Rasa nya kikuk banged 1 lift dengan Gladys. Tidak tau kenapa aura nya kuat seolah sedang bersama superstar dunia dan aku asisten nya. Bahkan meski bersampingan di pantulan lift jelas sekali perbedaan Aku dengan Gladys.
Dia itu bersinar terang sedangkan aku ga ada sinar nya sama sekali. Tapi aku tetap berusaha tenang aku berpikir aku dan dia itu memang berbeda kami punya jati diri masing-masing.
Ting
Pintu lift terbuka. Kami sama sama melangkah dengan ritme yang sama.
Di meja sekretaris nampak Nola sedang menerima telepon. Dan menutup nya mata nya tukar tukeran antara aku dan Gladys, ia seolah bingung. Aku juga jadi bingung yang masuk duluan siapa. Aku atau Gladys.
"Biar kami masuk barengan" Kata Gladys melihat Nola yang bingung, ia menoleh kearah ku. Aku hanya mengiyakan.
Aku dan Nola masuk kedalam sana. Rasanya benar benar aneh. Tapi aku mengenyampingkan nya mungkin Arland mau bicara dengan kami berdua.
Terdengar tawa terkikik di belakang kursi itu. Kurasa Arland kembali menelepon.
" Loe parah banged. Gua sih ga masalah kalo mereka enjoy .. Hahaaaa iyaa yaaa.. Okee dh bro.. Bentar ya
Arland berbalik dan sedikit kaget dengan kedatangan kami berdua
" Eh Chris. Udah dulu ya ntar kita sambung...
Ia mematikan telepon nya lalu merapikan baju dan mengusap hidung nya. Baru ia melihat kami secara bergantian.
" Eee Glad.. Udah dikirim ke email Pak Bowo ga! Tadi aku nyari file kita tapi ga ketemu sama Ibu Diana"
"Oh... Ya tadi Hardi baru saja ngirim file nya. Mungkin sekarang udah muncul. " Jawab Gladys disana.
" Oh gitu. Nanti aku cek lagi. Ya sudah aku cuma nanya itu saja"
Gladys mengangguk lambat. Ia lalu berbalik dan melirik ku sekilas. Aku hanya melihat nya datar hingga pintu itu kembali di buka dan di tutup.
Manggil Gladys cuman nanya itu saja? Kenapa tidak lewat telepon. Celetuk ku sedikit aneh.
" Fay..
Aku kembali ke alam nyata.
Disana Arland menumpu lengan nya sebelah kanan dan jari nya menekan ke pelipis.
" Kamu...
Jeda lama alis nya kembali mengerinyit. Ia lalu menelah ke dress yang aku pakai cukup lama.
Apa aku mau ditegur karena memakai pakaian yng kurang pantas ke kantor? Aku ikut melihat dress milik Tasya yang memang diatas lutut walau tidak terlalu seksi.
" Ini baju Tasya! Tadi malam aku menginap di rumah nya dan ga sempat pulang ambil baju" Kataku bahkan mengingatkan ku aku belum ngambil baju dirumah pakai ojol.
Arland lalu tersenyum dan ia seolah menunggu lanjutan kata-kata ku.
" Jadi kamu tidur di rumah Tasya? Anak Tante kamu? "
Aku mengangguk. Kemudian ponsel ku bergetar. Aku mengintip yang menelepon. Ada nama Vian disana. Akun tersentak kaget. Dia mau apa lagi!!
Aku jadi resah dan mematikan suara nya.
" Apa kamu sudah lapar? Aku bisa pesan delivery! Kita makan disini"
Hah.. Apa?
Aku sampai tidak jelas mendengar kalimatnya karena Vian kembali menelepon.
" Angkat saja dulu Fay..
Oh..
Konsentrasi ku benar benar terbagi.
Aku lalu mengangkat ketimbang terus di telepon.
" Hallo.. " Kata ku datar.
" Fay kunci mobil gueee ada ketinggalan ga disana?
"Kunci?
" Iya nih gue nyari nyari ga nemu. Kayak nya ketinggalan deh. Sekarang gue lagi di lift..
" Di lift. Aku lagi di ruangan atasan. Aah oke baik. Aku kesana.. " Telepon segera aku matikan. Karena Vian sudah sampai di lantai tempat ruangan ku.
