"Hallo, hai, semuanya selamat pagi! Ada yang kenal sama suara gue? Atau masih ada yang belum? Oke, nama gue Veer. Mulai hari ini gue bakal aktif menjadi nouncer di Radio Sekolah ini. Untuk membakar semangat kita pada pagi ini, gue bakal putarin lagunya Saykoji feat Merry Riana -- Saya Pasti Bisa. Enjoy listen."
(Musik di putar)
Zarrel POV
Aku sangat tahu dengan suara yang mengudara barusan. Itu suaranya si Verlyn yang sok-sokan pakai nyingkat nama segala. Beruntunglah sejak tragedi dua minggu yang lalu, Verlyn sudah bisa kembali ceria walau kutahu masih ada sisa luka yang tersimpan di hatinya. Tapi, aku percaya dengan waktu yang akan menyembuhkannya nanti. Bukan hanya dia yang merasa kehilangan, tapi aku juga. Aku harap Riyal bahagia di surga-Nya. Dan om Dirga mendapatkan balasan dari perbuatannya.
Kemaren sore, saat aku dan Verlyn lagi makan bakso di warung pinggir jalan, ada telpon dari kepolisian dan katanya om Dirga sudah ditahan. Lalu Verlyn meminta untuk menukar posisi mama sama om Dirga. Bisa begitu karena yang menggugat mama memang Velryn. Kuakui dia baik sekali. Jadilah mama tadi pagi sudah ada di rumah menyiapkan sarapan pagi untuk kami berdua. Iya, sejak kejadian itu Verlyn tinggal di rumahku. Rumahnya dibiarkan kosong sementara, semoga nggak ada orang halus yang buat tempat tinggal di situ.
Kembali lagi ke waktu sekarang, aku sedang duduk di sofa seberang dapur siarannya si Veer alias Verlyn.
Aku suka memperhatikannya yang lagi serius meng-keep lagu-lagu terbaru ke playlist trending top hitz lewat laptopnya itu. Verlyn memang suka update dengan lagu-lagu terbaru, entah itu manca atau indo.
"Oke, guys. Karena sebentar lagi bel masuk. Sebagai lagu terakhir penutup jumpa kita dipagi hari ini. Gue sudah siapin lagunya Maluma -
Felices Los 4. Sampai jumpa besok pagi guys, babye!" Verlyn melepaskan headphone nya dan menggantung ke mic. Ia lalu mengampiriku yang tak henti memperhatikan setiap pergerakannya yang bagai gerak slow motion di mataku.
Dia duduk di sampingku sambil berdehem dengan menggaruk-garuk lehernya. Aku paham maksudnya, tapi sebuah kata jahil melintas dipikiranku.
"Ngapain, sih, ahem-ahem. Sakit tenggorokan? Beli strepsills sana!" seruku sambil membuka coklat batang yang kuambil di tas. Aku sengaja tidak meliriknya yang aku rasa sedang berwajah kesal sekarang.
"Ish, kamu mah. Aku haus tau. Dikasih minum, kek. Capek tahu ngomong terus dari tadi." gerutunya yang kulihat sambil melipat tangannya ke dada.
"Kamu ngomong, kan, cuma beberapa kalimat doang. Sisanya mah, lagu," jawabku lalu menggigit coklat batang kesukaanku itu.
"Ck, kamu, tuh, ya. Nggak peka!" ketusnya.
Hening. Aku tak menanggapi omongannya melainkan asik mengemut coklat yang sudah setengah kumakan. Kurasakan tubuh Verlyn mendekatiku seraya memelukku dari samping dengan menaruh dagunya di bahuku. Otomatis wajahku dan wajahnya hanya berjarak sangat dekat. Aku terus mengemut coklatku tanpa peduli tubuhnya yang gelayutan manja.
"Rel?" Aku menoleh tanpa melepas emutanku. Dengan perlahan Verlyn menjauhkan tanganku yang memegang coklat ke pangkuanku.
Kurasakan wajahku memanas karena jarak kami yang kelewat dekat. Pula, aku merasa malu karena pasti bibirku belepotan dengan coklat. Kutatap matanya yang juga menatap ke dalam mataku. Mata dark brownnya terlihat sangat jelas dan indah. Matanya sesekali bergerak ke arah bibirku. Perlahan namun pasti Verlyn mendekatkan wajahnya lalu menempelkan bibirnya ke bibirku. Aku cuma diam dan diapun sama.
