Chereads / IMAGINAREAL - ZARREL / Chapter 20 - CHAPTER 20

Chapter 20 - CHAPTER 20

Tubuh Verlyn sudah melemah akibat serangan bertubi-tubi dari Azzar. Matanya sekilas melihat Zarrel dalam keadaan bahaya. Ia pun memancing Azzar (yang sudah gila) ke arah Terrena. Sangat mudah mempengaruhinya ternyata. Saat posisinya sudah semakin dekat dengan Terrena yang siap menebas leher Zarrel.

Crash!

Botol yang dilempar Azzar mengenai belakang kepala Terrena. Sontak tubuh Terrena menegang lalu melepaskan begitu saja gergajinya. Selanjutnya tubuhnya ikut terjatuh menimpa gergaji yang masih dalam kondisi menyala itu. Darah menciprat kemana-mana disertai jeritan kesakitan yang membuat bulu kuduk siapapun merinding.

Mereka berdua sontak menutup mata, lalu dengan bergandengan tangan menjauhi area tragedi mengenaskan itu. Setelah dirasa cukup jauh merekapun membuka mata dan langsung dihadapkan dengan Azzar yang kini tengah menyeringai dengan menggenggam senapan laras panjang khusus pemburu. Darimana dia mendapatkannya?

"Kali ini gue nggak akan biarkan kalian menang!" teriak Azzar yang semakin menggila.

Azzar kembali berulah, ia mengarahkan senapannya ke arah di mana Riyal yang kini tengah pingsan sejak kapan tahu. Tidak jauh dari tempat Verlyn dan Zarrel berdiri, tepatnya lima langkah dari sisi kiri Verlyn.

"Selamat tinggal bocah sialan!"

DOR!

Brug!

Tidak!

Peluru itu tidak mengenai Riyal. Bukan juga pada Verlyn yang tiba-tiba menarik tubuh Riyal ke dalam dekapannya. Azzar berhasil mengecoh fokus Verlyn. Zarrel sudah terkapar dengan darah yang sudah menggenang di bagian perutnya. Tampaknya tembakan Azzar yang ingin menembus jantung Zarrel melesat ke bagian perutnya Zarrel.

"ZAARRREEEELLL!!!"

Tiba-tiba suara sirine polisi mengepung dari luar gedung. Lampu-lampu sorot menyinari area sekitar. Membuat Azzar berlari ke atas rooftop seraya menghidupkan helekopter miliknya lalu pergi sebelum polisi berhasil meringkusnya.

______________________________

Jam 1:45 AM

"Bagaimana keadaan anak-anak saya, Dok?"

"Anak-anak bapak hanya luka ringan, mereka bisa di tempatkan di ruangan biasa."

"Dokter! Bagaimana dengan anak saya, Dok?"

"Ibu orang tuanya Zarrel?"

"Iya, Dok!"

"Anak ibu saat ini sedang dalam proses operasi. Peluru yang tepat menghantam ke ginjalnya membuat ia harus kehilangan satu ginjalnya."

"Astagfirullahaladzim, Zarrel, hiks!"

"Permisi, Pak, Bu!"

Seperginya Dokter itu, papanya Verlyn pun segera berlalu (tanpa pamit ke mama Zarrel) ke ruangan anak-anaknya berada. Sebenarnya ia masih tidak ingin bertemu Riyal, tapi ia sangat merindukan putri kesayanganya --Verlyn.

Sementara mama Zarrel (yang diikuti dua orang polisi dengan pakain biasa) kini tengah terduduk lemas di kursi tunggu menanti keadaan Zarrel. Berkali-kali ia menggumamkan kata maaf atas semua kesalahannya yang membuat Zarrel harus menanggung resiko akibat dari perbuatan yang telah ia lakukan hanya karena uang.

Sementara di ruangan Verlyn dan Riyal

"Papa?" Verlyn memandang heran pada seseorang yang kini berada di hadapannya. Sudah cukup lama ia tidak melihat wajah itu, kini ia dapat melihatnya lagi dalam jarak yang begitu dekat.

"Maafkan papa, Sayang!" ucap Dirga, seraya memeluk putri kesayangannya dengan erat, "papa menyesali semuanya, Sayang. Maafkan papa,"

"Papa!" teriak Riyal yang baru sadar.

"Kalau, Papa, mau Verlyn maafin. Papa harus terima keberadaan Riyal," ucap Verlyn dingin menunjuk Riyal dengan dagunya.

