Crash!
Apa kalian berpikir itu suara tusukan? Ya, kalian benar. Tapi, itu bukan berasal dari Zarrel, melainkan Carlos. Begitu melihat apa yang hendak dilakukan Terrena, Carlos merangkak untuk melindungi tubuh Zarrel. Akibatnya, pecahan kaca itu berhasil melukai punggungnya. Azzar tidak tinggal diam, ketika Zarrel menoleh ke belakang, ia juga melayangkan sebuah pukulan dengan tongkat baseball yang ada di sampingnya.
BUG!
"Carlos berta--" tak sempat menyelesaikan kalimatnya Zarrel sudah jatuh ke lantai terbaring di samping Carlos yang kini sedang menahan rasa sakit yang luar biasa.
"Hahahahaha! Lihat! Betapa menggemaskannya wajah kesayangan kita ini, Azzar," ucap Terrena sambil mengusap wajah Carlos yang menatap tajam padanya juga menahan rasa sakit yang amat sangat.
"Hahaha, jika mata lo terus seperti itu, gue nggak akan segan-segan buat congkel, tuh, mata," seru Azzar sambil mendorong tubuh Zarrel dengan kakinya. Kemudian berjongkok sambil menyuntikan sesuatu ke punggung Carlos, sontak membuat Carlos seperti ingin berteriak tertahan. Ia ingin mengamuk lagi, tapi tiba-tiba tubuhnya tak dapat digerakan dengan bebas seperti tadi. Sepertinya Azzar menyuntikan cairan aneh itu lagi.
Tiba-tiba angin bertiup kencang hanya di dalam kamar. Tiga jendela yang tadinya terbuka langsung tertutup begitu saja serta menimbulkan suara yang sangat mengejutkan. Pintu balkon yang terbuat dari kaca seketika pecah begitu saja.
"A-A-Azzar, k-kenap-pa i-ini?" tanya Terrena dengan wajah takut dan badan yang sudah panas dingin bersembunyi di balik tubuh Azzar.
"G-gue j-juga nggak ta-tahu," sahut Azzar dengan tubuh bergetar dan keringat dingin yang sudah membasahi tubuhnya.
"Argh! Aw!" Terrena berteriak karena tiba-tiba saja wajahnya tersayat dengan sesuatu yang tidak terlihat.
"Ugh!" begitupun Azzar yang langsung memegang kepalanya, baru saja seseorang memukul kepalanya dengan cukup kuat. Rupanya ia masih cukup kuat menahan untuk tidak pingsan.
"Kalian sudah kelewatan! Kalian harus mempertanggung-jawabkan perbuatan sakit kalian!" teriak Verlyn dengan suara khas mistis. Mendengar suara itu sontak keduanya dilanda ketakutan yang teramat hebat, dengan tubuh yang gemetaran mereka memutuskan berlarian keluar dari kamar dengan berteriak histeris. Mereka berlari menuju mobil lalu melaju ke tempat yang tidak diketahui ---sementara.
Verlyn yang berhasil menghentikan tindakan keduanya pun hanya tersenyum miring melihat lawannya berlarian ketakutan. Ia pun mengampiri Zarrel terlebih dulu, menepuk-nepuk wajahnya agar segera tersadar.
Ia meraih kepala dan badan Zarrel agar berada di atas pangkuannya, "Zarrel! Hey! Wake up! Mereka sudah pergi, semua hampir selesai, bangunlah, Dear!" Verlyn tertegun dengan satu kata terakhir yang diucapkannya. Rasanya aneh, tapi menyenangkan ketika diucapkan untuk orang yang kini berada dalam pangkuannya.
Verlyn membelai wajah Zarrel sambil terus menggumamkan kata 'wake up', tampak bulu mata Zarrel bergetar menandakan ia sudah sadar lalu membuka matanya yang langsung menampakan wajah pucat Verlyn yang sedang tersenyum melihatnya.
Cukup lama mereka saling menatap, hingga akhirnya suara kresek-kresek dari seseorang --selain Zarrel dan Verlyn tentunya-- mengentikan aktivitas mereka. Suara itu berasal dari Carlos yang sudah sadarkan diri, ia terbangun dengan tertekuk menahan punggungnya yang semakin terasa ngilu, tubuhnya masih terasa kaku untuk digerakan. Apalagi, pecahan kaca itu belum tercabut dari punggungnya. Sontak Zarrel segera meraih ponselnya menelpon nomor rumah makan delevery. Ayolah, di negeri ini ambulance akan berjalan lebih lambat prosesnya ketimbang mobil orang yang akan mengantar makanan. Sesampainya mobil delivery itu di depan rumah. Zarrel segera mengangkat tubuh Carlos di bantu Verlyn, sesampainya ke depan Verlyn membiarkannya mengangkat sendirian. Tampak Zarrel terlibat cekcok dengan karyawan rumah makan itu sampai akhirnya mereka mau juga menolong lantaran melihat keadaan Carlos yang sudah hampir....
___________________
"Riyal? Kamu kenapa nggak tidur? Sudah mau tengah malam, nanti besok terlambat lho berangkat sekolahnya," tegur Zarrel yang kini duduk di samping Riyal yang sedang memainkan rubik.
