Chereads / IMAGINAREAL - ZARREL / Chapter 30 - CHAPTER 30

Chapter 30 - CHAPTER 30

Di pojok sebuah caffe terdapat 4 orang yang sedang asik membicarakan rencana-rencana sadis mereka. Tanpa peduli pada pengunjung lain yang bisa saja menguping pembicaraan mereka. Sebagai mana yang dilakukan oleh seorang laki-laki yang duduknya berada tepat di belakang mereka. Diam-diam ia memvideo semua isi obrolan itu dan berusaha keras untuk dapat mengambil wajah-wajah mereka. Setelah selesai ia lalu segera beranjak pulang sebelum ketahuan sama mereka.

_____

"Rel, punggung kamu itu masih biru. Jangan keras kepala, deh, mau sekolah. Ntar, kebentur-bentur gimana?" seru Verlyn ketika melihat Zarrel yang ngeyel mau tetap berangkat sekolah. Padahal punggung dan wajahnya masih belum sembuh.

"Ver, yang cidera itu punggung sama wajah aku, bukan otak aku. Aku nggak mau sampai ketinggalan pelajaran."

"Tapi, kan ada aku. Kamu bisa lihat catatan aku,"

"Tulisan kamu jelek, kayak ceker ayam. Udah, deh, intinya aku mau sekolah, titik. Nggak pakai koma!"

Verlyn mengembuskan napas frustrasinya, selain merasa percuma ia juga agak kesal dengan lecehan yang dilontarkan Zarrel barusan.

"Ya sudah buruan kita sarapan dulu,"

"Bentar, ah, lagi ngikat rambut ini,"

Verlyn menarik ikat rambut yang ada di tangan Zarrel yang hendak ia gunakan, "Rambut kamu itu masih basah, jangan diikat. Mau kutuan?"

"Ck, tap---"

Belum sempat Zarrel menyelesaikan apa yang ingin dikatakannya Verlyn membungkam bibir Zarrel dengan bibirnya. Ia tahu Zarrel bakal protes lagi dengan tindakannya tadi. Dengan pelan Verlyn menghisap bibir atas Zarrel lalu menggigit bibir bawah Zarrel. Yang dicium hanya diam saja sambil memejamkan mata menikmati.

"Sayang ayo mak... an," seru Ranty tertahan saat tiba-tiba membuka pintu kamar Zarrel.

Belum sempat Zarrel dan Verlyn melepaskan pagutannya Ranty sudah keburu melihat semuanya. Apalagi dengan posisi yang mana Zarrel duduk di depan cermin rias dan Verlyn yang dalam posisi ruku mencium Zarrel dari samping. Dan itu tepat di samping pintu. Ranty terdiam dengan wajah menahan antara marah, sedih, dan kecewa. Kemudian kembali pergi ke ruang makan. Dengan hati yang was-was dan jantung yang berdebar-debar Zarrel dan Verlyn kemudian menyusul menuruni tangga menuju ruang makan di mana Ranty sudah siap menyiapkan sarapan untuk mereka.

Tak ada yang bersuara diantara ketiganya. Meja makan hening tak seramai biasanya. Setelah makan Ranty langsung saja pergi berangkat dinas.  Tinggalah Zarrel yang menatap nanar pada mamanya yang sudah berlalu begitu saja tanpa pamit pergi terus menaiki mobilnya.

"Ver, aku takut," Verlyn tak menyahut, ia pun sama takutnya. Ia sangat sadar kalau cepat atau lambat semua ini pasti akan terjadi. Dan ia belum siap dengan semua ini.

"Kita berangkat sekolah, yuk, nanti telat," ajak Verlyn yang diangguki lemah oleh Zarrel.

Sepanjang perjalanan menuju sekolah tidak seperti biasanya mereka berdua diam-diaman. Itu karena mereka masih memikirkan bagaimana nasib mereka dihadapan Ranty selanjutnya.

Sesampainya di sekolah, Zarrel segera memarkirkan mobilnya. Namun, ketika mereka keluar dari mobil bertepatan dengan seorang laki-laki yang langsung mengampiri mereka.

Orang itu menggerak-gerakan tangannya seolah seperti berbahasa isyarat. Ia kemudian memberikan sebuah benda kecil pada Verlyn yang masih menatap bingung.

Zarrel yang sedikit mengerti apa maksud gerakan tangan orang itu segera mengambil buku kosong dan sebuah pulpen dari tasnya kemudian menyodorkannya pada orang itu.

'Buka rekaman video dari kartu memori itu. Ada 4 orang yang akan mencelakakan kalian. Segera bertindak sebelum mereka berulah lebih jauh' tulis orang itu.

"Siapa, Los? Lo kenal sama mereka?" Carlos menggelengkan kepala kemudian dengan gerakan tangan lagi ia seolah seperti menyuruh Verlyn secepatnya memeriksa rekaman itu.

