Aku masuk dengan canggung kedalam mobil Lamborghini berwarna kuning ini. Bukan karena kagok dengan mobil mewah ini tapi pengemudi nya.
Rasanya tadi aku sudah salah meminta tolong padanya untuk mengantar ku kedepan jalan sana. Tapi ya sudah lah. Makin cepat makin baik. Dan aku juga belum memberikan kado selamat datang ku.
Setelah mobil berjalan aku mengeluarkan bingkisan dan menyodorkan nya pada Vian.
" Maaf lupa. Ini buat kamu" Kata ku malah kentara sekali gugupnya.
Ia melirik sebentar dan kembali menyetir dengan mata kedepan.
" Siapa yang ulangtaun??
Aduh. Susah juga ya kenapa ga diterima langsung harus nanya mulu, dumel ku dalam hati.
Aku meletakkan bingkisan itu ke belakang " Itu sebagai tanda selamat datang " Jelas ku dan ia hanya ber-oh saja.
" Aku juga punya sesuatu!
Matanya menunjuk kedalam dashbord.
Aku menunjuk dashbord dan ia mengangguk.
Dashbord itu ku buka. Disana ada kotak kecil berwarna merah. Seperti kotak cincin.
Ku ambil dan memperlihatkan nya.
Vian mengangguk.
Apa dia memberi ku cincin??
Sekelebat pertanyaan langsung muncul. Kami sepupu tidak mungkin dia-
" Gue gagal tunangan jadi tuh cincin loe ambil deh. Dari pada gue sakit hati liat terus " Katanya disana menjelaskan.
Tunangan. Woooah.. Ini info baru kalau Vian sudah mau tunangan lalu gagal. Karena apa ya? Apa di diselingkuhi? Atau tidak direstui. Hmm
Aku menyampingkan rasa penasaran ku.
Kubuka kotak itu tampak cincin tunggal dengan mata berlian yang sangat indah. Cantik banged. Dengan melihat nya saja sudah ingin mencoba nya kejari semacam ada sihir nya disana.
Tapi masa iya aku pakai cincin orang gagal tunangan. Bisa bisa bikin aura buruk. Aduh kok malah jadi parnoan. Tau ah.
Aku meletakkan kembali cincin itu kedalan sana. Kulihat Vian melihat nya ia ingin mengatakan sesuatu tapi aku yang kaget melihat jalur jalan yang sudah keluar dari Gerbang menjerit.
" Stop.. Stop.. Brenti di sini" Teriak ku refleks.
Tapi mobil ini tetap jalan lurus makin aku minta stop makin kenceng larinya.
" Tanggung. Ke kantor loe kan. Tinggal beri petunjuk jalan nya"
Aku tidak bisa bilang kalau tujuan pertama ku ke Apartemen Arland. Bisa bisa ia melapor ke ortunya. Sedangkan Arland sendiri saja tidak pernah aku kenalkan ke keluarga ku. Terus ini kalau aku pagi pagi ke apartemen cowok! Bisa bisa aku di nilai negatif. Kalau dijelaskan juga mereka tidak akan paham malah membesarkan masalah. Jadi aku?Arland mungkin sekarang sudah bangun dan Aku belum ada disana menyiapkan sarapan untuk nya dan baju yang ia pakai.
" Ini kemana nih? " Tanya nya membuat ku semakin bingung.
Aku cari aman dulu ketimbang nanti disidang 2 keluarga. Keluarga Om Andhika dan Mama-Papa.
Belok kanan, sahut ku lemes. Aku memilih langsung ke kantor saja. Nanti aku jelaskan ke Arland. Walau menurut ku dia juga tidak akan marah.
Aku terus memberi arahan jalan ke kantor ku dan 1 jam kemudian kami sampai.
" Seperti nya kepagian. Pagar nya belum buka"
Kulihat pagar di depan sana memang belum dibuka mungkin setengah jam lagi baru buka.
" Ya" Sahut ku sambil membuka pintu.
" Itu belum Buka Fay. Loe mau nunggu dimana?? Tanya nya malah mengunci pintu.
" Ada warung kopi didekat sini"
" Warung kopi?? Dimana? Ia malah celingukan.
" Di samping sini ada gang. Dan didalam gang. Semacam warteg gitu"
Ia ber-oh lagi. " Aku temanin tunggu disini sampai pintu nya di buka, okey!!! "
Aku hendak menyela tapi ku urungkan biasa lah kalau berdebat dengan keluarga Andhika ini aku kalah suara. Tapi ini 1 jam terkurung di dalam sini rasanya lebih parah. Lebih baik santai sambil ngopi disana.
