Chapter 6 - Enam

Dan ini aku baru bisa berteriak dengan kencang. Dengan kekuatan super. Dan seolah jiwa ku ditarik keluar.

Aku bahkan tidak mengenakan apa apa. Dan dia..

Aaah..

Si kampret ini juga melebarkan mata melihat tubuh ku dengan 2 aset yang tidak pernah aku perlihatkan dengan siapa pun. Malah bisa di lihat oleh nya.

Aku segera mengambil lagi handuk itu dan memasang nya asal. Tangan ku sebelah seperti punya kekuatan super lagi kali ini lebih berlevel tinggi dan seperti sedang mengayun bola boling. Helm itu aku lempar kesana. Lalu menggelinding dan berhasil mengenai kaki pria mesum ini.

Vian menjerit dan melompat lompat bahkan nyaris jatuh.

" Keluaaar " Teriak ku murka.

Ia dengan kekuatan kaki segera kabur dari sana.

Beruntung ini kamar bekas punya dia kedap suara kalau tidak Ibuk bakal dengar teriak an ku dan mengetahui aku baru saja memberikan pemandangan ilegal kepada Meliviano Andhika Alvaro. Si kutu kupret.

Tubuh ku langsung lemes seolah tenaga tersedot habis. Aku duduk di sisi ranjang. Segala bentuk emosi bersemayam di otak ku. Ini rasanya gejolak jiwa ingin menggorok leher orang pakai gergaji tumpul. Marah yang tak berkesudahan. Dan hasrat ingin membunuh orang itu!!

Lalu.. Bagaimana aku menaroh muka ini saat ketemu Vian?

Ya ampun.. Aku tolol banged. Kenapa tadi tidak memperkirakan kalau si mesum itu bakal masuk kamar ini.

Lagian apa dia tidak bisa nyadar kalau aku yang sudah bersembunyi dengan hanya mengenakan handuk bukan nya keluar malah menyek menyek bilang yang tak bermutu. Itu orang sudah tidak punya kadar etika kali ya.

Aaaaagrrrrhhh ya ampun..

Kesal nya. Malu nya....

Help me...

Niat ingin tidur juga terganggu. Bayangan telanjang di depan Vian si mesum berkelana di kepala ku. Bahkan yang mendominasi ku sekarang bukan Arland yang baru mengatakan tak akan menikah sampai kapan pun tadi kalah pamor dengan kejadian memalukan barusan.

Aku membungkuk di sana dengan selimut di kaki.

Ponsel ku lalu berbunyi ada nama Arland di layar.

Ada tenaga yang sudah tersedot. Dan rasa malas menguasai.

Angkat tidak

Angkat tidak..

Layar ponsel ku masih kedap kedip hingga layar nya mati lagi.

Ku buang nafas dengan kasar. Lalu turun dari sana dan mengambil salah satu buku.

Lebih baik aku membaca dari pada stres ini makin akut.

*

*

*

Besok nya seperti biasa aku sudah siap sekitar jam 7 pagi.

Dan suara gaduh selalu mendomisili lantai bawah. Biasanya yang bikin gaduh adek ku Farrel yang masih bocah. Kalau jam segini dia lagi siap-siap sekolah ada ada saja yang ia cari kalau tidak seragam, kaus kaki atau apapun itu yang selalu bikin Ibuk ikut teriak teriak memarahi nya. Dan pagi begini biasanya Ibu sudah siap siap buka toko. Kami punya toko kecil. Toko roti persis disamping rumah dan kebetulan rumah kami memang berada di pinggir jalan.

" Buuuk.. Dasi Farrel manaaa

Teriak anak itu yang sudah lengkap dengan seragam Smp nya. Ia tampak krusuk krusuk dengan rambut yang ia dirikan dengan jari jarinya.

" Dalam laci" Teriak ibuk tidak kalah nyaring.

" Ga nemu. Cariin bu" Balas Farrel.

" Cari sendiri! Ibuk sibuuuk"

Telinga ku rasanya mendenging kalau mereka terus teriak-teriak begitu.

" Ka cariin dong. Di dalam laci kata nya"

Aku berhenti dan mengerinyit. Ni bocah. Enak banged nyuruh orang.

