluar masuk setiap pagi di kamar ini tak terhitung berapa kali jumlahnya. Lalu ini akhirnya kan.

Ini terakhir aku akan menginjakkan kaki di depan pintu ini.

Setelah memantapkan jiwa aku mendorong nya.

Dan kulihat punggung lelaki itu disana tengkurap seperti biasa.

Aku kembali mehapus air mata. Sekali lagi aku merasa ini bukan kelegaan melihat dia tidur seperti itu seolah tidak melakukan apa apa tadi malam. Tapi cara nya menutupi semua nya yang tampk bersih membuat ku tidak bisa menerima nya. Itu lebih sakit daripada melihat nya sedang berduaan disana dengan perempuan.

" Jadi sejak kapan kamu membodohi ku? " Tanya ku dalam hati lalu melangkah pelan menuju pria ini tidur dengan pulas. Wajah nya terlihat sebagian dengan mata terpejam. Aku lama menatap Arland disana. Bulu matanya panjang dan tebal sekali.

Perlahan aku mengangkat jari keudara dan seolah sedang menyentuh kulit wajah nya. Mata, hidung, alis dan bibir. Tidur nya tenang sekali bahkan dia tidak sadar sudah menyakiti ku sangat hebat. Wajah mu seperti malaikat tapi hati mu melebihi iblis!

Aku segera mehapus air mata. Perlu waktu dan hati aku bisa menempatkan kamu dalam hati ini tapi hanya sekejap kamu membuat aku hancur.

Aku mundur dan kembali menutup pintu kamar itu. Langkah ku semakin cepat untuk meninggalkan tempat dan semua kenangan ini.

Hingga pintu utama tertutup itu adalah akhir dari segalanya.

Selamat tinggal Arland.

*

*

Saat aku keluar kulihat Mobil Vian ada di sana. Dan pria itu juga sedang bersandar didepan pintu mobil Ia melihat ku dan tanpa bertingkah pecicilan seperti kemaren kemaren. Ia mendekati ku. Kali ini aku mehapus lagi jejak air mata dengan cepat.

" Apa semua sudah selesai? " Tanya nya dengan mata melihat pot bunga yang aku bawa.

Aku mengangguk dan Vian mengambil alih bunga dalam tangan ku.

" Jadi puteri yang sedang patah hati. Silahkan masuk... "

Ia membuka kan pintu lalu mempersilahkan ku seperti puteri sungguhan.

Aku masuk dan melihat nya sekilas. Tampak sorot tulus disana. Senyum nya melengkung dengan sempurna. Kali ini aku merasa beruntung ada Vian. Apakah ini cara Tuhan mengembalikan Vian lagi untuk menjaga ku!!

" Apa loe mau snorkeling.. Ke pulau seribu??? Katanya kalau yang lagi patah hati dibawa berenang di laut. Hati yang sakit akan di bawa ombak... "

Aku tau Vian ingin menghibur ku. Dan mungkin sekarang aku memang membutuhkan nya x, aku perlu pengalihan hati dan suasana agar tidak larut dalam kepedihan.

Aku mengangguk dan Vian langsung berseru girang heboh disana.

Kami hanya berdua menuju kepulauan seribu.

Aku lupa kapan terakhir kesana. Tapi setelah sampai suasana alam dan jernihnya air membuat hati ini benar benar teralihkan.

Kulihat Vian disana sudah mengganti baju nya dengan pakaian menyelam. Rambutnya yang cokelat bergerak gerak dimainkan angin. Ia juga tampak asik berbicara dengan penjaga tempat itu bahkan kulihat tawa nya disana. Dari dulu Vian memang sangat ceria, heboh dan mudah bergaul dengan siapa saja. Walau bandel nya minta ampun tapi ia selalu di sukai teman teman nya.

Rasanya aku melihat sosok Vian versi remaja di belakang nya.  Ia menoleh kearah ku dengan menutupi sebagian kening nya saat matahari menyilaukan matanya.