Tapi beruntung Vian paham ia mengganti music dengan layar Tv.
Aku jadi lebih nyaman sekarang.
" Gimana kabar loe Fay?" Tiba-tiba Vian menanyakan kabar lagi. Intonasi nya lebih santai.
" Baik"
" Cuman baik? Ga ada kepanjangan nya gitu?? "
Aku melihat nya heran. Ia malah balik mengendikan bahu dan mengangkat alis.
" Baaaaaaaiiiiiiiik seeekaaaaaliiiiiii" Sambung ku datar.
Ia malah tertawa. " Loe kalau melucu konyol Fay. Wajah tanpa ekspresi loe itu benar benar ga sesuai"
Aku memang ga pandai melucu dan apa adanya. Aku hanya mengerucutkan bibir sambil melihat berita di layar sana, tiba-tiba rambut ku di acak aduk.
" Hey..
Aku menepis tangan nya melihat nya dengan tidak suka.
" Tuh kan... Gangguin loe itu memang rame! Ambekan sih loe.. Pemarah juga. Selalu serius dari zaman behuela ga berubah ubah nya.... "
Ia malah mengkritik sifat ku dan membuat ku jadi tambah tersinggung hanya saja aku malas meladeni nya. Aku pikir dengan melihat wajah marah ku ia akan berhenti ini hidung ku malah di pencet pencet kayak memerah sapi.
" Vi... Jangan" Teriak ku dengan suara tinggi.
Lalu mendorong nya dan punggung nya membentur stir mobil.
Jeda sesaat. Nafas ku naik turun. Ku sibak rambut ku kebelakang. Ku lirik ia dengan pedas. Ku coba buka lagi pintu ternyata masih terkunci.
" Okey.. Okey.. Slow down baby... Jangan marah..
Vian mencoba berdamai dengan ku. Aku hanya mendengus jengkel dan mood ku sudah berantakan karena nya alhasil aku jadi malas liat Tv. Aku hanya sanderan di kaca mobil sambil memejam kan mata. Aneh bin ajaib semilir ac di dalam sini malah membuai ku. Tanpa sadar aku malah ketiduran.
Entah berapa lama aku tertidur. Saat membuka mata. Aku berlonjak kaget melihat di depan kaca sana ada wajah pria hitam pekat dengan mata blo dan kurus ceking.
Sontak ada tawa si sebelah ku .
Vian tertawa ngakak sedangkan di luar sana yang ku kenal sebagai Kang Ucup masih sibuk menyisir rambut nya denga jari jari nya. Ia lalu bergaya sangat antusias apalagi ini mobil mahal membuat Kang Ucup gemar mengabadikan nya di ponsel nya.
Aku masih syok melihat kemunculan Kang Ucup bahkan jantung ku berdetak cepat serasa melihat setan saja.
Tapi beberapa detik berikutnya aku kaget melihat jam tangan ku yang menunjukan jam setengah 10 pagi. Ini lebih horor.
Sampai mata ku kucek rasanya tidak mungkin. Tapi jarum jam itu memang menunjukan jam 9 pagi lewat.
" Aku terlambat" Jerit ku dalam hati.
Pintu segera aku dorong dan Kang ucup sampai terdorong nyaris terhuyung ke depan. Ia mau protes namun terurung setelah melihat ku.
" Eh Bu Fayza.. " Cengir nya dengan malu-malu. Ia pikir mobil itu milik ku jadi dia malu ketahuan numpang exis dengan mobil itu. Aku tak ada waktu menjelaskan pada Kang Ucup. Aku segera beranjak dari sana dengan tergesa-gesa. Aku bahkan lupa kalau tidak mengenakan pakaian formal. Yang ku kenakan dress Tasya yang terasa pendek sekali di badan ku. Rasanya seperti sedang dasteran ke kantor.
Aku mengabaikan pandangan karyawan lain disana malahan mereka masih menyapa ku walau aku melongos acuh.
Kulihat di lobby ada Arland. Dia dengan Nola dan Pak Ardi. Manager personalia.
Spontan aku mundur kaget takut kelihatan Arland. Tapi ini petaka entah keberapa kali aku tak tau kalau dibelakang ku ada orang dan aku menabrak nya. Mba Anis. OG (Office Girl) lain di kantor itu sedang membawa beberapa minuman lalu aku yang implusit mundur malah menabrak nya. Alhasil kami berdua terhuyung dan gelas geals itu terbang keatas dengan cairan cokelat, hitam juga mengudara. Mata ku melebar kaget kalau tidak gelas itu mendarat kebawah maka akan mendarat kesalah satu aku dan Mba Anis. Hanya saja badan ku yang jatuh kebelakang tidak jatuh ke lantai dingin itu. Ada tangan yang menangkap ku dan itu persis drama-drama ala korea atau kisah percintaan manis. Hanya saja yang membantu ku tidak membentur lantai bukan lelaki ku tapi malah sepupu ku. Vian.