Tiba-tiba aku teringat dengan video browsing yang tadi sempat iseng kubuka di google. Aku tertarik mencoba mempraktekannya. Dengan perlahan aku mulai melumat bibir bawah Verlyn. Kurasakan Verlyn menegang tapi kemudian membalas dengan mengecup bibir atasku. Ciuman kali ini terasa lebih manis. Lebih tepatnya rasa coklat.
Dan, aku benar-benar sudah tidak polos lagi.
_______________
"Gue akui lo memang termasuk manusia kuat, Verlyn. Tapi, lihat saja nanti apa lo masih bisa sekuat ini," monolog seorang cewek yang berada dalam mobil yang berada di seberang warung bakso pinggir jalan tempat dimana Zarrel dan Verlyn lagi makan.
Setelah dirasa cukup untuk memantau targetnya, orang itu pun pergi menjalankan mobilnya. Sedang Verlyn dan Zarrel masih tetap asik dengan makanan mereka yang sudah hampir habis. Tanpa menyadari ada yang memperhatikan gerak-gerik mereka dari kejauhan.
"Rel, aku sudah kenyang. Ayo, kita pulang!" ajak Verlyn yang sudah lebih dulu habis, sedang Zarrel lagi masih meminum kuah bakso langsung dari mangkoknya.
Setelah kuahnya habis, Zarrel menutup mulutnya kemudian terdengar suara sendawa kecil. "Bayar dulu kali, Ver." sahut Zarrel disertai dengan beranjak mengampiri abang tukang bakso. Setelah membayar, mereka berdua beranjak ke keluar warteg lalu masuk ke dalam mobilnya Zarrel. Si Verlyn, sudah numpang tinggal numpang nebeng pula. Untung sayang.
__________________
07:45 pm
"Maafin aku," ucap Verlyn saat memeluk Zarrel dari belakang. Mereka sekarang tengah berada di atap rumah sedang memandangi bintang-bintang di langit dan cahaya lampu dari rumah-rumah sekitar.
"Maaf untuk apa? Kamu nggak ada salah apa-apa sama aku," jawab Zarrel sembari menengok kekanan melihati wajah Verlyn yang berada di bahunya.
"Aku sudah banyak ngerepotin kamu. Aku sud---" Belum sempat Verlyn melanjutkan ucapannya, bibirnya dibungkam oleh bibirnya Zarrel. Sepertinya Zarrel sudah mulai berani.
Sesaat kemudian Zarrel melepaskan bungkamannya, "Siapa yang nyuruh kamu mikir begitu? Aku malah senang banget kamu tinggal di rumahku. Nggak usah mikir yang macam-macam. Kamu itu bukan beban. Kamu adalah sumber bahagianya aku." ucap Zarrel masih dengan dahi yang menempel di dahi Verlyn.
"Tapi, aku nggak enak sama kamu."
Zarrel memalingkan wajahnya ke depan, "maksud kamu apa?"
"Aku ingin kembali ke rumah,"
"Ini rumahmu Verlyn,"
"Iya, tap---"
"Rumah kamu angker sekarang. Kata orang-orang sekitar tempat tinggal kamu, katanya sering terdengar suara teriakan anak kecil sama jeritan cewek dewasa."
Hening. Verlyn tak berani lagi menyanggah. Verlyn itu berani sama yang berdarah-darah dan sama hal-hal yang memacu adrenalin, tapi kalau sama hantu? Jika ada kamera mungkin ia bakal melambaikan tangan.
"Stay with me. Dont go anywhere. You are anything for me. I love you," ucap Zarrel seraya memutar tubuhnya untuk membalas memeluk Verlyn. Terlihat samar-samar kalau bulu-bulu di leher dan tangan Verlyn pada berdiri semua. "Jangan takut. I'll be there for you," lanjut Zarrel lagi dengan mengusap-usap punggung Verlyn.
"Makasih."
"Hmm,"
"Btw, dinding pembatas atap ini sepertinya kalau digambarin pakai piloks yang menyala dalam gelap, kayaknya keren, deh, Rel." ucap Verlyn.
