Di balkon kamar, Zarrel sedang melakukan konser tunggal untuk dirinya sendiri mines dengan cewek cantik yang sekarang sedang memperhatikannya dengan terpana. Cewek itu terpukau mendengar suara merdunya Zarrel, ditambah dengan nada-nada piano yang dimainkan oleh jemari lentik itu. Lagu yang tengah dinyanyikannya saat ini adalah lagu milik Liza Soberano dengan judul 'With You in My Life'.
Can this be real?
Could someone tell me please?
That I'm not living in a dream
I've waited for so long
I can hardly believe
That love has finally made its way to me
I have it all in you
You're my dream come true it feels so good to have you here
With you in my life there is nothing i want more
With you in my life by my side forevermore
All the sorrow and tears of yesterday have faded away
Now tomorrow looks so bright baby with you in my life
Holding you near
My spirits seems to fly
My heart has finally found a home
Soft place to land whenever I fall
I've finally found someone to call my own
I have it all in you
You're my dream come true with you I'll never be alone
With you in my life there is nothing I want more
With you in my life by my side forevermore
All the sorrow and tears of yesterday have faded away
Now tomorrow looks so bright baby with you in my life
Baby…
With you in life there is nothing I want more
With you in my life by my side forevermore
All the sorrow and tears of yesterday have faded away
Now tomorrow looks so bright baby with you in my life
baby with you in my life
baby with you in my … life
Krik... krik... krik....
"Rahangnya tolong kondisikan!" ucap Zarrel sekilas melihat Verlyn yang terus menganga sambil memandangnya.
"Eh? Hhe, suara kamu keren banget," sahut Verlyn sambil menggaruk belakang kepalanya disertai nyengir-nyengir nggak jelas.
Zarrel hanya menggelengkan kepalanya, lalu ia beranjak masuk ke dalam kamar diikuti Verlyn. Namun, baru beberapa langkah Zarrel masuk ia berbalik hendak mengambil ponselnya yang tertinggal di atas piano.
Deg!
Zarrel langsung berhadapan dengan wajah Verlyn yang terlihat kaget. Lama mereka saling pandang seolah mata itu tak mengizinkannya menengok ke arah lain.
Drrrtttt!!!
Getaran ponsel Zarrel merusak suasana. Tampak Verlyn mengembuskan napas lega. Eh? Emang roh masih bisa napas? Pokoknya, Verlyn merasa lega terlepas dari tatapan mata itu yang membuat jantungnya seakan ingin pecah saking ajeb-ajebnya tadi (emang roh punya jantung?). Zarrel mengangkat telpon dari Ranty, sepertinya ia akan ditinggal sendirian lagi mulai malam ini. Karena Ranty ditugaskan untuk dinas di luar kota.
"Zarrel!"
"Hmm?"
"Ayo masuk!"
Zarrel pun masuk diiringi Verlyn. Mereka berdua memilih rebahan di atas kasur dengan posisi Zarrel yang duduk dengan bersandar di bahu ranjang dan Verlyn yang rebahan di sampingnya. Dalam diam Verlyn mencuri-curi pandang melihati wajah manis Zarrel.
Zarrel yang merasa diperhatikan hanya berpura-pura memainkan game di hpnya. Saat merasa mata itu beralih barulah ia juga memperhatikan wajah pucat Verlyn. Ia kagum dengan maha karya Tuhan yang ada di sampingnya saat ini, entah kenapa ada rasa yang tak biasa dengan hanya menatap wajah itu sedekat ini.
"Ver!" panggil Zarrel sambil meletakan hapenya ke atas lemari kecil di sampingnya.
"Apa?" sahut Verlyn dengan disertai senyuman manis andalannya yang bisa bikin siapa saja yang melihatnya akan jatuh hati padanya. Termasuk Zarrel?
Cantik banget, sih, Ver -batin Zarrel.
"Anu... kapan kamu akan kembali ke tubuh kamu?" tanya Zarrel sambil berusaha terlihat santai dengan mendekap kedua lututnya. Lagi-lagi jantungnya berulah.
Verlyn menggeleng sembari berkata, "Aku nggak tahu, Rel. Dulu, aku pernah sempat mencoba untuk masuk dalam tubuhku dengan caraku sendiri. Namun, aku nggak bisa berada lebih lama. Tubuhku rasanya sangat sakit, lalu aku kembali keluar dan sakitnya hilang seketika. Aku mencobanya berulang kali, sampai akhirnya aku menyerah. Aku pikir, Allah masih belum kasih izin untukku kembali," jelas Verlyn panjang lebar seraya bangkit duduk bersandar di bahu ranjang samping Zarrel.