Pria berkaos warna orange itu menyambut tubuh ku dengan sempurna bahkan posisi nya bisa dibilang cantik. Terdengar pula suara teriakan disana yang kaget, mata ku juga seperti slow mention melihat mata Vian yang memang sangat jernih.
Mata ku keatas ada gelas yang Satu mendarat di jidat Vian sebelum akhirnya suara pecah an lainnya juga menambah teriakan disana meredup.
Selain gelas yang jatuh ke kepala Vian. Cairan kopi susu juga mengenai tangan nya. Itu pasti panas sekali. Bisa saja ia melepas ku dan aku jatuh tapi kulihat Vian menahan panas nya.
Aku segera bangun dari sana dan melihat pergelangan tangan Vian yang sangat merah. Jidat nya juga agak membengkak.
" Hoooh.. Aku hanya ingin mengantarkan tas loe malah ketiban air panas" Timpal nya disana lalu meringis. Pada tangan nya yang melepuh.
Aku melihat Vian dengan rasa bersalah berbeda dengan sisi kanan dan kiri kurasa pegawai wanita disana malah terpesona dengan Vian bukan nya membantu kami.
*
*
*
Aku membawa Vian meruanga ku.
Kulihat ia melihat segala sesuatu dalam ruangan ku saat aku muncul dengan kotak P3K.
Aku mendehem dan ia menoleh sebentar.
" Apa kamu mau ke rumah sakit saja? " Tanya ku menawarkan walau hanya luka melepuh dan benjol tapi aku takut ia akan merasa itu berlebihan.
" Ga perlu"
Aku lalu duduk di kursi ku dan mengeluarkan beberapa obat oles juga kapas yang sudah direndam dengan air hangat.
Aku mengompres benjolan dijidat nya dengan air hangat. Vian meringis benjolan itu cukup berbentuk bahkan sangat merah dengan jenis kulit nya yang sangat terang. Aku penasaran apa dia minum obat pemutih sampai kulit ku saja kalah putih. Beda sekali dengan kulit nya yang dulu itam buluk.
Selesai mengoles obat bengkak di jidat nya aku meraih pergelangan tangan nya. Kulit nya benar benar melepuh. Dan mulai menglembung. Beruntung tadi tidak mengenai wajah nya. Kalau tidak aku bisa dituntut seumur hidup.
" Ini dingin tapi nanti perih. Tahan sedikit" Kata ku memperingati.
Ia mengangguk lalu obat luka bakar itu aku oleskan. Berbagai ekpresi ku lihat di garis wajah nya.
" Selesai! Jangan kena air dulu! Kalau kamu khawatir. Kamu bawa ke rumah sakit saja" Kata ku lagi.
Vian malah melihat ku dengan lama.
" 13 kata"
Ha...
Apa dia ikut ikutan Tasya yang menghitung kosa kata ku.
Ia lalu tertawa singkat.
" Aku akan kasih tau Mama kamu agar kamu tidak sembarangan dengan luka luka ini" Kata ku memperingati.
" 15 kata. Wah nambah terus...
Aku mendelik dongkol kearah nya. Apa ia masih menghitung kosa kata yang aku ucapkan.
Alis nya lalu turun naik dan malah mengumbar senyum.
" Sudah selesai! Ingat jangan kena air dulu" Kata ku melepas kan tangan nya. Tapi tau tau tangan ku malah ditangkap.
" Punggung ku gatal"
Hah...
" Punggung ku gatal!
Gatal??
Ia lalu berbalik dan melepas baju nya dengan asal. Membuat ku hanya melongo kaget. Bahkan aku merasakan di luar sana banyak yang sedang menguping. Terdengar samar samar suara bisik bisik di balik pintu dan pintu juga agar bergoyang.
" Sangat gatal..
Aku kembali fokus pada punggung Vian yang seputih hamparan salju. Tekstur nya keras dan punggung lebar itu mengendik ngendik mirip ikan badut.
Apa yang ku pikiran aku malah menelusuri punggung itu dengan mata. Walau gondok an juga melihat punggung nya yang berzumba ria.
" disini???
Bawah ..!!