" Fayza.. Kesini" Ia berteriak dan melambai. Seperti dua sosok ada disana senyum nya sama walau beda tubuh. Tapi itu memang dia. Vian yang buntet dulu sekarang sudah dewasa dengan senyum yang sama.

Aku membalas senyum Vian dan mengarah kearah nya.

" Belum mengganti pakaian?? Mumpung cuaca terik. Ganti lah dulu" Katanya disana.

Aku mengangguk dan mengambil pakaian menyelam ku.

Selesai mengenakan pakaian menyelam Vian masih menunggu ku.

" Kamu masih ingat memakai alat alatnya kan? " Tanya nya.

Aku diam ada yang aneh tapi apa ya.

Aku menggeleng.

Ia lalu menyipitkan matanya lalu ia mengambil peralatan menyelam disana dan membungkuk.

" Sini biar aku yang pakaikan.. Diam saja.. " Katanya disana lalu mengangkat kaki ku sebelah kanan. Dan memasangkan Fins & Boots.

Aku baru sadar yang aneh barusan adalah kosa katanya. Dia merubah pemakaian kata loe-gue jadi aku dan kamu.

Ada apa dengan Vian?

Tapi memang enak didengar aku dan kamu sih. Aku pun enggan membahasnya.

Vian memasangkan semua peralatan  dari rompi apung, masker,  snorkel, sabuk pemberat, tas selam hingga sarung tangan. Ia pasangkan seperti mengenakan untuk gadis kecil. Vian dari dulu memang sangat detail kalau mengurusi sesuatu. Sifat nya ini sangat mirip dengan ku beda nya ia tak kesemua orang seperti itu.

" Biar aku..

Aku memakai sendiri sarung tangan itu.

Terakhir Vian memberiku pisau selamdan tabung, ia juga membantu memasang nya.

Selesai itu ia menimbang nimbang apa yang kurang dan kemudian ia mengangguk mengacungkan jempol nya.

Semua sudah lengkap.

Kami menggunakan kapal kecil untuk membawa kami ke tengah tentu ditemani pemandu.

Vian menyebur duluan  ke air yang sangat jernih disana bahkan aku tak sabar ingin bertemu dengan ikan ikan cantik didasar sana. Tak lama kemudian Vian muncul dan mengintruksikan  ku untuk menyusulnya. Aku segera turun dari sana. Vian menarik tangan ku ia mengajak ku masuk kedalam air. Kami menyelam dan pemandangan indah segera bisa aku lihat. Ikan ikan itu berwarna warni. Kecil kecil dan ada yang begerombol.

Mereka segera lari saat kami datang membuat kekuatan sirip kaki ingin mengejarnya.

Vian  mendorong tubuhnya dan dengan lincah ia berenang mengitari tempat itu ia seolah mengajak ku mengikuti nya. Dia mirip seekor Mermaid pria. Tubuh nya meliuk liuk dan gerakan rambut cokelat nya mengikuti.

Aku sampai terdiam melihat sepupu ku sendiri itu.

Kemudian ia berenang lagi ke arah kum mengiritari ku beberapa putaran sampai aku mau tertawa. Kenapa Vian sangat lincah berenang nya dia sungguh seperti pria mermaid di negeri dongeng.

Lalu pria itu herhenti dan mengajak ku mengikuti nya, ia yang berada di sebelah ku. Memandu jalan dan kami terus mengitari pemandangan air di bawah sana dengan pelan. Aku pun sangat merasa sangat terhibur. Ikan ikan disana seolah memberi ku energi positif bahkan bukan hanya ikan tapi sepupu ku ini. Caranya menghibur memang sangat benar.

Serasa cukup kami naik kepermukaan.

Aku bernafas dengan rakus. Juga menaikan masker mata keatas. Rasanya pegal juga ini wajah di tekan dengan alat alat penutup mata juga alat pernafasan tapi semua nya terasa menyenangkah.

" Istirahat dulu? Atau lanjut? " Tanya Vian disana sambil berpegangan di kapal yang menunggu kami.