"Apa kamu pernah bertemu malaikat?" tanya Zarrel dengan menolehkan wajah ke kanan langsung menatap wajah Verlyn yang sendu.
"Aku nggak tahu, atau mungkin aku nggak ingat. Yang aku bisa ingat hanya selama ini aku selalu keluyuran di sekitar Riyal."
Zarrel mengangguk paham, "Maaf, siapa yang menanggung biaya pengobatan kamu?" tanyanya kemudian.
"Rumah Sakit itu milik papa. Tapi, aku nggak tahu lagi di mana keberadaan papa sekarang. Waktu itu, yang sempat aku lihat, mereka hanya minta sama dokter untuk mengurusku sampai aku bisa sehat kembali. Dan ia kembali pergi tanpa aku tahu ke mana tujuannya."
"Jika itu milik orang tua kamu, kenapa kamu bekerja di sana?"
"Aku hanya ingin melakukannya."
"Hm, oh, ya, kenapa papa kamu nggak bawa Riyal? Setidaknya buat jagain dia gitu,"
"Karena papa nggak suka lihat Riyal."
"Kenapa?"
"Karena Riyal bukan anak kandungnya."
"Kok bis---"
PRANG!!!
Tiba-tiba ada suara kaca pecah di teras. Sontak Zarrel berlari ke luar untuk melihat apa yang terjadi. Tampak sebuah motor matic dengan dua orang penumpangnya tengah cengangas-cengenges setelah tidak sengaja menabrakan motornya ke pot kaca tanaman hias milik Zarrel.
"Kalian kok bisa ada di sini?" tanya Zarrel mengabaikan tanaman hiasnya yang sudah tak berbentuk lagi. Zarrel memang begitu cuek terhadap sesuatu yang seharusnya bikin dia kesal.
"Lo kenapa nggak masuk sekolah tadi?" tanya salah-satu dari mereka sembari membuka helm ---ternyata Azzar.
"Hari ini kan cuma ngadain lomba habsy doang di sekolah."
"Iya juga, sih. Tapi, setidaknya, kan, lo ngabarin dulu, gitu."
"Kalian tahu dari mana rumahku?" tanya Zarrel mengabaikan omongan Azzar.
"Kita tahu karena ini," tunjuk Terrena memperlihatkan ponselnya yang menampakan foto kertas biodata milik Zarrel. Zarrel baru ingat kalau kemaren wali kelasnya menyuruh untuk membuat biodata. Mungkin karena waktu itu Zarrel sambil main hape membuatnya, membuka kesempatan untuk Terrena mengambil gambarnya. Tapi kenapa sampai segitunya? Padahal, kan, mereka bisa tanya langsung.
"Ya sudah, beresin dulu itu, baru kalian boleh masuk," ucap Zarrel dengan berjalan lebih dulu masuk ke dalam rumah.
Setelah membereskan kekacauan yang dilakukannya, Terrena dan Azzar pun masuk menyusul Zarrel.
"Zarrel!" teriak Terrena.
"Aku di dapur! Sebentar!"
Tidak berapa lama Zarrel muncul dengan membawakan minuman dingin kepada tamu tak diundangnya itu. Ia tahu mereka tidak puasa karena mereka memang tidak harus puasa. Terrena dan Azzar kini tengah duduk dengan sopan di sofa. Mungkin karena mereka masih belum akrab dengan Zarrel, jadilah menjaga imej terlebih dahulu. Lagipula Zarrel adalah tipikal orang yang dingin, itulah pula yang membuat mereka harus meredam sisi ke-abnormal-an mereka.
"Jadi, kalian mau ngapain ke sini?" tanya Zarrel setelah melihat mereka meminum jus jeruk buatannya sampai setengah gelas --kehausan.
"Mau main doang!"
"Iya, sekalian ngajakin kamu jalan ke luar. Mau, ya?"
Zarrel terlihat berpikir dulu dengan ajakan teman barunya itu.
"Oke! Aku ganti baju dulu." ucap Zarrel tiba-tiba lalu segera beranjak menuju kamarnya. Namun, sebelum sempat ia melangkahkan kakinya untuk menaiki tangga, ia melihat Verlyn melayangkan pecahan kaca tajam ke kepala Azzar dan Terrena. Posisinya berada di belakang sofa tempat mereka duduk.
Verlyn dapat menyentuh benda? Verlyn menyentuh benda!?
"JANGAN!!!"
Buf!
...