Chereads / IMAGINAREAL - ZARREL / Chapter 23 - CHAPTER 23

Chapter 23 - CHAPTER 23

Jangan dekati Verlyn lagi?  Bagaimana bisa aku melakukannya jika aku saja di kelas duduk berdua dengannya. Aku menentang ancaman beliau? Aku tidak bermaksud, hanya saja aku tidak bisa melakukannya. Yang harus aku lakukan sekarang adalah meyakinkan om Dirga kalau aku tidak seburuk yang ia kira. Bukan begitu? Tentu saja.

Setelah sarapan roti panggang bertabur chocolatos aku segera menuju mobilku untuk berangkat sekolah. Tapi, sebelumnya aku akan menjemput Verlyn terlebih dahulu. Sekalian mau lihat Riyal, sudah lama aku tidak mencubiti pipi bakpaonya itu. Ah, membayangkannya saja sudah membuatku blingsatan saking gemasnya. Giginya sudah tumbuh belum, ya.

Aku segera menstarter mobilku lalu melaju ke rumah Verlyn. Mungkin karena aku terlalu pagi om Dirga masih ada di rumah karena mobilnya masih ada di pekarangan. Aku takut? Sedikit.

Setelah memarkirkan mobil di depan pagar akupun turun menuju pintu untuk menggigitnya dan kau bodoh jika mempercayai itu.

Tok! Tok! Tok!

"Assalamualaikum!"

Hening. Tidak ada suara apapun dari dalam. Apa tidak ada orang?

Tok! Tok!

"Kamu!? Ngap---" seru seorang laki-laki tua saat membukakan pintu. Dia om Dirga.

"Selamat pagi, Om!" seruku sengaja memotong ucapan beliau karena melihat Riyal yang berlarian dan kini berada diantara celah kaki om Dirga dan sisi pintu.

"Kak Za!" teriaknya, segera aku berjongkok memeluk tubuh kecil Riyal dan mengabaikan muka masam penuh kejengkelan yang terpaut di wajah om Dirga.

"Eh, Zarrel! Kok, kamu nggak bilang-bilang, sih, kalau mau ke sini?" seru Verlyn menyusul dari belakang om Dirga sambil membenarkan sebelah tali ranselnya yang kedodoran, "Pa, aku kayaknya berangkat bareng Zarrel aja deh, Pa. Biar Riyal sama, Papa, aja." lanjutnya. Wajah om Dirga seketika berubah menjadi lembut saat menatap Verlyn.

"Nggak mau! Riyal kali ini mau ikut kak Za juga. Riyal kangen kak Za," sanggah Riyal dengan satu tangannya mengait ke leherku. Lagi-lagi kucubit pelan pipinya yang saat berbicara itu menambah kegemasannya.

"Ya sudah kalau begitu papa berangkat duluan. Kalian hati-hati." ucap om Dirga sambil membelai kepala kedua anaknya kemudian bersaliman. Masih tampak jelas kalau beliau melirikku dengan tatapam tajam seolah ingin berkata 'berani sekali kamu menantang saya' sudahlah aku yakin kok kalau om Dirga tidak sekeras itu orangnya. Buktinya tadi beliau masih bisa bersikap lembut. "Hati-hati, Om!" seruku.

"Kamu sudah makan?" tanya Verlyn.

"Aku sudah makan. Eh, kalian sudah siap?"

"Siap dong!"

"Ya sudah, kita berangkat sekarang saja!"

Aku menjalankan mobil dengan santai lantaran ini masih terlalu pagi alias subuh. Pula gerbang sekolah pasti belum dibuka.

"Kak Za, bukain bungkusnya, dong!" pinta Riyal yang sengaja aku tempatkan duduk di depan dan Verlyn di belakangku. Aku lebih kangen adiknya soalnya.

"Riyal, nggak boleh ganggu kak Zarrel kalau lagi nyetir nanti ketabrak. Sini sama kakak aja yang bukain," sahut Verlyn mendahului aku yang baru saja mau membuka mulut.

"Kakak, kan, nggak bisa buka-buka bungkusan. Tadi aja buka bungkusan cerres isinya tumpah semua."

"Lah, kamu nggak bisa buka bungkusan plastik, Ver? Aku baru tahu lho." seruku tak menyangka kalau sudah sebesar ini Verlyn masih belum bisa melakukan hal sesepele itu. Ini aneh apa dia yang ajaib, ya?

"Berisik, ya, sudah sana kamu aja yang bukain!" ujarnya dengan wajah sedikit cemberut kulihat dari kaca di atasku.

Aku hanya mengulum senyum sembari mengambil bungkus permen lolipop dari tangan Riyal lalu membukanya.

"Kak Verlyn memang payah." gumam Riyal yang masih bisa kudengar.

____________

Saat ini aku tengah melakukan penelitian untuk tugas berkelompok biologi di alam terbuka. Dengan aku yang ditunjuk sebagai ketuanya. Sayang sekali aku tidak sekelompok dengan Verlyn. Kami sedang melakukan objek penelitian tentang dedaunan. Padahal bisa dilakukan di ruangan, tapi kami dilarang untuk memetik tanaman sekolah.