" Cari sendiri " Kataku sambil berlalu.

" Eylaaah pelit banged sih...ga liat Farrel lagi sibuk bikin cewek kleper kleper ini..

Aku meringis mendengar nya. dan menoleh kebelakang melihat Farrel yang masih menata rambut nya bahkan senyum senyum tidak jelas. Ternyata bocah itu sudah mulai tebar pesona. Aku bahkan geli melihat tampang nya yang masih sangat bocah. Perasaan dulu masih lari larian tanpa baju dan celana sekarang sudah segede itu. Sudah tau yang nama nya cewek.

" Kenapa ka liat liat. Tau kok adik mu ini tampan nya sudah kayak Farrel Bramantyo.. Jadi kakak ga usah lebay gitu.. Ya pliss.. Gue ama loe end..

Perut ku rasanya langsung mual dan buru buru beranjak dari sana menuju dapur.

Kali ini aku tercekat lagi. Di meja makan itu ada 1 anggota baru yang perasaan ini masih sangat pagi dan ngapain dia disana sambil bantuin Ibuk masukin roti ke dalam plastik berlebel nama toko roti ibu.

Tapi kejadian kemaren membuat ku ingin berbalik. Hanya saja suara tak berfaedah disana memanggil ku..

" Waaah Fay.. Udah siap banged. Mau kemanaaa

Aku memutar badan lagi. Mengabaikan kehadiran Vian yang sudah sangat rapi dengan warna baju lagi lagi mencolok kali ini kuning. Perasaan dari kamaren warna baju nya serba terang begitu. Apa dia ga aneh memakai  baju warna warni. Ya walau kulit nya memang udah sehat plus bersih itu bikin tuh baju sama indah nya tetap aja rasanya aneh. Apa dia cowok yang sudah belok. Hmm mungkin saja melihat sifat absurd nya yang engga banged.

" Gue bantuin Ibuk loe.. Loe mau ikut ga??? " Kata anak ini dengan wajah sangat bahagia.

Aku tak menjawab hanya terus mengambil tupperware ibuk. Apalagi dimeja makan ada tempe mendoan yang masih panas. Arland suka banged tempe. Jadi aku berpikir untuk membawa nya beberapa kesana.

" Fay.. Di tanya tuh. " Senggol Ibuk yang ngingetin.

Aku melirik ke Ibuk dengan jengah.

" Kan udah ada kamu yang bantuin. Lagian nanti ada Sri kan yang bentar lagi bantu" Sahut ku panjang panjang biar ga di tanya lagi. Tangan ku sambil memindahkan tempe-tempe ke wadah itu.

" Ya kan siapa tau biar lebih cepat. Ya kan Buk...

Vian malah minta suara sama Ibuk dan aku rasa Ibuk ku sudah banyak kemakan makanan yang di bawa Vian kemare jadi dia tidak berpihak padaku.

" Fayza sih kalau jam segini udah rajin banged menghirup polusi udara pagi Jakarta. Mana sempat dia bantuin Ibuk nya..

Aku meringis kearah Vian yang malah hanya cengiran. Berhasil membuat Ibuk menyindir ku.

" Biasanya kan tiap malam juga Fay bantu susun terigu Buk. Kalau jam segini Fay harus berangkat.. " Kali ini suara Papa yang mendukung ku. Padahal Papa lagi baca koran dengan khusyuk.

Aku tersenyum mendengar pertolongan dari Papa.

" Duh pagi bener sih Fay. Emang jam segini udah buka kantor. Kemaren aja buka nya jam 9 lho..

Deg.

Waduh si Vian..

Rasanya aku berada di zona tak aman. Wajah tak bersalah diwajah nya yang baru memunculkan antena di kepala Ibuk membuat ku gugup.

" Lho.. Buka nya jam 9? Jadi kamu kemana dulu Fay jam segini. Hampir tiap hari lho.. " Ibuk menoleh kearah ku dengan pandangan menyelidik dan berbohong adalah bukan kebiasaan ku.

Bahkan Papa yang biasanya anteng ayam menurunkan koran yang ia baca ikut menunggu jawaban ku.