Kemudian dia juga harus pergi untuk berangkat sekolah. Semenjak kejadian waktu itu Carlos tak lagi melanjutkan ke sekolah yang sama. Karena ia tak dapat diterima kembali lantaran sudah dianggap cacat.

Bel istirahat berbunyi. Verlyn dan Zarrel segera beranjak keluar menuju tempat di mana mereka akan tahu siapa 4 orang yang dimaksud Carlos tadi pagi. Mereka berdua menuju ruang siaran dimana disitu ada laptop yang bisa dipergunakan untuk kebutuhan lain.

Tanpa sepengetahuan mereka, Ranja dan Audrey mengikuti dari belakang.

"Ver, kok aku kayak ngerasa ada yang lagi ngikutin kita, ya, dari tadi," ujar Zarrel sambil melihat kesekitar di mana hanya ada mereka berdua di lorong itu.

"Apaan nggak ada siapa-siapa, kok. Udah, ah, cepat masuk, kamu halu kali," sahut Verlyn yang ternyata sudah membuka pintu ruangannya. Sebelum masuk Zarrel masih melihat ke sekitar memastikan kalau firasatnya tadi salah dan yang dikatakan Verlyn ada benarnya kalau dia cuma halu.

Sementara itu disisi lain,

"Drey, kita mau ngapain ngikutin mereka? Lo nggak lagi abis obat, kan, mau abisin mereka di sekolahan?" tanya Ranja dengan berbisik ketika mereka tengah bersembunyi di balik pilar besar yang dapat melindungi tubuh keduanya. Mereka bersembunyi karena Zarrel yang berhenti tiba-tiba lalu menengok kesana-kemari.

"Gue mau tahu apa yang mereka lakuin ke ruang siaran sampai terburu-buru gitu. Dan, tadi pagi gue lihat ada orang bisu ngasih kartu memori ke mereka berdua. Gue curiga, nih, jangan-jangan menyangkut obrolan kita tadi malam pas di caffe itu. Lo nyadar nggak, sih, kita ngobrolin hal tabu begitu di tempat terbuka yang berkemungkinan besar ada banyak orang yang nguping," jelas Audrey dengan berbisik panjang lebar. Kemudian setelah Zarrel dan Verlyn masuk ke ruang siaran mereka berdua keluar dari balik pilar dan menuju pintu ruangan.

"Ini gimana masuknya?"

"Kita nggak bisa masuk, lo lihat ventilasi itu kan?" tunjuk Audrey ke sebuah ventilasi dipojok luar ruangan.

"Lo mau kita ngintip lewat situ?"

"Demi keamanan kita,"

Mereka berdua pun bergotong royong mengangkat kursi panjang yang ada di dekat tangga yang berjarak 3 ruangan dari ruangan siaran, kemudian menaruhnya ke samping tembok yang atasnya ada ventilasi. Kemudian Mereka berusaha menaiki sandaran kursi dengan tangan bertumpu di dinding mirip cicak.

Dan, dari situ mereka cukup jelas melihat langsung ke layar laptop yang juga lagi dipelototin sama Verlyn dan Zarrel.

Rekaman berputar memperlihatkan suasana caffe yang sepi.

"Eh, mampus itu, kan, caffe yang kita datangi tadi malam, Drey!"

Audrey turun dari kursi disusul oleh Ranja.

"Gue yakin itu video pasti direkam sama cowok alay tadi malam yang gue pikir lagi poto-potoin makanan sebelum dimakan gitu."

"Mereka pasti bakal mengirim video itu ke polisi. Kita dalam bahaya, Drey!"

"Pokoknya beberapa menit sebelum pulang sekolah berbunyi kita harus menyelinap ke parkiran. Kita potong rem mobil mereka,"

"Oke, gue setuju. Lebih baik mereka mampus lebih dulu sebelum kita yang celaka,"

Bel istirahat kedua.

"Aku nggak habis pikir, Rel. Kenapa hidup aku selalu aja diganggu sama oknum-oknum nggak jelas macam mereka. Aku nggak nyangka tante Widi mau rebut hak waris aku padahal dia nggak ada sangkut pautnya sama harta warisan papa,"

"Bukan hanya kamu, aku juga pusing kenapa Audrey dan josep masih mengejarku. Aku masih nggak ngerti letak kesalahanku pada mereka itu di mana, padahal kesalahan terbesar terletak pada kakak mereka sendiri. Tapi, kenapa mereka berperan seolah merekalah yang jadi korban?"

"Sepulang sekolah kita harus pergi ke kantor polisi, kita harus laporkan masalah ini segera. Baru setelah itu kita menyelesaikan masalah kita ke mama kamu,"

Zarrel mengangguk menuruti rencana Verlyn.

Semoga semuanya baik-baik saja, --- batinnya.

"Sebelum kalian menyelesaikan semua ke kantor polisi, kalian berdua lah yang akan selesai lebih dulu," gumam seseorang dibalik kaca jendela samping Verlyn.

...