" Arl.. Aku permisi dulu" Kata ku segera balik badan dan langsung melangkah lebar-lebar.
Anak itu bikin rempong banged. Pakai acara ketinggalan kunci. Apa dia tidak cek dulu sebelum pergi ya ampun rasanya mau aku maki orang nya.
Lift ini segera membawa ku ke lantai ruangan ku
Saat terbuka aku kaget banyak wanita wanita disana menggerombol dan warna rambut cokelat itu siapa lagi kalau bukan Vian plus warna baju nya yang terang menderang.
" Yaa.. Kalian bisa mampir ke instagram nya. Jangan lupa ajak teman teman kalian..
Aku mendehem dan gerombol itu membelah. Saat melihat ku wajah manis karywati disana yang tadi nya merem melek malah berubah kaku.
Vian ini juga kenapa tidak langsung masuk mencari kunci dia malah disana membuat tempat itu jadi ajang konferensi pers pribadinya.
" Aah.. Fay.. ! " Dia malah melambaikan tangan dengan senyum lebar.
Aku menatap nya sengit dan berlalu dengan kesal.
Ku rasa ia mengikuti ku di belakang.
" Sorry Fay.. padahal loe ga perlu turun lagi. Gue bisa minta tolong Diba buat bantu nyari...?! " Kata anak itu mengekor dibelakang.
" Kalau aku tidak turun bisa bisa mereka semua asik mendengarkan dan mengagumi nya tanpa kembali bekerja" Sahut ku tapi hanya dalam hati.
Aku masuk kedalam ruangan ku dan membiarkan ia mencari yang ia cari.
Kulihat Vian sibuk membuka buka map map disana sambil menggaruk tekuk nya. Hingga akhirnya ia menemukan benda itu ada di atas komputer. Senyum nya kembali lebar.
" Nah ini dia.. Aaah... Gue sampe muter muter di bawah tau..
Aku mendengus dan membuang nafas dari mulut dan melihat nya dengan kesal.
" Baiklah. Gue balik Fay.. Eh.. Tapi gue perlu di anter deh. Gue lup- aah ga jadi. Gue udah inget" Katanya lagi setelah aku mendelik menatap nya horor. Apa aku mau di bodohi dia lagi. Dia saja bisa naik kesini masa pulang harus di anter lagi.
Pria ini lalu mengibaskan jari nya di kening salam perpisahan ala kapten. Dan dengan bersiul siul ia keluar dari sana.
Aku mengurut kening ku dan segera menuju kursi ku. Kalau dia bolak balik begini kapan aku kerja nya.
Kulihat jam tangan sudah mau jam 12. Lebih baik aku kerjakan yang ada ketimbang tidak sama sekali.
Aku bahkan lupa dengan Arland. Aku ingat 1 jam kemudian setelah kepala ini lebih ademan karena baru menyelesaikan pekerjaan.
Ku ambil ponsel ku dan aku baru liat ada panggilan tak terjawab dari Arland tadi malam 10 kali. 5 kali jam pagi.
Aku bahkan tidak menjelaskan kenapa aku tidak datang tadi pagi.
Kuurut lagi kepala ku. Bahkan tadi dia mengajak ku makan siang. Yaaach... Ini sudah jam 1, mungkin dia sudah makan.
Ku cari pesan nya dan mengetikkan sesuatu.
" Apa kamu tadi sarapan? "
Pesan mu terkirim.
Biasanya Arland lama membalas dan ponsel aku matikan layar Aku pergi ke toilet sekedar mencuci muka.
Diluar kulihat Diba baru kembali dari jam istirahat.
" Kamu sudah makan Dib? "Tanya ku.
" Sudah Mbak.. , mbak mau makan? Mau saya pesan kan? "
Aku mengangkat alis dengan Jejeran pertanyaan nya sampai Diba malu sendiri.
" Pesan kan pizza saja"
Gadis ini sumringah. " Baik mba"
Aku segera berlalu menuju toilet.
Setelah pipis lalu mencuci muka muka ku agak ademan dikit.
Ponsel ku bergetar ada notifikasi dari Arland.
" Tidak! " Balas nya singkat.
Aku segera membalas nya.
" Kenapa tidak sarapan? "
Dilayar ada keterangan ia sedang mengetik lalu tenggelam.
