Chereads / IMAGINAREAL - ZARREL / Chapter 15 - CHAPTER 15

Chapter 15 - CHAPTER 15

"Apa?! Verlyn tiba-tiba kritis?!" jeritku berbisik agar Riyal tak mendengarnya.

"...."

Kualihkan pandanganku ke tempat di mana tadi Verlyn berada. Tak terlihat lagi, seolah ia tidak pernah ada di situ. Sontak kututup begitu saja sambungan telpon yang masih terhubung, aku mengampiri Riyal yang masih asik memakan sarapannya.

"Siapa, Kak?" tanyanya saat melihatku kembali untuk menyantap sarapan.

"Teman kakak, katanya sekolah libur hari ini. Jadi, kakak cuma ngantarin Riyal aja ya, hari ini. Ayo, bereskan makanannya biar kamu nggak telat," jawabku berbohong tak ingin membuat Riyal khawatir.

____________________

Kini aku sudah berada di rumah sakit tempat Verlyn dirawat. Aku segera berlari menuju ruangannya. Aku sangat takut sekarang, takut kalau Verlyn --- Ah! Aku bahkan tidak sadar kalau aku belum mengganti seragamku. Sesampainya di depan pintu aku langsung membukanya begitu saja. Tapi, ruangannya kosong. Aku semakin cemas, tak terasa air mataku jatuh begitu saja lalu kuhapus dengan asal. Kuperhatikan sekitarku yang biasanya Verlyn bakal nunjukin diri, kali ini tidak ada. Verlyn, apa kamu baik-baik saja?

"Suster-suster! Pasien yang ada di ruangan ini ke mana?" tanyaku sesaat melihat suster yang entah dari mana mau ke mana.

"Dia sekarang sedang di pindahkan ke ruang ICU, Dek! Tadi, tiba-tiba tubuhnya kejang-kejang," jelas suster itu. Setelah mengucapkan 'terima kasih' aku segera berlari menuju tempat ICU berada.

Sesampainya disana, ternyata aku masih belum bisa masuk untuk melihatnya. Tapi, aku coba mengintip ke pintu yang ada kacanya sejengkal demi memperlihatkan isi dalam ruangan. Begitu banyak para dokter yang ada di dalam sana. Aku tidak mengerti dengan apa yang mereka lakukan, yang jelas selang-selang yang menempel di tubuhnya terlihatbmakin banyak dari sebelumnya, mereka pasangi di tubuh Verlyn dan itu membuatku merinding takut. Sesekali aku melihat tubuh Verlyn yang tiba-tiba kejang dan langsung disuntik oleh sang dokter, seketika Verlyn kembali diam.

Sebenarnya kamu kenapa Verlyn? Aku mohon munculah! Apa karena tubuhmu berulah kamu tidak bisa muncul lagi di hadapanku?

Sudah hampir jam 3 sore aku menunggu Verlyn di luar, akhirnya para dokter selesai menangani Verlyn. Aku segera berdiri lalu menanyakan apa yang terjadi dengan tubuh Verlyn.

"Dokter, bagaimana keadaannya?" tanyaku sambil melirik-lirik ke dalam ruangan.

"Anda siapa?" tanya dokter yang aku lihat name tag-nya bernama Dr. Santana.

"Sa-saya temannya, Dok," jawabku.

"Maaf, saya tidak bisa menjelaskannya kepada Anda. Saya hanya akan menjelaskan ini kepada pihak keluarganya saja. Permisi, ada banyak pasien yang harus saya tangani lagi. Tapi Anda bisa melihatnya ke dalam, tapi sebentar saja," ucap Dokter Santana sembari berlalu diikuti para dokter lainnya.

Aku pun segera masuk ke dalam. Betapa menyedihkannya keadaan Verlyn sekarang. Ada begitu banyak selang yang menghiasi wajah dan tubuhnya. Ini mengerikan, ia bertahan hidup dengan mengandalkan semua alat-alat ini.

Tiba-tiba seorang laki-laki tua masuk ke dalam ruangan tanpa mengucap salam. Ia lalu memperhatikanku dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Kamu Zarrel?" tanyanya dengan suara serak dan berat.

"I-iya, Om siapa, ya?" tanyaku agak tergagap.

"Saya papanya Verlyn. Kamu temannya?"

"I-iya, Om!"

"Anak saya sudah satu tahun berada di sini. Tak ada seorang pun teman yang menjenguknya," aku tertegun mendengar apa yang di katakan papanya Verlyn. Kok, bisa, sih?

"Verlyn adalah anak yang bodoh. Ia selalu berusaha menyenangkan hati semua orang tanpa memperdulikan akibat yang akan diterimanya. Ia dimanfaatkan oleh orang-orang idiot itu yang haus sanjungan dari sekolah lain. Dan, lihat ketika ia tak lagi bisa membanggakan orang-orang itu, mereka seolah tak mengenali Verlyn lagi. Bahkan menganggap anak saya adalah seorang pembunuh alias psikopat,"

"Maksud, Om? Pembunuh? apa yang membuat mereka menganggap Verlyn adalah seorang pembunuh?" tanyaku penasaran.