Zarrel melepaskan pelukannya lalu ia memandang sekelilingnya. "Boleh, ajarin aku buat juga, ya?"
"Zarrel! Verlyn! Makan malam dulu, Nak!"
Mendengar teriakan dari mamanya Zarrel, sontak keduanya menoleh ke sumber suara yang ada di balik pintu yang berada di lantai. "Iya, Ma. Sebentar lagi!" sahut Zarrel, "Ayo!"
__________________
09:05 pm
Di toko bangunan.
"Pak, ada jual perisai nggak?" tanya Zarrel yang baru beberapa langkah masuk.
"Perisai? Perisai apaan, Neng?" sahut bapak-bapak yang lagi jaga di samping rak paku-paku
"Itu lo, Pak, perisai buat ngelindungin dari percikan gas yang---"
"Apaan, sih. Masker gas aja, Pak. Beserta kacamatanya 2 pasang." potong Verlyn yang merasa Zarrel sok tau dengan apa yang akan dibeli.
"Oh itu, sebentar, ya, Neng!"
"Sama cat kaleng yang menyala sekalian, Pak! 20 warna, ya!"
"Sip, Neng!"
"Kalau nggak tahu barang apa yang dibeli mending diam aja," ucap Verlyn dengan melirik Zarrel. Yang dilirik hanya senyum-senyum nggak jelas.
____________
Keesokan harinya mereka berdua belajar melukis mural di dinding pembatas atap rumahnya Zarrel. Selepas pulang sekolah tadi, mereka tidak lagi untuk mampir ke warteg langganan mereka, melainkan langsung pulang ke rumah. Sehabis ganti baju mereka langsung siap di atap untuk melukis.
"Pakai dulu masker sama kacamatanya!" seru Verlyn yang melihat Zarrel langsung saja mengambil cat putih lalu membuka tutupnya.
Zarrel kembali menutup kaleng catnya seraya mengampiri Verlyn yang menyangkutkan kacamatanya ke dahi. Sebelum Zarrel mengambil miliknya, Verlyn sudah mengambilkannya lebih dulu. Ia kemudian memasangkannya dengan perlahan ke wajah Zarrel. Pandangannya tak lepas untuk mengamati muka Zarrel yang agak berubah memerah.
Setelah memasang pelindung wajah masing-masing mereka berdua beranjak ke dinding bagian timur alias sebelah kanan --- rumah Verlyn tepat seperti mata angin yang depannya utara.
"Verlyn, ajarin aku!" pinta Zarrel dengan suara datarnya.
Verlyn beranjak mengampiri Zarrel, memposisikan diri seolah sedang memeluk tubuh Zarrel dari belakang. Ia lalu memegang tangan kanan Zarrel yang memegang kaleng cat warna biru. Kemudian ia menggerak-gerakannya dengan meliuk-liuk kesana kemari. Untung saja Zarrel bisa mengikuti pergerakan tubuhnya Verlyn. Setelah selesai dengan warna biru, Zarrel kembali mengambil warna kuning dan melakukan hal yang seperti tadi. Setelah selesai mereka mundur beberapa langkah untuk melihat hasilnya. Ternyata mereka membuat gambar kupu-kupu. Gambar standar untuk pemula.
"Ihhh, keren banget sih hasil gambaran aku!" seru Zarrel yang tanpa sengaja menekan piloksnya lalu terciprat mengenai baju Verlyn. Merasa tidak terima Verlyn pun balik membalas. Akhirnya, rencana yang ingin membuat mural itu berganti dengan perang piloks.
Di bawah sana, ada dua pasang mata (beda jenis) yang tengah memperhatikan mereka. ---dinding pembatas itu separuh pilar separuh tembok begitu seterusnya.
"Buruan lo boleh juga. Gue bakal ngincar yang satunya. Kita bisa kerja sama buat rencana untuk mengancurkan mereka." ujar seorang laki-laki.
"Tapi, yang satu itu ginjalnya cuma satu." sahut si wanita.
"Gue nggak peduli, yang jelas organ tubuh yang lainnya masih bisa dijadikan uang."
"Terserah lo."
...
_______________