Setelah hampir satu jam, tugas dari kelompokku akhirnya lebih cepat selesai. Aku celangak-celinguk mencari di mana posisi Verlyn sekarang. Aku sama sekali tidak melihat keberadaannya. Di mana, ya, dia sekarang. Karena sudah selesai aku meminta diri untuk membubarkan diri dari mereka, toh jika sudah selesai kami boleh istirahat lebih dulu.

"Hel!" panggilku pada Rachel yang sekelompok dengan Verlyn, "Verlynnya mana?" tanyaku.

"Nggak tahu, tadi katanya mau ke toilet gitu. Susulin aja! Tugasnya sudah hampir selesai, kok," jawab Rachel.

Setelah mengucapkan terima kasih aku segera menyusul Verlyn yang katanya ke toilet. Sesampainya di toilet aku tidak menemuka siapa-siapa. Apa Verlyn sudah keluar?

Saat aku hendak berbalik, tiba-tiba aku mendengar suara orang lagi cebok. Tak lama dari itu seseorang keluar dari bilik toilet ujung. Rupanya itu Verlyn baru selesai nabung.

_________________

Aku dan Verlyn kini telah berada di belakang sekolah. Duduk di bawah pohon yang masih tidak aku tahu namanya apa.

"Ver, kamu pernah masuk ke sana, nggak?" tanyaku dengan menunjuk hutan yang dulu pernah aku masuki bersama Azzar dan (almh) Terrena.

"Pernah waktu sama mereka. Tapi, sebaiknya kita jangan pernah untuk masuk dalam hutan itu lagi, Rel."

"Kenapa?"

"Siapa tahu Terrena jadi ratu di sana," ucap Verlyn merasa lucu namun dengan bergidik seram.

"Haha, kamu nih ada-ada saja."

Verlyn beranjak berdiri seraya melangkah pergi meninggalkanku. Aku pun inisiatif mengikutinya. Rupanya ia mau mengambil cat semprot dan masker mata belalang yang sengaja diletakan di tanah samping tembok .

"Aku minta kamu balik munggungin aku sekarang!" perintah Verlyn.

"Kenapa?"

"Sudah turuti saja. Nih, pakai dulu maskernya!" ucap Verlyn dengan menyodorkanku sebuah masker berbentuk mata belalang. Aku segera memakainya dan berbalik memunggunginya.

"Jangan berbalik sebelum aku mengatakan sudah selesai. Jika kamu mengerti anggukan kepala."

Aku menganggukan kepala.

Sesaat kemudian terdengar suara cat semprot yang digunakan oleh Verlyn. Tidak cukup lama hanya berkisar waktu hampir sepuluh menit.

"Sudah selesai! Berbaliklah!"

Aku membalikan badan. Ternyata tidak terjadi apa-apa di belakangku. Lalu apa yang dilakukan Verlyn sejak tadi?

"Sini!"

Aku mendekati Verlyn. Seraya memberikan kaleng semprot isi minyak padaku.

"Semprotkan ke dinding itu!" perintahnya. Dengan gerakan bingung aku menyemprot-nyemprotkan dinding kelas yang putih polos itu.

Lalu beberapa detik kemudian dinding yang kusemprot tadi memperlihatkan corak warna dan goresan yang indah. Sontak membuatku penasaran ada tulisan apa di balik tembok berlapis cat polos ini.

Setelah semua bersih alias graffiti itu sudah terlihat, aku masih belum bisa membaca tulisan apa itu. Lalu entah dapat dari mana Verlyn menyodorkanku sebuah sendok besar. Ia menyuruhku untuk berbalik dan melihat tulisan itu dari sudut pandang melalui media sendok.

Aku segera membaca tulisannya dengan berjalan menyamping perlahan dan membelakangi tembok, "Ka...mu... mi...lik... ku... i... love... u...."

Kurasa wajahku mulai memerah sekarang. Verlyn mengampiriku lagi seraya memberikan kaleng cat semprot.

"Tulis responnya!" perintahnya dengan menunjuk ke tembok menyuruhku menulisnya di sana.

Aku segera mengambil kaleng itu dan mencoba gaya tulisan ala-ala graffiti abal. Jawabannnya adalah 'im yours' belum sempat aku menutup kaleng itu dengan tutupnya, tiba-tiba dari belakang Verlyn menggenggam tanganku yang memegang cat. Ia lalu menuntun tanganku untuk menggambar background di kata yang kutulis tadi agar terlihat tidak seperti coretan anak sd yang kebelet alay.

Ternyata mencoret-coret tembok itu adalah kegiatan yang sangat menyenangkan. Iya, menyenangkan karena yang kuperhatikan saat ini bukanlah tanganku yang lagi digenggam Verlyn untuk membuat mural, tapi wajahnya yang sangat dekat dengan samping wajahku sekarang. Dengan jarak sedekat ini aku bisa melihat kalau warna mata Verlyn coklat gelap, sama persis seperti rohnya. Bulu matanya panjang dan lentik.

Cup!

Aku masih mencerna apa yang terjadi sekarang. Kurasakan ada benda kenyal yang menempel di bibirku dan deru napas yang hangat menerpa sekitar wajahku.

Sedetik kemudian benda kenyal itu melapaskan diri dari bibirku.

Tunggu...

Kenyal?

Agak basah?

Muka Verlyn kenapa jadi dekat banget gini?

"Masih kurang?"

"Ha?"

Cup!

Ya, Tuhan selamatkan jantungku!

...