Aku pindah halaman ke chat lainnya. Ada Adista. Teman dosen ku juga. Bukan teman dekat akrab Cuman Adista mengajar pagi. Jadi kalau aku ada halangan kadang kami tukeran jadwal. Dan dia sudah menikah juga punya baby. Saat anak nya masih baby banged dia minta tolong gantikan jadwal nya. Jadi setelah itu kami sering komunikasi dan dia orang nya sangat baik.
Besok malam jadwal aku ngajar. Adista menanyakan beberapa modul tentang materi yang mau ia bahas ke anak didik nya. Dan aku larut sambil membalas pesan nya.
Sampai ada muncul balasan dari Arland.
Dan yang di balas Arland hanya tanda tanya.
Aku membalas nya lagi.
" Maaf! Tadi pagi ga sempat kesana ban mobil bocor jadi di anter langsung ke kantor"
Pesan ku terkirim.
Aku segera keluar dari kamar kecil itu dan sambil menekuri ponsel. Melanjutkan obrolan ku dengan Adista. Aku mengetik sambil jalan dan hanya menggunakan insting untuk sampai ke ruang kerja. Saat masuk aku kaget disana ada Arland yang lagi sanderan di meja kerja ku. Ia langsung mengulas senyum. Senyum manis yang penuh gula.
" Arland... Kenapa kesini? Tanya ku gugup.
Apa pribumi kantor ini liat Boss ini masuk ke tempat ku. Mengingat bagaimana ghibah nya mereka saat Vian ku bawa masuk keruangan. Lalu ini Boss besar yang masuk.
' kenapa memang? Aku ingin menemui mu" Katanya lagi.
" Iya tapi. Aku bisa ke ruangan mu! Di sini tidak aman.. Mereka bisa menggosip
Cecar ku dengan detail dan melihat ke luar. Seperti nya aman karena mungkin ini masih jam istirahat dan semua nya masih belum kembali.
" Tenang saja. Ini kan kantor ku. Aku mau kemana bukan urusan mereka"
Aku mengganguk membenarkan. Iya ya kenapa aku heboh sendiri, runtuk ku malu.
"Jadi? Ada apa? " Tanya ku disana bingung.
" Tadi.. Itu siapa? " Tanya nya dengan suara pelan. Seperti itu kalimat terberat yang ia keluarkan.
" Tadi?
Aku mengingat dan membuka mulut lebar lebar.
" Apa kamu tidak mengenali nya juga?? "
Arland memiringkan kepalanya. " Siapa ya?
Aku mengulas senyum. Ternyata memang bukan aku saja yang tidak mengenali Vian yang sekarang " Dia Vian. Sepupu ku ! Dia baru balik dari Jerman kemaren.
Alis Arland masih mengerinyit.
" Vian? Melviano? "
" Betul sekali"
" Itu dia? Kok beda banged?? "
Aku mengendikan bahu" Ya dia beda jadi ganteng banged kan!!" Aku berseru tanpa sadar.
" Hmm ya.. Dia tampak beda dan jauh lebih baik! "
Aku mengangguk membenarkan. Kemudian pintu diketuk.
" Sebentar..
Aku membuka pintu dan muncul Diba dengan seloyang pizza dalam kotak.
" Oke thanks Dib" Kataku mengambil nya. Sebenarnya tadi mau membaginya dengan Diba tapi karena ada Arland aku membawa nya masuk.
Pizza itu ku letakkan di meja dan membuka nya. Aroma pizza yang masih hangat langsung tercium. Membuat perut ku merong-rong minta diisi.
" Apa kamu mau? "
" Tentu! " Arland lalu mengambil kursi dan duduk disana dengan apik. Bahkan ia memajukan kepalanya.
" Apa ini makan siang mu atau cemilan mu?? "
Tanya nya disana lalu membuka mulut ia minta disuapi.
Aku menjejal nya 1 potong ke mulut nya.
" Dua dua nya" Sahut ku lalu mengambil gigitan untuk ku sendiri.
" Tadi aku mau pesan makan. Tapi kamu ada telepon. Apa mau makan nasi? Biar aku minta Nola pesankan" Katanya disana setelah makanan itu masuk lambung nya.
" Ga usah. Ini 2 potong juga sudah keyang" Sahut ku yang memang susah makan apalagi kalau banyak kerjaan. Makan bagi ku nomor 2.