Aku turun agak kebawah.
" Pelan-pelan.. Ya ya begitu.. Good job.. Aaaaah enak sekali... Emmmm eeeuuuuh aaaaah...
Aku merasa aneh dengan suara suara laknat yang Vian keluarkan. Mendesah desah seperti sedang melakukan hubungan intim saja. Apalagi didepan sana banyak yang menguping. Mereka bisa salah sangka.
Ya ampun kenapa aku baru sadar. Dan terus menggaruk.
Aku berhenti menggaruk " Pulang lah! Aku sibuk' kata ku disana segera menyalakan komputer dan mengambil ponsel ku yang memang tertinggal disana.
" Tapi masih gatal"cicit nya mirip anak kecil.
Aku mendelik jengkel. Vian seperti nya mengerti mata marah ku.
'Fine...
Ia lalu memasang kembali kaos nya.
" Apa loe ga nganter gue! Gue ga ingat jalan nih" Katanya disana.
Aku menarik laci dan mengeluarkan map map tebal.
" Nanti Diba yang antar" Sahut ku lagi tak ingin dibantah.
" Baiklah.. Rasa terimakasih loe kikir banged Fay. Kecewa gue.. " Sungut nya disana sambil bangkit.
Entah kenapa perkataan nya bikin aku tidak enak hati. Dia benar. Aku malah jadi kasar padahal dia sudah menghindarkan ku dari kecelakaan tadi. Dan yang terluka bukan dia tapi aku.
Map itu ku letakkan kembali dengam hati super lapang dada.
" Tunggu" Tahan ku saat Vian hampir membuka pintu.
Aku beranjak dari sana lalu mengambil alih pintu.
Secara tiba tiba beberapa orang terhuyung jatuh kedalam. Mereka semua langsung nyengir dengan wajah pucat. Dan langsung ngacir begitu saja. Mata ku mengunus pada Diba yang berada di meja nya ia tak ikut menguping tapi aku tetap menuduh nya.
" Waaah. Mereka pasti salah paham. Tadi gue hanya minta Fay garukin punggung"
Kata Vian pada Diba seolah ingin menjelaskan apa yang mereka dengar tadi hanyalah salah paham.
Diba mengangguk dan langsung membuang muka kebawah masih rada takut.
" Ayo...
Aku mengajak Vian segera beranjak dari sana. Agar tidak dibilang tak tau terimakasih lagi.
" Kantor loe nyaman juga ya Fay. Banyak cewek cewek cantik nya" Kata Vian saat di lift. Kulihat dari pantula alumanium yang sebagai bahan balok lift ini Vian melihat ke atas dan kebawah didalam sana.
Aku tak mengubris perkataan Vian. Hingga pintu lift terbuka. Aku jalan duluan dan dia mengikuti ku dibelakang. Kulihat dari sudut mata ku anak itu malah tebar pesona dengan anak anak disana. Rasanya bikin malu saja. Anak anak disana juga tampak seperti melihat idola nyasar ke kantor itu. Mata mereka nyaris melorot kebawah dengan mulut menganga.
" Udah kan Vi. Kamu tau sendiri jalan menuju mobil kamu kan. " Kata ku jengah juga mendengar elukan cewek cewek disana. Dan mereka segera diam saat aku menatap tajam mereka.
" Eh udah sampe depan ya. waah ga
Kerasa... Lain kali aku main main kesini lagi ya Fay! Banyak yang bening soale....
Aku melihat nya jengah dengan mata keatas, kamu pikir ini kantor punya ku! Padahal di kantor Om Andhika yang jelas lebih gede pasti lebih banyak penghuni cewek nya.
" Okey kalau begitu sampai jumpa Fay cantik.. "
Katanya lagi sambil berlenggang lenggok dan saat melewati ku ia sempat sempat nya mengusap sudut bibir ku dengan lembut.
Aku kaget dan bengong bentar hingga mata ku berubah jadi mata penyihir menatap nya horor tapi anak itu malah terkikik girang. Segera aku mengedarkan pandang menatap satu satu yang melihat nya adegan barusan. Mereka semua yang tampak mupeng dengam berita gosip segera mengalihkan mata kelain.
Aku mendengus kesal dan segera beranjak dari sana.
Rasanya baru beberapa jam saja badan ku sudah lelah duluan. Ini lebih lelah dari pada mengaudit laporan keuangan.
Aku kembali ke ruangan ku tau tau Diba berdiri.
" Bu. Tadi Pak Arland manggil
Aku mendengus lelah dan memutar badan lagi.