"Maafin papa, ya, Sayang!" Dirga segera berbalik ke samping ranjang Riyal seraya memeluk Riyal yang juga membalas erat pelukannya. Di belakangnya tampak Verlyn tersenyum dengan meneteskan air mata.

Saat matanya melihat selang dan tiang infus yang ada di sampingnya. Tiba-tiba kepalanya Verlyn dipenuhi dengan potongan-potongan kejadian yang seperti pernah dialaminya. Antara ingat dan tidak membuat kepalanya merasakan pusing dan sakit.

"Verlyn kamu kenapa, Nak?" seru Dirga sesaat melirik Verlyn yang mengusap-usap kepalanya dengan kedua tangan.

"Nggak apa, Pa. Kepala Verlyn cuma pusing doang, kok." sahut Verlyn sembari tersenyum menanggapi kecemasan papanya.

"Kak Verlyn, tidur aja, Kak! Biar sakitnya hilang!" ucap Riyal disertai dengan menguap diakhir suaranya.

"Ya sudah. Kedua anak papa sekarang istirahat, ya. Papa keluar sebentar mau ke toilet!" pamit Dirga seraya mengecup dahi kedua anaknya. Setelahnya ia beranjak keluar menuju lantai bawah.

_________________________

Keesokan harinya

Zarrel sudah selesai operasi, tapi ia belum sadarkan diri. Sementara itu mamanya sudah tidak bisa lebih lama menunggunya untuk sadar. Ia segera harus kembali ke penjara karena statusnya saat ini adalah seorang tahanan.

Beberapa jam kemudian Zarrel pun membuka matanya.

______________

Ingatanku kembali terlintas dengan kejadian-kejadian sadis yang kemarin aku lewati bersama Verlyn. Ah, bagaimana keadaan Verlyn? Aku harus melihatnya.

"Argh!"

"Nona Zarrel! Anda masih belum bisa bergerak sekarang, jahitannya belum kering," ucap seorang dokter yang kebetulan baru masuk melihatku yang mencoba untuk bangun.

"Apa yang terjadi dengan perut saya, Dok?" tanyaku setelah kembali nyaman dengan posisi tiduran.

"Satu ginjal Anda diangkat karena satu peluru berhasil merobeknya. Saya turut prihatin dengan kejadian yang kalian alami tadi malam. Oh, iya, ini ada makanan dari ibu Anda. Beliau tidak bisa lama ke sini karena aturan tahanan. Saya permisi dulu,"

Azzar. Satu nama itu berhasil membuatku kembali geram. Geram betapa gilanya kelakuan aslinya. Sial! Kenapa dia harus berhasil lolos, sih, dari kejaran polisi?!

Ctak!

"Siapa kamu?!"

___________________

Dirga sudah membelikan kedua anaknya makan siang. Namun, ia pergi lagi karena urusan pekerjaan. Sementara Verlyn yang sudah bangun dari tadi masih nyaman tiduran sembari mengumpulkan nyawanya, tiba-tiba ia teringat dengan keadaan Zarrel. Sontak ia bangkit berdiri sembari mendorong tiang infusnya. Ia lirik sebentar Riyal yang masih tertidur pulas, lalu melanjutkan keluar mencari keberadaan Zarrel.

"Suster Ella!" teriaknya kebetulan melihat suster Ella yang sedang mendorong kursi roda kosong.

"Verlyn! Kamu kok keluar, sih, Sayang. Kamu harus banyak-banyak istirahat!" seru suster Ella sesaat melihat Verlyn yang berjalan pelan ke arahnya.

"Suster tahu tidak di mana ruangan temanku yang satunya itu? Namanya Zarrel," tanya Verlyn yang tidak bermaksud mengiraukan kecemasan suster yang sudah dianggapnya seperti kakaknya sendiri itu. Tapi, dia harus tahu bagaimana keadaan Zarrel sekarang.

"Zarrel masih ada di ruang UGD, ia habis selesai dioperasi tadi malam."

"Suster bisa antar aku ke sana?"

"Ayo, kamu duduk di sini! Biar saya dorongkan."

"Suster-suster! Tolongin anak saya!" teriak seorang ibu-ibu dari tangga darurat.

"Verlyn, kamu sendirian ya masuknya!" Suster Ella segera berlari menuju ibu-ibu itu seraya lenyap dalam tangga darurat.

Selepas perginya suster Ella, Verlyn bangun dari kursi roda kemudian membuka pintu ruangan Zarrel.

"Heh! Lo mau apain Zarrel?!"

...