" Baiklah.. Aku mau sesuap lagi" Arland lalu membuka mulut nya lebar lebar dengan mata menyipit.
Aku geli melihat wajah nya begitu. Ia persis anak bocah saja dengan tubuh dewasa. Dan kalau begini ia terlihat menggemaskan.
" Ayolah keburu dimasukin laler" Katanya disana membuka mata sedikit.
Aku segera mengganjalnya dengan sepotong lagi.
Arland segera mengunyah dan tersenyum. Dan aku juga menyelesaikan pizza ku.
Kemudian ponsel nya berbunyi. Arland segera mengangkat nya
" Ya Nola ! Hah.. Bapak datang?? Okey aku kesana" Spontan Arland beranjak dari kursi itu
" Papi dateng Fay. Aku keatas dulu ya.. " Katanya dengan buru-buru.
Aku mengangguk dan melihat Arland tampak buru-buru disana hingga ia sudah tak terlihat di ambang pintu.
Hubungan Arland dengan Papi nya memang kurang Harmonis. Apalagi Papi nya sudah punya keluarga baru. Dan kedudukan Arland di perusahaan ini pun karena didesak Paman nya adik Mama nya. Kalau tidak adik tiri dari pernikahan kedua Papi nya yang mengambil alih.
Permasalahan keluarga Arland memang agak pelik. Apalagi Mama nya Tante Rosa ada sakit gangguan mental setelah perceraian dengan Papinya Arland. Walau sekarang kondisinya sudah sangat baik dan masih terus melakukan perawatan di Surabaya.
Dan karena itu juga aku dekat dengan keluarga nya. Entah sihir apa yang membuat Tante Rosa yang biasa nya mengamuk melihat gadis muda tapi setelah melihat ku dia malah diam saja. Dan malahan tenang. Itu terjadi 5 tahun lalu saat Tante Rosa di kabarkan mengamuk. Aku tak sengaja ikut Arland yang lagi kuliah. Dan kondisi tante Rosa saat itu parah banged. Tidak pernah mau tenang bahkan selalu ingin bunuh diri. Aku juga dilarang masuk takut beliau makin mengamuk. Tapi saat itu perawat diserang Tante Rosa lari kejalan raya. Aku yang melihat ikut lari mengejar.
Tante Rosa masuk ke dalam angkot yang lagi menunggu penumpang spontan semua orang ketakutan apalagi beliau membawa pisau dapur.
Aku perlahan mendekati dan berbicara pelan pelan. Beliau yang melihat ku malah langsung tersenyum dan menurut. Itu awal mula aku dekat dengan keluarga Arland dari pihak ibu.
*
*
Aku kembali menuju ke ruangan Arland untuk menyerahkan hasil laporan ku bulan ini.
Saat mau mendorong pintu aku berhenti. Ada suara Arland disana dengan suara lantang dan marah
" Aku ga akan menikah seumur hidup Om.. Ga bakalan... "
Deg
Kubuka sedikit kulihat Om Joseph. Paman nya Arland yang adik Ibunya itu ada disana.
Tangan ku terlepas dari sana. Rasanya ini cukup sulit diterima lagi.
Walau sebenarnya aku sudah tau Arland tidak mau berkomitmen apalagi menikah. Dia pernah bilang dulu dan itu juga yang membuat ku tidak menuntut hubungan jenis apa kami ini, aku berpikir kelak ia akan berkomitmen dengan ku dengan melamar ku sebagai istri nya, tapi ini sudah jalan 5 tahun ternyata dia masih sama.
Ada rasa lelah yang terasa berat dipundak ku. Impian ku seperti hancur begitu saja. Apalagi Umur ku segini tentu sudah siap menjadi seorang istri. Dan Ibuk juga selalu merong-rong. Walau aku masih bisa mengelak dengan alasan ini itu. Apa iya lamban taun akan begini terus.
Aku mengurung kan niat untuk masuk.
Aku kembali kebawah ke ruangan ku dan meminta Diba yang akan menyerahkan nya nanti.
Lalu.
Aku termenung di ruangan kecil ini.
Tangan ku rasanya dingin.
8 tahun mengenal Arland dan sudah sangat memahami dia ini itu serta memimpikan mempunyai keluarga kecil dengan nya seperti nya terasa berat. Aku merasa cemas keraguan mulai menyelinap tapi aku sangat mencintai nya.
