Buf!
Itu suara Zarrel yang nyungsep saat hendak menepiskan tangan Verlyn. Terrena dan Azzar sontak heran sekaligus bingung dengan apa yang barusan terjadi di depan mata mereka. Tubuh Zarrel menyeruduk dengan posisi kepala menyumpel di antara Terrena dan Azzar.
"Zarrel lo ngapain?" tanya Azzar sambil membantu posisi Zarrel ke normal(?)
"Tadi apanya yang 'jangan', Rel?" tanya Terrena bingung.
"Eng... nggak, nggak ada apa-apa," sahut Zarrel berpura-pura sambil menggaruk dahi menutupi kebingungannya juga.
"Lo minum akua deh biar fokus! Abis itu buruan lo ganti baju, gih!" kata Azzar mengingatkan.
Zarrel hanya mengangguk lalu beranjak ke kamarnya untuk ganti baju.
"Kamu ngapain tadi?" tanya Zarrel sesaat setelah berganti pakaian. Ia melihat Verlyn sedang memperhatikannya.
"Jangan terlalu akrab sama mereka!" peringat Verlyn menatap serius wajah Zarrel dari pantulan cermin rias.
"Memangnya kenapa? Mereka baik, kok," sahut Zarrel sambil memasang topi bisbol kesayangannya.
"Yang terlihat bukan berarti yang sebenarnya, Zarrel!"
"Ya, aku tahu itu. Aku pergi dulu," sahut Zarrel mengabaikan peringatan Verlyn, "kamu hutang penjelasan yang tadi," ucapnya lagi lalu kembali melangkah meninggalkan Verlyn.
Keempat gadis cantik -- mines satunya semu-- itu sedang mengitari kebun binatang. Awalnya, mereka --Azzar dan Terrena-- pengen ke mall, tapi Zarrel nggak mau, takut lapar mata katanya. Sesekali mereka mengambil foto bersama dengan kamera cannon yang dibawa Azzar. Namun, semakin ke dalam, Azzar dan Terrena malah kecanduan selfi-selfi berdua. Zarrel cuma menggelengkan kepala saat Azzar tengah berpose di depan patung bekantan dengan gaya menggoda(?)
Zarrel memilih berjalan lebih dulu dari mereka. Sesampainya di depan kandang monyet, Zarrel hampir tersedak menahan tawanya. Bagaimana tidak, di samping monyet yang sedang mencarikan kutu temannya itu, di sampingnya juga ada Verlyn dengan gaya yang sama seolah sedang mencarikan kutu monyet pula. Ditambah dengan wajah yang dibuat semirip mungkin dengan monyet di sekitarnya.
Ingin rasanya Zarrel mengabadikan momen itu. Tapi, sayangnya jika dia mengambil gambar atau videonya itu tidak akan mungkin Verlyn bisa masuk di dalamnya. Dari pada menanggung resiko kelepasan ketawa dan dikira orang gila, Zarrel lalu berpindah menuju kandang-kandang binatang lainnya.
Ia kembali tertegun saat berada di depan kandang yang tidak ia tahu hewan apa namanya. Ia melihat seekor binatang di dalamnya hampir menyerupai monyet besar(?) Tapi, ada yang aneh....
Zarrel mengitari kandang untuk bisa melihat dengan jelas. Saat hewan(?) itu berbalik....
"Fffffffttttyybhhhhasdfghjkl!!" Zarrel membungkam wajahnya dengan topi agar seolah terlihat seperti orang yang batuk parah.
Lagi-lagi Verlyn bertingkah konyol dengan menirukan gaya gorila yang... centil(?) Sekilas dia akan terlihat seperti gorila banci.
Puas dengan tawa diam-diamnya, Zarrel pun memilih duduk di bawah pohon untuk istirahat. Zarrel mengipas-ngipas kepalanya dengan tangan yang di kibas-kibaskan.
Tapi tiba-tiba saja ada angin lokal sejuk yang bertiup ke arahnya. Zarrel melihat arah sumber angin yang berada di sampingnya tidak jauh dari tempatnya duduk. Ternyata Verlyn sedang melambaikan daun pisang yang masih di pohonnya untuk mengipasi Zarrel. Beruntung semua orang tidak memperhatikan pohon itu yang tengah bergerak sendiri.
Zarrel masih penasaran dengan Verlyn yang tiba-tiba bisa menyentuh benda. Padahal dia hanya roh. Tidak masuk akal.
______________
Pukul tiga sore mereka pulang ke rumah. Zarrel tidak langsung pulang melainkan pergi ke rumah sakit menengok Riyal --tepatnya menjemput Riyal. Riyal saat ini sedang bersama suster Ella yang lagi istirahat. Mereka membicarakan hal-hal yang seolah tampak serius.