Mata ku beralih ke Papa dan Ibuk secara bergantian.

Kalau aku jujur ke apartemen cowok buat nyiapin sarapan dan keperluan nya apa aku akan segera di coret dari Kartu Keluarga ini??

" Itu..

Aku merasa punggung ku mendadak dingin.

" Aah sorry ralat buk.. Jam 8 ya Fay. Sorry gue lupa kemaren jam di hp gue belum distel benar-benar" Lalu Vian segera berujar dan membuat atmosfer yang tadi mencekam kembali riuh lagi apalagi Farrel yang datang dengan suara melengking. Membuat suasana berbeda.

" Gimana.. Udah mirip Farrel Bramantyo belom" Katanya disana dengan jari di dagu yang terangkat.

Ibuk menyekit lalu tertawa ngakak. " Mirip apaan. Bawah mirip.. Sana buruan sarapan. Udah jam berapa ini. "

Farrel menyebik dan akhirnya gabung di meja sana.

Aku pun segera merebut tangan Ibuk dan bersalaman dengan cepat.

" Lho ga sarapan Fay? "

" Ntar aja buk. Takut macet" Ngeles ku lalu lari ke Papa dan mencium punggung tangan nya dengan extra cepat.

Aku pun berhasil lolos dari sana. Rasanya lega banged. Hampir saja ketahuan.

Aku mengelus dada dengan nafas panjang. Tadi itu berasa lagi di dalam ruangan investigasi. Tidak kebayang kalau Ibuk tahu kebenaran nya. Aku yakin bukan cuman nama ku di coret. Ibuk juga akan menggunduli ku dengan Parang.

" Waah.. Lega nih. Yang baru mau kebongkar"

Spontan aku melihat ke belakang.

Ada Vian disana dengan keep smile yang pecicilan banged. Lagi-lagi dia?

Ya ampun.. Kenapa sepupu ku ini terus membuat emosi jiwa ku naik turun.

Aku memilih tidak meladani nya. Dengan cepat aku memencet tombol kunci diremote kunci mobil ku. Tapi saat membuka pintu. Pintu itu ditarik.

" Woy.. Loe belum bilang kemana loe kalau jam segini! Kantor loe buka nya jam 9 jarak kesini ke sana cuman 15 menit. Kalau lagi macet cuman setengah jam. Nah sisa nya kemana..

Aku menarik nafas mencoba bersabar. Harus nya aku buka buka rutinitas ku dengan dia. Emang dia siapa??

Aku mau buka suara tapi dia motong duluan.

" Kalau ga bilang gue aduin ke bonyok loe" Katanya disana dengan wajah puas.

Bibir ku mengerut kesal.

" Ini bukan urusan kamu" Kata ku memilih tetap merahasiakan nya dan menarik lagi pintu.

" Ini urusan gue juga! Loe.. Loe itu cewek dan sepupu gue! Sodara cowok yang bisa jagain elo itu gue..

Aku melepas tangan dan melihat nya dalam.

Dia bilang dia aja yang bisa jaga aku? Lalu kemana dia selama 7 tahun? Apa dia tidak ingat kejadian dulu yang mengerikan itu.

Rasanya aku ingin meneriaki nya tapi bibir ku tercekat dengan luka lama yang dulu aku simpan dalam dalam. Lagi pula aku malas berdebat dengan Vian. Sepupu yang dulu nempel dengan ku kemana mana lalu hilang bertahun tahun dan sekarang nongol lagi dengam bilang dia akan jaga aku! Hallo...

" Aku ke tempat pacar aku! Jadi kamu tidak usah khawatir. Ada pacar aku yang jaga" Kata ku dengan tenang. Aku menggunakan kata pacar agar lebih masuk akal.

Aku tersenyum tipis lalu menjauhkan tangan nya dari pintu. Aku masuk dengan pelan. Rupanya kata-kata ku cukup membuat nya diam sekarang.

Hingga mobil ini keluar pagar pun kulihat dispion Vian masih disana berdiri.

Sekilas aku mengingat kejadian lama yang nyaris merenggut nyawa ku itu. Dan buru buru ku lupakan. Itu sudah lama. Aku tidak ingin mengingat nya lagi.

