Satu tahun yang lalu, SMA BORNEO memiliki seorang murid yang sangat sering menyumbangkan piagam, medali atau pialanya dalam memenangkan lomba mural. Ia begitu mahir dalam menggoreskan kuas cat atau cat semprot ke tembok lalu merubah dinding yang polos menjadi terlihat menakjubkan. Hampir seluruh murid dan para guru menyukai dirinya, apalagi dengan sifatnya yang ramah pada setiap orang. Verlyn Arindaz namanya. Ia mempunyai sahabat bernama Carlos Andafa. Verlyn tidak pernah tahu kalau Carlos menaruh hati padanya. Carlos adalah seorang nouncer aktif di radio sekolah. Ia pandai bernyanyi dan memainkan dj pad, sehingga tidak jarang musik yang diputar adalah hasil dari kreasi dj pad-nya, juga suara indahnya. Hal itu membuat dirinya jadi memiliki banyak penggemar di sekolah bahkan diluar sekolah sekalipun. Kedekatan keduanya membuat semua orang berpikir kalau mereka berdua telah menjalin hubungan. Sehingga salah satu dari sekian banyak orang yang menyukai Carlos tidak terima dengan kedekatan mereka. Cewek itu begitu cemburu. Ia lalu merancangkan suatu rencana sadis yang membuat satu temannya merinding ngeri. Temannya itu tidak mau ikut campur dalam hal itu padahal, tapi si cewek itu justru mengancam akan membunuhnya jika tidak ikut sekongkol dengan dirinya. Maka temannya itupun terpaksa menuruti kemauannya. Selain karena hal itu, juga ada alasan lain yang lebih kuat untuk membuatnya melakukan hal tersebut. Sebut saja ia memiliki dendam lama pada Verlyn.
Sampai suatu hari saat dimana mereka akan melancarkan aksinya. Verlyn yang saat itu lagi diantarkan Carlos ke rumah sakit tempat ia bekerja, tidak menyadari kalau mereka dibuntuti dua mobil di belakang. Yang menyadari hal itu hanya Verlyn, ketika tanpa sengaja ia melihat di spion ada mobil di belakang seperti tengah mengikutinya. Verlyn tahu kalau orang itu sangat berbahaya. Namun, tak ingin membuat sahabat yang ada di sampingnya khawatir, ia pun diam saja seolah semuanya akan baik-baik saja.
Mobil yang ia naiki pun akhirnya sampai ke parkiran, mereka berdua lalu masuk menuju belakang rumah sakit tempat di mana Verlyn mengambil peralatan kerjanya. Verlyn menyuruhkan Carlos untuk pulang saja, tapi Carlos bersikeras untuk menemani Verlyn. Verlyn akhirnya mengalah dan membiarkan apa yang ingin Carlos lakukan, setidaknya dia akan aman, pikirnya.
Setelah mengganti pakainnya dengan pakain biru ala cleaning service di toilet, Verlyn kembali menghampiri Carlos. Sekembalinya Verlyn, ia begitu terkejut saat melihat kepala Carlos berdarah sudah tak sadarkan diri, dan tubuhnya dipenuhi luka lebam. Sepertinya sebelum pingsan ia sempat berkelahi. Tiba-tiba seseorang menarik kerah baju Verlyn dari belakang, Verlyn berontak untuk melepaskan diri. Namun, sebelum ia sempat melepaskan tangan yang mencengkramnya, seseorang lagi berhasil membiusnya dengan membekap wajahnya.
Tak ada yang tahu dan melihat kejadian ini. Lantaran tempat ini begitu ke ujung, dan lagi hanya ada kamar mayat yang berjejer di sekitarnya. Verlyn sudah dalam keadaan duduk di kursi dan terikat. Ketika ia bangun, ia begitu syok melihat tiga orang bertopeng penuh darah di hadapannya. Tubuhnya menggigil ketakutan, keringat dingin membanjiri tubuhnya. Air mata keluar begitu saja. Orang-orang di hadapannya masing-masing memegang senjata, samping kiri memegang balok kayu penuh lilitan kawat tajam, samping kanan memegang gunting rumput, dan yang di tengah memanggul linggis dibahunya.
"S-s-si-a-apa k-k-kal-lian?" tanya Verlyn gemetaran.
"Hahaha, lo nggak perlu tahu siapa kita. Asal lo tahu, gue nggak suka lo dekat-dekat sama Carlos! Carlos itu cuma punya kita!" jawab cewek yang memegang linggis dengan suara disamarkan menggunakan gas helium.
"Ca-carlos i-itu s-sahabatku. Ka-kalian nggak a-ada hak bu-buat larang-larang a-aku! Sekarang lepas-kan aku! D-di mana Carlos seka--" belum selesai Verlyn meronta dengan terbata -- masih gemetar-- wajah dan mulutnya sudah di elus-elus dengan gunting taman oleh orang yang di samping kanannya.
"Gue nggak nyuruh lo ngomong, ja*ang!" teriak orang yang memegang linggis tepat di depan wajah Verlyn.
Verlyn semakin takut mendengar suara menggelegar yang walaupun masih dengan efek helium. Antara sedikit lucu dan mengerikan jadi satu.
Belum sempat Verlyn bicara lagi, orang-orang itu sudah mulai memukulinya.
"Pukul dia!"
"Lo harus mati!"
"Harus mati!'
"Tolong!"
"Pukul terus!"
"Jangan!"
Dug!
Bug!
Bug!
Dug!
Crash!!
...