" Ga mungkin ah cowok nya Mba Fay..
Aku berhenti sebentar mendengar nama ku di sebut.
Ada 3 karyawan lain yang sedang menggosip.
" Beneran tadi itu so sweet banged. Loe sih ga ikut waktu di bawah...
" Masa sih. Emang ada yang mau sama cewek kaku dan judes kayak Mba Fay? "
"Iya ni.. Loe sih halu aja Tar.. Mba Fay itu mana ada yang mau. Judes nya kebangetan. Salah dikit di marahin. Padahal cuman salah ketik tapi dibesar-besarkan. Sok perfect!!Idih gue aja kalau jadi cowok sih males banged naksir dia. Yang ada tensi tiap hari naik.
Mereka lalu tertawa. Rasanya di dada ini ada bara api. Nyesak dan marah. Bisa-bisa nya mereka menilai ku seperti itu.
" Kalian ini malah jelek-jelekin Mba Fay. Gue ngomongin di cowok kece tadi. Gue juga simpen foto nya. Busyet dah.. Muka nya kayak ga asli Indonesia deh. Apa ada keturunan chines nya ya? Kulit nya terang banged. Mata nya juga ya ampun. Bening gitu tapi kece badai apa mungkin dia artis?? Aah gue ntar mau nanya ke mba Fay ah..
Dengan berat aku kembali melangkah. Dan berhenti didepan ketiga penggosip ini. Spontan mereka seperti melihat kuntilanak. Apalagi aku tau sumber suara yang menjelek-jelekkan aku seperti itu.
Mereka anak anak di devisi Marketing.
Aku tidak marah mereka mengatai ku tapi aku ingin menasehati sedikit. Saat mau buka suara tiba tiba ada suara lain.
" Tari, Helda, Afri...
Aku menoleh kebelakang. Gladys. Dia CMO (Chief Marketing Officer). Ibarat sebuah Permata. Gladys wanita paling dikagumi di perusahaan ini. Dia punya pamor tersendiri selain wajah cantik, dan punya body gitar spayol. Gladys juga orang sosialita yang kaya raya dan dia pernah menjadi terkenal sebelum kuliah keluar negeri. Dan itu membuat kedudukan nya disana bak ratu sejagad dan sering dipasang pasangkan dengan Arland dan digosipkan menjalani hubungan dengan beberapa pejabat. Tidak tau mana yang benar yang jelas dia tidak dekat dengan Arland. Dan aku tau Arland bagaimana. Jadi kedudukan Gladys tidak membuat ku cemas.
Kembali lagi ke Gladys. Dengan anggun wanita yang pernah menjadi artis ibukota ini tersenyum pias kearah ku sambil berjalan melintasi ku. Kami hanya bicara sesekali itu pun saat ketemu di meeting dan beradu argumen tentang anggaran dana pelelangan.
" Kalian kenapa malah ngobrol. Dimana laporan yang aku minta tadi.. " Ucap nya dengan suara ramah tapi tegas. Caranya bicara pun tak mengurangi kadar keindahan seorang Gladys. Bibir merah nya tersenyum tipis.
Apa dia sedang membantu ku mendisiplinkan anak buah nya.
Aku rasa aku tak perlu andil minta bantuan nya. Tapi aku memang malas berurusan dengan hal yang tak menguntungkan. Pekerjaan ku aja sudah sejibun belum lagi belajar buat mengajar mahasiswa ku. Rasanya aku tambah buang buang waktu untuk menguras hati ketika di gunjingkan begini.
" Iya Mba Gladys, hampir selesai kan Tar..
" Aah iya mba.. Ini dilanjutkan..
Mereka lalu segera lari ke kubikel masing-masing.
Kulihat Gladys tersenyum manis kearah ku.
" Sorry ya Fay.. Anak anak didivisi ku memang susah diatur... " Katanya dengan suara manis dan paras nya yang cantik ini selalu membuat orang tidak tega membencinya.
" Ya tak masalah" Sahut ku masih tidak bisa mengurangi kadar dingim disetiap kata-kata ku.
Aki sudah terbiasa dengan sifat ini walau banyak dibenci orang aku tak peduli. Toh aku hidup bukan dari gunjingan mereka.
" Ah.. Kamu mau ke ruangan Arland? Eh maksud nya Pak Arland?
Aku berhenti dan menoleh lalu mengangguk.
" Bareng yuk. Aku juga mau kesana " Katanya dengan jalan mendecit dan berlari ringan.
Aku mengangguk dengan senyum yang samar.
***
sering kalian koment tambah semangat author..... 🍀