"Riyal belum ngantuk, Kak," sahutnya tanpa mengalihkan perhatiannya dari rubik yang sedang diputar-putar.
"Gimana kalau kakak mainkan instrument piano buat pengantar kamu tidur?" tawar Zarrel sambil mengambil rubik dari tangan Riyal kemudian memainkan kedua alis tebalnya. Sehingga, membuat Riyal terkekeh karena merasa lucu. Riyal pun bangun dari posisi pewe-nya mengikuti langkah Zarrel yang lebih dulu bergerak menuju kamarnya.
Karena kamar mereka berdua saling terhubung, alias bersebelahan juga dengan memiliki pintu penghubung dari dalam. Sehingga Zarrel tidak perlu susah-susah menarik pianonya ke kamar Riyal.
Riyal segera masuk dalam selimutnya, sementara Zarrel sudah memainkan nada-nada rendah mendayu-dayu sebagai intronya. Kemudian beralih ke nada tinggi yang tentu saja tidak memekakan telinga.
Hampir lima belas menit ia memainkannya, Zarrel pun mengentikan permainannya karena dirasa Riyal sudah pasti terlelap. Ia beranjak mengintip Riyal dari balik pintu penghubung, tampak Riyal sudah terlelap dengan wajah tenang nan polos. Zarrel pun menutup pintunya.
Zarrel beranjak ke rooftop untuk melihat bulan dan bintang yang saat ini begitu terang-benderang. Matanya yang masih belum merasakan kantuk membuatnya sulit untuk tidur. Ia kembali mengingat pencarian benda itu sesaat setelah Carlos dibawa ke RS menggunakan mobil delivery.
****
Krek-kruk-krasak
"Verlyn, kamu ngapain?" tanya Zarrel begitu kembali dari teras melihat Verlyn yang sedang mengorek atau lebih tepatnya membuat berantakan isi lemari kamar Azzar.
"Aku lagi mencari sesuatu yang dapat dijadikan barang bukti. Kamu harus bantu aku! Carilah di tempat lain! Oh ya, aku sudah menghubungi polisi untuk melacak keberadaan Azzar dan Terrena," ucap Verlyn sambil terus melemparkan sembarangan isi dalam lemari.
Zarrel hanya mengangguk seraya mengikuti anjuran Verlyn untuk memeriksa di ruangan lain. Ia celingak-celinguk mencari tempat mana yang akan digeledahnya. Pandangannya terhenti melihat ruangan yang memiliki pintu seng, sepertinya itu gudang. Zarrel pun melangkahkan kakinya untuk memasuki ruangan itu. Tampak sarang laba-laba menempel di atas-atas plafon. Ia pun mencari saklar lampu untuk menerangi penglihatannya yang remang-remang karena mengandalkan cahaya dari ventilasi yang tidak seberapa besar, juga hanya sedikit.
Ctak!
Ruangan pun terlihat terang memperlihatkan isinya yang cukup tertata rapi. Hanya saja debu sudah melapisi semua barang-barang yang ada di sini. Tampaknya sudah tidak ada lagi yang masuk ke sini sebelum Zarrel.
Zarrel mengitari barang-barang di sekitarnya sembari mencari apa yang ganjil dilihat.
Dug!
Tanpa sengaja ia menginjak lantai yang sejengkal lebih rendah dari sebelumnya, hingga mengakibatkan suara seperti pintu digedor sekali.
Zarrel segera berjongkok lalu menyingkirkan debu yang menutupi lantai dengan sepatunya. Dahinya berkerut ketika melihat ada pintu di bawah lantai. Namun, ia bingung bagaimana cara membuka pintu ini. Tampak tidak ada knop ataupun gagang untuk membukanya. Ia keluar memanggil Verlyn untuk ikut bersamanya. Verlyn yang memang daritadi tidak menemukan apa-apa segera mengikuti Zarrel.
Sesampainya di dalam gudang, "Sebaiknya kita singkirkan semua debu ini, Rel! Siapa tahu kita menemukan petunjuk untuk membukanya," perintah Verlyn yang langsung dilakukan oleh Zarrel menggunakan kemoceng yang dia dapatkan tanpa sengaja.
Verlyn hanya membiarkan Zarrel melakukannya sendirian. Lagipula ukuran pintunya tidak terlalu besar. Setelah bersih mereka masih tidak menemukan apa-apa.
"Capek-capek bersihin nggak ada hasilnya, fuh!" ucap Zarrel sambil menyeka keringat di dahinya. Verlyn masih memperhatikan pintu itu dan berpikir bagaimana bisa seseorang menaruh pintu di situ jika tidak bisa dibuka. Ia pun menolehkan pandangan ke arah sekitar. Seketika ia melihat sesuatu di belakang Zarrel.
"Zarrel, coba kamu tekan benda hitam di belakangmu itu!" perintah Verlyn sambil menunjuk benda seperti saklar lampu berwarna hitam, tapi bukan saklar.
Setelah Zarrel menekannya, setika pintu tadi bergeser terbuka memperlihatkan sebuah peti mati.
"Hah!"
...