Sebelum sempat Zarrel masuk ke lorong menuju kamar Verlyn, Riyal berteriak memanggil namanya.
"Kak Za!!!"
Zarrel menyapu pandangan sekitarnya, ia berhenti sesaat melihat Riyal berlari kecil dari arah taman menujunya. Sontak Zarrel merentangkan tangannya disertai senyuman kecil. Hanya dengan dua orang ini ia mau untuk terus memberi senyuman tulus tanpa dipinta, satunya siapa lagi kalau bukan kakak dari si bocah yang ia peluk saat ini.
Zarrel menyampaikan perihal kedatangannya untuk mengajak Riyal pergi jalan-jalan. Riyal mengangguk setuju, katanya ia sudah sangat lama tidak pernah lagi jalan-jalan jauh. Terakhir, sehari sebelum Verlyn mengalami tragedi mengerikan itu.
Tidak perlu waktu lama, mereka kini sampai di pondok yang mana di halaman belakang terhampar ilalang yang tingginya hampir sedada. Jika Riyal berjalan di sekitar situ dipastikan tubuhnya tidak akan kelihatan. Makanya saat Zarrel masuk menerobos ilalang itu ia sambil menggendong Riyal.
Tempat ini adalah milik Zarrel. Ia sempat ke sini tahun lalu sebelum ikut mamanya pindah. Namun, sebelumnya ia tidak pernah masuk ke dalam rumpunan ilalang ini. Waktu itu ia menjelajahnya hanya dengan menggunakan drone camera yang ia terbangkan untuk melihat ada apa di balik ilalang. Ia hanya memperhatikan melalui laptopnya, ternyata ada danau biru di sana --maksudnya danau yang memiliki air berwarna kebiruan.
Mereka kini tengah duduk santai di bawah pohon rindang. Di sini sama sekali tidak menyeramkan, melainkan seperti memberikan rasa ketenangan dan kenyamanan. Cocok untuk tempat meditasi.
"Kak Za!"
"Hm?"
"Coba aja Kak Verlyn bangun, ia pasti senang kalau kita ajakin ke sini," ucapnya sambil sesekali melihat ke danau.
"Suatu saat kakak kamu pasti bangun, kok. Pasti bakal kita ajak dia ke sini."
"Aku kangen Kak Verlyn, Kak Za," ucap Riyal sembari meneteskan air mata.
"Kakak juga kangen kamu, Riyal," batin Verlyn yang kini juga duduk di samping Riyal. Zarrel yang melihat itu segera merangkul Riyal dengan sebelah tangannya seraya mengusap pelan kepala Riyal.
"Kakak kamu juga pasti kangen sama, Riyal,"
"Dari mana, Kak Za, bisa tahu kalau Kak Verlyn juga kangen sama aku?"
"Dalam hubungan persaudaraan itu terdapat ikatan batin yang kuat, Riyal. Kalau salah satu kangen, yang satunya juga pasti kangen. Itu nggak hanya berlaku sama anak kembar saja.
"Coba sekarang, Riyal, bayangin kalau di sini ada kak Verlyn yang sedang ikut menemani, Riyal. Riyal, pengen ngomong apa?"
"Aku akan bilang kalau aku kangen sama Kak Verlyn. Aku pengen Kak Verlyn bangun lagi. Biar bisa main bareng lagi. Terus jodohin Kak Verlyn sama Kak Za, karena Kak Za sudah baik banget."
"Astaga, anak ini. Sejauh mana, sih, belajarnya," batin Zarrel.
Verlyn yang masih duduk di samping Riyal hanya senyum-senyum mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Riyal barusan. Ia kagum(?) pada suster Ella yang terlalu obral mengajari Riyal banyak hal.
Pelan-pelan tubuh Riyal oleng hendak rebah. Ternyata ia dari tadi sudah mengantuk. Dengan menggunakan jaket yang tadi dipakai Zarrel untuk melapisi kepala Riyal sebagai alasnya, Riyal pun tertidur dengan pulasnya.
___________
"Kamu ngapain lihatin aku kayak gitu?" tanya Verlyn yang saat ini berada di atas rakit dengan Zarrel. Posisinya cukup jauh dengan Riyal yang sedang tertidur di bawah pohon.
"Wajahmu mengalihkan duniaku," sahut Zarrel sambil tetap memandang muka pucat Verlyn.
Tak tahan dipandangin terus, akhirnya, Verlyn balik memandangi wajah Zarrel. Entah siapa yang memulai, wajah mereka mendekat semakin dekat, dan...
...