Aku menurunkan penutuo mulut.

" Lanjut" Kata ku lalu memasang kembali masker mata dan alat pernafasan itu.

Kami menyelam seolah lupa waktu juga lupa dengan  kejadian menyakitkan yang aku alami tadi malam. Hingga perut ini rasanya sangat lapar.

Vian juga mengeluh perut nya terasa lapar jadi kami memutuskan kembali ke darat.

" Ada jagung bakar.. Tunggu lah aku beli sebentar" Katanya lalu berlari ke belakang sana.

Aku menghempaskan bokong ke pasir putih disana. Alat alat menyelam kutaroh di samping. Mungkin saat ini sudah sangat siang. Kurasakan terik matahari di atas sana yang menyengat tapi hembusan angin pantai membuat panas ini sedikit tersamarkan. Rasanya semakin tenang.

Kulihat juga gelungan ombak disana yang beriak. So.. Apakah sakit hati ku sudah di bawa ombak itu... Kau harap bisa terbawa tanpa sisa.

Vian kembali dengan 2 jagung bakar.

" Aku juga pesan kelapa. Apa kamu mau makan ikan bakar juga?? " Tanya nya disana sambil bergabung duduk disebelah ku.

Aku menggeleng dan mengambil jagung bakar itu.

" Aku tetap pesan. Kamu perlu gizi yang baik. Calon ibu itu harus sehat..

Aku menoleh kearah nya dia bicara apa sih. Calon ibu apa??

Tapi anak itu hanya nyengir dan menggigit jangung nya dengan lahap.

Aku juga lanjut memakan jagung panas ini  rasanya benar benar mantab. Kelaparan dan di sapu dengan jagung manis pedas ini. Perut ku terisi terpuaskan ditambah pemandangam menakjubkan di depan mata rasanya aku bahagia hari ini.

*

*

*

Author Pov.

Arland terbangun dengan suara alarm diponsel nya.

Matanya terbuka perlahan dan melihat cahaya dikamarnya masih sangat gelap. Walau ia tau itu sudah jam 8 pagi. Biasa nya ada cahaya matahari masuk dari gorden yang sudah di rapikan. Tapi ini tidak ada sudah 2 hari ia bangun dengan keadaan seperti itu.

Fayza tidak ada datang dan itu bukan hanya ke Apartemen nya tapi juga Kantor. Dia tidak masuk selama 2 hari.

Dengan malas pria ini menyeret kaki nya kedalam kamar mandi. Badannya terasa rontok. Apalagi akhir akhir ini setelah Chris datang ia selalu bercinta dengan wanita wanita yang di bawa teman teman nya. Chris ini seorang Fotografer Model. Anak anak model nya selalu ia bawa dan semua nya tentu cantik cantik. Dan mereka semua memang hebat di ranjang. Ya.. Kehidupan seperti itu sudah bukan hal baru bagi seorang Arland Anthony. Ia seorang pria normal dan bercinta dengan wanita memang sudah menjadi kebiasaan nya apalagi kalau sudah ke 3 sahabat nya berkumpul. Pesta seks adalah hal lumrah. Tapi semua itu hanya lah kepuasaan nya sebagai pria saja setelah di pakai ya dilupakan apalagi yang ia pakai adalah wanita yang tentu dengan sukarela menyodorkan tubuhnya kepadanya secara cuma-cuma. Bagi Arland wanita jenis itu hanya keuntungan birahi nya saja tanpa akan melibatkan perasaan. Dan ia merasa puas dengan kebutuhan biologis nya yang selalu tersalurkan. Ia menganggap semua wanita bisa ia taklukkan dengan mudah. Termasuk Fayza. Walau waktu pengikat Fayza rentan lama. Fayza-Gadis kutu buku yang ia kenal 8 tahun lalu di sekolahan baru nya. Arland menyukai tantangan dan ia merasa tertantang saat teman nya memberinya taruhan untuk bisa mendapatkan Fayza. Gadis terpintar disekolah pada masa itu. Tapi ternyata Fayza cukup acuh dengan orang lain. Jadi ia menggunakan beberapa trik agar mendapat simpati Fayza. Dan ternyata Fayza tidak semudah yang ia kira. Fayza terlalu tertutup dan pendiam. Perlu waktu lama untuk mendekati nya dan semakin mengenal Fayza ia semakin tau kalau Fayza berbeda dengan wanita kebanyakan.