*
*
" Eeeh.. Anak perawan nya Ibuk udah pulang....
Aku disambut Ibuk didepan pintu, aku langsung bersalaman dan segera masuk.
Rasa lelah juga perasaan kuyu sedang menguasai ku, dengan gontai aku menyeret kaki kedalam rumah.
" Fay... Gila bener ya Sepupu buntel mu itu ternyata sudah jadi pangeran. Mama sampai pangling kirain lagi di samperin artis ternyata si Vian. Ya ampunn.. Hoooo tetangga sampai heboh mikir dia juga artis dan mereka juga kaget liat itu Vian si nakal Vian yang sering bikin gaduh kampung ini karena suka jahilin orang tiap malam jadi pocong jadi jadian... Bla bla bla
Mama terus berkoar dan aku juga tau orang yang dibicarakan ada di dalam. Aku lihat mobil ku dianter kerumh. Itu jelas pasti Vian yang anter.
" Ya maa... Fay capek banged. Fay mau mandi dulu yaa" Kata ku melihat Mama dengan lesu.
"Aah iya Fay. Habis itu kamu makan ya.. Tadi Vian bawa makanan banyak banged. Dia juga bagi bagi ke tetangga. "
Aku asal mengangguk dan membawa tubuh ku naik keatas. Karena kamar ku memang di lantai 2.
Aku sangat perlu istirahat, atau tidur mungkin.
Kalau lagi begini biasanya aku perlu menyibukan diri dengan membaca tapi tubuh ku sudah lelah duluan. Mungkin tidur pilihan terbaik.
Dan benar saja setelah bershower dengan air hangat tubuh ku sedikit rileks, terasa anteng, juga berasa beban dikepala diangkat sedikit ya walau tidak akan menyelesaikan masalah tapi sedikit banyak aku bisa santai sedikit.
Setelah selesai aku segera menggulung badan dengan handuk. Keluar dari kamar mandi dan langsung mencari baju ganti.
" Waah.. Ini kamar Gue dulu kan Fay...
Mendengar ada suara orang lain di kamar ku aku berjingkit kaget dan menoleh.
Mataku selebar telor angsa melihat sosok pria dengan kaos Merah disana. Dia sedang melihat lihat kamar ku.
Spontan aku segera bersembunyi di belakang pintu lemari.
" Apa yang kamu lakukan. Kenapa masuk?
Cecar ku berang.
Ia menoleh kaget " Eh.. Gue dari tadi kok sudah masuk. Kenapa? Oooh.. Loe selesai mandi. Halaaah.. Biasa kecil kita mandi bareng kok.. Kenapa jadi malu malu begitu... "
Apa yang dibilang! Waktu kecil. Apa sibodoh ini tidak membedakan masa kecil sama. Masa sekarang di mana ia menaroh otak nya.
Dan kulihat ia hanya mengibaskan tangan seolah tidak melakukan kesalahan fatal juga sambil ber hihi ria.
" Keluar... " Pinta ku menatap nya marah.
" Siapa? " Dia malah tanya balik
Ku ambil sendal yang aku pakai dan menimpuk nya dengan kuat. Walau tetap dia mengelak
" Yee ga kena...
Mendengar itu aku semakin kesal. Kuambil sebelahnya lagi dan melempar kearah nya. Ia berhasil menghindar lagi.
" Aduh payah. Tetap ga kenaa" Seru nya seperti memprovokasi ku.
Kulihat di depan ku ada Helm di bawah kursi. Aku jongkok dn mengambil nya. Aku benar benar tersulut emosi dan jengkel dengan makhluk satu ini. Tidak bisa kah dia membiarkan otak ku sebentar santai??
Dengan kekuatan extra ku angkat helm itu keatas kepala pakai kedua tangan. Ku huyungkan sesuai perhitungan insting yang pas. Aku yakin kali ini helm gede ini bakal menambah benjol di kening itu sampai pecah. Berdarah sih syukurin. Biar dia kapok.
Satu...
Dua...
Segenap jiwa aku mengayun ke sana namun dewi kesialan masih bertengger di badan ku
Aku merasa badan ku malah agak menggigil seperti ada angin tornado lewat.
Mata ku melorot ke bawah saat melihat handuk yang aku belit itu bertengger di lantai dengan manis.