Dengan cepat ku menginjak gas. Takut kali ini aku akan terlambat lagi.

Walau hati ku masih perih dengan ungkapan Arland kemaren tapi entah kenapa aku masih ingin memperdulikan nya. Ingin menyakini dia sarapan dengan baik dan tidak ada masalah saat ia memilih pakaian. Dan ini hanya seperti kebiasaan.

Bip

Sandi kombinasi apartemen Arland terbuka.

Saat masuk ada bau aneh. Seperti bukan bau biasanya. Biasanya hanya bau ruangan bunga dan sisa parfums Arland.

Lalu dilantai ada beberapa pasang sepatu yang tidak aku kenal sekitar ada 3 pasang sepatu 1 pasang aku kenal milik Arland lalu 2 nya lagi? Dan 1 pasang adalah heel wanita berwarna merah. Sepatu perempuan???

Deg.

Mendadak aku jadi gugup.

Siapa yang menginap? Apakah sodara nya? Apakah itu sepatu Della, adik Arland tapi Della kaki nya kecil. Dan ini sepatu dewasa.

Rasanya aku takut kalau kalau didalam malah menemukan sesuatu yang menyakitkan. Bahkan mata ku panas duluan

Apa aku pulang saja.

Tapi kalau aku pulang aku tidak tau sebenar nya.

Dengan berat hati dan juga mental yang setengah siap aku melangkah pelan.

Kulihat sofa tampak berantakan ada bekas botol bir dan bau rokok juga mendominasi.

Apa yang terjadi?

Ini bukan Arland sama sekali dia tidak mungkin minum dan merokok.

Aku juga melihat ada tas wanita berwarna merah. Tapi tas ini kok ga asing ya..

Aku jadi semakin getir. Satu-satu nya untuk mengungkap kebenaran hanya pintu kamar Arland. Sepatu dan tas masih disini jelas pemilik nya juga ada.

Aku segera mengarah ke pintu Arland.

Mendorong nya dengan keras. Aku yakin pasti memergoki nya dengan wanita pemilik tas merah itu.

Dobrakan ku keras sehingga membangunkan yang tidur disana. Bahkan nafas ku tertahan dan melihat Arland terbangun sendirian di kamar nya.

Seolah ada kelegaan disini. Ternyata dugaan ku salah.

Pria ini menggeliat dan menguap.

" Fay.. Bisa kamu pelan sedikit... " Erang nya disana dan kembali merebahkan diri.

Mata ku mengedar ke sekitar. Kalau kalau wanita bersembunyi.

" Kamu sama siapa Arl? Tanya ku

" Hmm siapaa" Ulang nya setengah melindur.

" Tas dan sepatu diluar. Itu siapa? " Aku bahkan tidak bisa mengatur intonasi suara ku.

Arland memiringkan tubuh nya dan membuka matanya pelan.

" Itu Chris disebelah dengan cewek nya" Katanya lalu memejamkan mata lagi

" Chris!! "

Aku bahkan lupa kalau di apartemen ini ada 2 kamar. Jadi yang sama wanita itu Chris.

Rasanya darah ku kembali mengalir normal. Aku sudah berprasangka buruk dengan Arland. Untunglah dia tidak menikung ku dibelakang.

Aku kembali menutup pintu kamar dan membereskan sisa botol-botol bir disana. Juga menyemprot bau minuman dan rokok di ruangan itu dengan pengharum ruangan. Baru aku berjibaku dengan  masak memasak. Aku menambahkan porsi siapa tau Chris dan cewek nya juga sarapan.

Aku hanya bikin capcay, ayam  goreng dan tentunya tempe mendoan yang aku bawa dari rumah.

" Duuuh.. Wangi banged. Siapa yang masak sih.. Arl..

Aku menoleh kebelakang dan kaget dengan sosok Gladys ia bahkan hanya mengenakan kemeja putih kebesaran dan tanpa memakai bra.

Gladys juga sama terkejut nya dengan aku.

" Fayza..