Sebejat bejatnya pria pasti juga menginginkan seorang wanita yang baik dan bukan murahan begitu juga Arland ia menyimpan Fayza untuk keinginan nya itu.

Air hangat mengguyur ke dada bidang nya. Kepala nya terasa lebih baik sekarang.

Ia pun mengeringkan badan nya dan menuju walking closet.

Ruangan itu tampak tak ada jejak Fayza. Biasanya ada pakaian yang sudah di siapkan wanita itu bergantung apik dengan sangat rapi lengkap dengan sepatu, dasi dan jam tangan nya.

Dan kali ini ia melakukan nya sendiri.

Saat ke dapur pun terasa kosong. Di meja tak ada apa apa. Rasanya ada yang kurang tapi ia mengabaikan nya. Ia yakin besok pasti Fayza akan datang juga. Ia tau wanita itu sangat mencintai nya dan ia adalah orang terdekat nya saat ini. Dan pasti Fayza sangat bergantung padanya dan ia yakin itu 1.000 persen.

*

*

*

" Panggil Mba Fayza.. " Perintah nya saat sampai di kantor dan ponsel Fayza tidak aktif.

Kemudian telepon nya berbunyi. Nola yang menelepon.

" Mba Fayza belum masuk Pak"

Arland langsung menutup gagang telepon itu dengan kasar.

Matanya menatap tajam ke ponselnya. Dari 2 hari yang lalu nomor Fayza tidak aktif.

Ia sebenarnya tau rumah Fayza tapi ia enggan kesana. Menemui seorang wanita duluan itu bukan seorang Arland Anthony. Walau Fayza berbeda prinsip itu tetap berlaku.

2 hari berikut nya.

Ia kembali bangun dengan rasa pening hebat dikepala. Entah berapa botol ia minum tadi malam. Dan ini lagi lagi ia bangun dengan alarm. Kondisi kamar pun agak berantakan dan pengap. Jejak Fayza seolah ikut lenyap. Ada hal yang tau dugaan nya keliru. Fayza tidak ada datang lagi kemaren dan hari ini.

Saat mandi pun ia kesal shampo nya habis. Pengaruh 5 tahun selalu tersedia dan hanya karena kehabisan shampo ia merasa begitu dongkol. Bukan hanya itu. Persedian alat cukur nya juga sudah tak layak. Dengan kesal ia keluar dari sana mengeringkan badan dan rambut. Tapi handuk itu terasa bau. Biasanya selalu harum dan kering.

Bruk..

Handuk itu ia lempar sembarangan. Arland menuju walking closet.

Hatinya tambah kusut melihat baju baju nya disana berantakan. Itu karena beberapa hari ini ia asal menarik baju dan membuat yang lain berjatuhan. Dan hanya menyisakan beberapa lembar yang tidak kusut.

Emosi menguasai nya. Jam tangan yang mengisi 1 tempat itu ia tarik dan ia lempar dengan keras. Sampai mengenai pot bunga disana terjatuh dan pecah. Jam jam mahal nya juga ikut bergelimpangan di lantai.

Arland menyeret badan nya lagi kedepan cermin. Ia melihat wajah nya yang tampak di tumbuhi bulu bulu halus. Tapi bukan itu masalah nya ia menatap dirinya sendiri. Keangkuhan nya seolah menertawakan nya disana. Hanya seorang Fayza ia merasa sangat kesal dan ini ia mulai merasa ada rasa kehilangan.