"Apa kau mau mendengarkan ceritaku, Nak?" tanya beliau. Aku berpikir sejenak lalu tak lama mengangguk mengiyakan. Aku diajak papanya Verlyn pergi ke taman samping rumah sakit. Kami duduk berdua di salah satu kursi yang menghadap ke tanaman bunga matahari yang sedang mekar.

"Saya tahu, Nak. Kalau kamu bisa melihat roh-nya Verlyn. Dan, saya juga tahu selama ini dia selalu muncul di hadapanmu," ucap Papa Verlyn yang semakin membuatku bingung. Bagaimana bisa dia tahu?

"Sebenarnya saya pun bisa melihat roh Verlyn, tapi saya berpura-puta tidak melihatnya. Karena saya yakin, akan ada seseorang yang nanti membantunya. Dan, orang itu adalah kamu. Selama ini saya selalu memperhatikan perkembangan Verlyn melalui kamera-kamera tersembunyi yang saya letakan di mana saja. Tentunya kamera khusus yang dapat menangkap objek semu. Saya menggunakan kamera chip yang diterbangkan menggunakan robot kecil seperti nyamuk, yang dapat dikendalikan dari jauh.

"Kembali ketopik, saya tidak bermaksud mengatakan kalau anak saya anak bodoh. Tapi, perbuatannya itu yang membuat dia seperti orang yang bodoh. Terlalu baik. Hasilnya? Ketika dia dalam keadaan terburuk seperti saat ini, tidak ada yang peduli dengan keadaannya. Saya sangat berterima kasih kepada kamu yang sudah lama saya tunggu akhirnya datang juga. Walaupun saya memiliki alat yang super canggih, tetapi saya bukanlah seorang ahli IT yang dapat melacak keberadaan seseorang. Sehingga, saya hanya menunggu dan percaya kalau suatu hari kamu akan datang. Dan nyatanya itu berhasil,

"Perihal Verlyn yang dianggap pembunuh itu adalah perbuatannya Azzar, ia yang menyebarkan fitnah itu ke semua orang. Mungkin, ketika kamu pindah ke sini, perbincangan hangat itu sudah mereda. Makanya kamu tidak mengetahuinya. Saya ingin membela anak saya saat itu, tapi saya tidak ingin membuat masalah baru lagi untuk Verlyn. Maka dari itu saya mengandalkan kalau kebenaran akan terungkap dengan caranya sendiri. Itu terbukti dari hasil pencarianmu dan Verlyn."

Aku mendengarkan setiap kata yang diucapkan papanya Verlyn dengan sesekali mengangguk mengerti (tepatnya pura-pura mengerti). Ceritanya seperti Verlyn, yang membuatku harus memutar otak lebih dulu untuk mencernanya.

"Em... Om! Apakah Verlyn akan baik-baik saja? Apa dia bisa kembali ke tubuhnya? Juga, apa Om tahu di mana roh Verlyn sekarang?" kataku dengan beruntun pertanyaan.

"Hanya Tuhan yang tahu bagaimana nasib seseorang kedepannya, Nak. Sepertinya Verlyn sedang berjuang di sana untuk kembali kepada kita. Lebih baik kita perbanyak doa, Nak. Oh, ya, sepertinya saya akan segera pergi lagi. Saya minta tolong jagakan anak saya. Satu lagi, mulai sekarang saya tidak akan mengawasi kalian lagi, saya rasa itu tidak perlu lagi. Permisi."

Selepas perginya papanya Verlyn, aku tidak langsung kembali ke ruangan Verlyn. Aku masih duduk termenung sambil menatap bunga-bunga matahari. Di sini sangat sejuk dengan pohon-pohon yang lebat memayungi sekitar taman.

"Aku sayang kamu, Zarrel!"

Tiba-tiba saja seseorang memelukku dari belakang di balik kursi. Ia menaruh wajahnya di pundak kiriku, rasanya dingin. Ini pasti---

"Verlyn!" Aku segera memalingkan wajahku untuk melihatnya. Tapi, ia menghilang.

"Verlyn! Aku mohon munculah! Katakan padaku kalau kamu baik-baik saja!" ucapku sedikit berteriak sambil melihat ke sekeliling.

Tiba-tiba sayup-sayup kudengar suara Verlyn, " Aku sayang kamu, Zarrel. Aku sayang kamu, i love you!" Setelah mengatakan itu tiba-tiba hujan pun turun begitu saja.

"Verlyn! Aku juga sayang sama kamu! Aku mohon kembalilah!" teriakku.

GRUGUM! BUM! (suara guntur/petir)

Hujan semakin turun dengan lebatnya, akupun segera kembali ke ruangan Verlyn dengan berlari. Firasatku tidak enak. Sesampainya aku di pintu ruangan Verlyn. Tak kusangka hal yang tidak diinginkan terjadi. Membuatku lupa bagaimana caranya bernapas. Hatiku bagai diserang dengan ribuan sembilu tajam, begitu perih dan menyesakan. Sakit. Apakah ini akhir dari semuanya?

...