Mata ku mengarah ke baju nya. Ia langsung terperanjat dan  berbalik. Lalu pergi dari sana. Aku lihat ia masuk ke kamar tamu. Apakah Tas dan sepatu itu milik Gladys. Lalu cewek yang di maksud Arland itu dia? Chris dan Gladys??

Jadi Gladys dan Arland juga berteman? Mereka terlihat tidak dekat di kantor.

Ugghh kepala ku nyeri kalau memikirkan nya.

Aku segera menata makanan meja dan masuk kedalam kamar Arland. Rupanya dia baru selesai mandi.

" Gladys? Di menginap disini? "

Arland berbalik sambil mengeringkan rambut nya yang basah dengan handuk.

" Ya.. Dia sama Chris" Jawab Arland dengan tenang.

" Apa mereka pacaran?? "

Aku melihat di pantulan cermin. Arland mengendik

" Mungkin..

Mungkin? Bahkan ia tidur dengan Chris tapi tidak pasti pacaran. Aku hanya menilai dalam hati. Bahkan kulihat Arland tampak biasa saja. Apa dia tidak terganggu dengan hal itu? Aku memang kudet hanya saja menurut ku Arland juga tidak suka dengan perzinahan. Apalagi ini disini.

Ya walau aku tau apartemen Arland tapi aku merasa sangat dekat dengan tempat ini.

Dan aku hanya bisa mendumel dalam hati walau merasa marah.

" Kenapa kamu bengong? Aku mencium bau ayam goreng. Seperti nya enak."

Aku mengangguk" Ya sudah siap. Aku -

Kulihat jam tangan sudah hampir setengah 9.

Aku tersenyum kaku lalu berbalik.

" Fay...

Aku berbalik lagi.

" Kamu belum menyiapkan aku baju apa hari ini..

Aku bahkan lupa hal itu. Gara gara pertemuan ku dengan Gladys barusan membuat ku hilang konsentrasi.

Aku segera menuju walking closet Arland.

Dan mencari kemeja yang cocok untuk dia. Aku memilih warna abu dongker.

Aku kaget pintu bisa ditutup dan ternyata ada Arland yang masuk.

Aku meletakkan stelan baju itu di tempat biasanya. Lalu menuju pilihan dasi. Mengambil nya satu dan jam tangan.

Dari ekor mata kulihat Arland malah memakai baju dan celana nya disana. Apa dia tidak melihat ada wanita disini. Tapi aku mengindahkan nya aku fokus memilih sepatu saja.

Kemudian aku merasa ada tangan menyusup di pinggang ku. Lalu tekuk ku di hirup. Bahkan nafas panas nya terasa menjalar di ceruk Leher ku.

Aku merasa risih. Tangan nya ku lepas dan berpindah tempat. Mata ku fokus memilih kaus kaki dan mengambil 1 warna abu-abu.

" Kenapa kamu menghindar? " Tanya nya membuat ku mendongak seolah menanyakan balik pertanyaan nya.

" Apa kamu marah sesuatu? " Tanya pria ini dengan sedikit menunduk. Aku melihat pias wajah nya.

" Aku hanya tidak suka kamu minum dan ada orang tanpa ikatan tidur di sini" Kata ku laku mengalihkan mata aku berbalik rasa nya emosi ku tercampur dengan prihal kemaren.

Aku mendengar suara decihan. Aku menoleh dan raut Arland berubah manis lagi.

" Mereka teman teman ku Fay.. Dan Chris juga hanya beberapa hari di Jakarta"

Aku diam saja menatap nya. Jadi Gladys itu teman nya juga. Aku bahkan baru tau ini.

" Oh oke" Aku mencoba mengerti dan tersenyum tipis.

Aku segera keluar dari sana.

Dan di dapur ku dengar sendok garfu berdentangan.

Aku melihat dari jauh ada Chris. Cowok blasteran itu sedang makan dengan Gladys. Mereka makan sambil tertawa tawa bahkan Gladys masih mengenakan pakaian yang sama walau sudah mengenakan bra tapi terlihat masih terbuka. Apakah Arland tidak risih dengan itu apakah ia sudah terbiasa dan apakah ada hal yang tidak aku ketahui dari mereka dari Arland???