Senyum Gladys terbit saat melihat Arland datang dengan sejuta pesona yang selalu membuat pria yang berjalan disana mampu menggetarkan hatinya. Bahkan ia rela menjadi teman tidur pria itu sampai pria itu bosan atau apapun ia tidak peduli. Baginya Arland sudah ia miliki seutuhnya meski pria itu kesan nya cuek dan hanya menginginkan tubuhnya itu tidak masalah. Dimatanya Pria hanya akan menginginkan seks dan wajah yang cantik ia punya semua nya itu apalagi Arland juga sangat royal padanya. Membelikan apapun yang ia mau.

Arland datang dengan asisten nya Erwin seperti biasa. Dan seperti biasa kedatangan CEO itu membuat mata mata wanita disana terasa segar bugar. Meski beberapa hari ini Boss besar mereka tampak tak ramah seperti biasanya. Dan hari ini Boss mereka itu sangat beraura gelap. Muram dan menyeramkan.

" Apakah saham perusahaan Ajlok? Bisik mereka saat Boss mereka melintas.

" Setau gue ga!

" Kok Boss wajah nya angker gitu ya? Apa ada gosip baru? Apa jangan jangan dia baru putus dengan Mba Gladys?? "

" Ga tau gue. Ntar gue cari info..

Mereka lalu buru buru menenggelamkan kepala di kubikel masing-masing.

*

Senyum Gladys memudar saat Arland melintas begitu saja tanpa membalas sapaan nya. Ia pun segera tersenyum manis lagi saat melihat karyawan lain. Baginya ia harus menjadi yang pertama. Dipandang paling cantik, baik dan nomor 1.

Ia kemudian segera melangkah mengikuti Arland lalu berjalan di sisian pria itu. Di kantor ini sudah banyak rumor tentang mereka jadi Gladys merasa tak masalah kalau semakin memperlihatkan nya ke orang orang kalau ia memang ada ikatan dengan pria itu.

" Ada kabar bagus penawaran yang di ajukan berhasil sempurna. Proyek itu akan datang dengan segera" Katanya disana dengan bangga dan berusaha menyeimbangkan perut juga kaki. Ia harus terlihat profesional saat berjalan dengan Arland.

Arland malah mempercepat langkah nya seolah tidak mendengarkan perkataan Gladys.

Ada yang menyentil dada nya. Sakit tak berdarah dan juga malu apalagin

ia sudah bersikap profesional didepan karyawan sisi kanan kiri tapi dicuekin Arland seperti tadi menjadi tamparan memalukan baginya.

Arland menuju Receptionist dengan wajah garang.

Tidak biasanya pria itu kesana. Biasanya langsung masuk Lift dengan sejuta pesona akut.

"  Fayza sudah datang? " Tanya nya pada 2 wanita yang menjaga tempat itu. Mereka sendiri tampak takjub seolah mendapat durian runtuh bisa berhadapan dengan pemimpin mereka yang most wanted ini.

" Fayza.. Ah mba Fayza.. De de visi Keuangan? " Kata gadis ini gugup.

Arland tidak menyahut ia terlihat jengah dengan kepanikan pegawainya sendiri.

" Fayza Haliza, Manager Keuangan" Kata Erwin membantu Reception itu. 

Gadis tadi segera mencek daftar hadir disana.

" Belum ada masuk Pak" Jawab nya dengan takut.

Arland langsung pergi dari sana.

Di sisi lain Gladys melihat itu. Ia kesal kenapa Arland pagi sudah sibuk mencari Fayza. Mengabaikan nya dan lagian apa bagusnya Fayza. Yang ia tau wanita itu hanya salah satu Fans Arland yang kebetulan bisa di manfaatkan Arland untuk menyediakan keperluan. Dan itu apa bedanya Fay dengan babu??

Arland segera menghentikan pintu lift yang nyaris tertutup saat melihat Fayza muncul dari pintu depan. Ada yang berbeda disana entah karena ia lama tidak melihat Fay atau memang Fay tampak sangat cantik hari itu.