Wajah mereka semakin dekat. Kini dengan jarak hanya 5cm. Tak ada deru napas yang Zarrel rasakan saat wajahnya begitu dekat dengan muka Verlyn. Mata keduanya saling menatap tepat di manik mata.
Cup!
Dingin.
Sesuatu yang dingin menempel se per sekian detik di bibirnya. Zarrel berkedip bingung dengan apa yang terjadi. Wajahnya masih dalam posisi maju seperti tadi, sedangkan Verlyn sudah mundur dan tengah memperhatikannya.
Sadar dengan apa yang terjadi, Zarrel segera memperbaiki posisinya yang sedikit memalukan. Tampak ia seperti salah tingkah mengingat kejadian barusan.
"Verlyn!" panggil Zarrel dengan mata melotot.
"Apa? Itu mata kenapa, dah?" sahut Verlyn santai yang kini duduk sambil mencelupkan setengah kakinya ke air. Wajahnya menoleh ke kanan memperhatikan Zarrel yang hampir mengeluarkan matanya sendiri.
"Kamu barusan menciumku?! Aku puasa! Berarti aku batal, dong. Ya Allah, maafkan Zarrel," ucap Zarrel dengan nada membentak diawal tapi kembali agak lebay diakhir kalimat.
"Ck, ya, enggak, lah, orang cuma nempel doang, kok." sahut Verlyn sambil menendang-nendangkan kakinya membuat sedikit percikan air mengenai wajahnya.
"Sama aja yang namanya ci--"
"Kamu mau tahu nggak, kenapa aku bisa nyentuh benda?" potong Verlyn mengalihkan pembicaraan.
Mendengar itu Zarrel merasa diantara kesal sekaligus penasaran. Ia pun memilih untuk duduk di samping Verlyn melakukan hal yang sama dilakukan oleh mahkluk yang berada di sampingnya.
"Awalnya, aku juga bingung kenapa bisa menyentuh benda dan tubuhku tidak tembus lagi saat disentuh," ucap Verlyn memulai cerita.
"Semua terjadi begitu saja saat aku merasakan sakit yang amat sangat di kepalaku. Aku tidak tahu seberapa lama sakit itu menyerang, tapi setelah semua kembali normal, aku jadi bisa berubah seperti ini. Aku tahu ini sulit dipercaya dan aneh, bagaimana bisa seorang roh merasakan sakit. Namun, semua ini nyata aku rasakan. Sempat aku berpikir kalau hal ini akan membuatku semakin lama dan jauh dari Riyal. Aku takut ini menjadi sebuah pertanda aku tak dapat kembali," jelas Verlyn dengan raut wajah sendunya.
Zarrel yang mengerti dengan situasi yang dialami Verlyn, segera merangkul Verlyn dari samping. Perasaan kesal tadi seolah hilang begitu saja.
"Kamu harus kembali! Kamu pasti kembali. Semuanya akan baik-baik saja, Ver," ucap Zarrel yang sendirinya tidak yakin dengan perkataannya.
Verlyn yang mendengar itu hanya tersenyum sambil mengelus tangan Zarrel yang merangkulnya. Ada rasa nyaman saat ia merasakan tangan itu menyentuh tubuhnya. Begitupun dengan Zarrel yang merasakan nyamannya memeluk tubuh dingin Verlyn.
_____________________________
"Apa nggak ngerepotin, Kak Za, kalau Riyal tinggal di sini?" tanya Riyal lagi melontarkan pertanyaan yang sama entah sudah keberapa kalinya.
"Mau sampai kapan kamu nanyain itu, Riyal? Ini sudah yang kesepuluh," ucap Zarrel sambil berjongkok di hadapan Riyal yang masih takut(?) tinggal bersama Zarrel.
Sebelum pulang ke rumah, mereka sempat mampir ke rumah sakit dan minta izin suster Ella untuk mengajak Riyal tinggal bersamanya. Awalnya, suster Ella keberatan, tapi setelah diyakinkan Zarrel dan membuat janji kalau Riyal pasti akan aman dan baik-baik saja bersamanya. Akhirnya, suster Ella pun membolehkannya.
"Nah, mulai sekarang, kamar ini jadi milik Riyal. Riyal bebas mau ngapain aja di dalam, tapi ingat, jangan macam-macam apalagi yang ngebahayain diri sendiri. Riyal paham, kan, maksud kakak?" tanya Zarrel yang kini posisi mereka tengah duduk di pinggir ranjang.
"Iya, Kak. Riyal paham, kok, maksud ,Kak Za. Riyal janji bakal jadi anak yang baik. Tapi, Riyal masih boleh, kan, ke rumah sakit buat ketemu kak Verlyn?"
"Tentu saja. Tapi, mulai sekarang jangan pernah pergi sendiri ke sana. Kamu harus bilang sama kakak biar kakak yang antarkan kamu. Oke?"
"Oke, Kak!"
"Ya sudah. Sekarang kita siap-siap buat buka. Riyal, puasa, nggak?" tanya Zarrel sambil menggandeng Riyal menuju dapur.
"Puasa, dong."
"Masa?"
"Benaran. Masa Riyal bohong di bulan Ramadhan. Kan, dosa, Kak."
"Anak pintar." Zarrel sengaja mengacak rambut Riyal yang membuat si empunya rambut mengembungkan pipi kesal. Itu lucu sekali.
_________________________
Sepulang shalat tarawih, Riyal lansung pergi tidur. Mungkin dia lelah. Zarrel yang merasa masih segar pun memilih untuk pergi lagi ke danau biru malam-malam.
Setibanya di danau biru. Zarrel takjub dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Warna air yang biru dipantulkan oleh sinar bulan yang temaram membuatnya semakin terlihat begitu indah. Dan... di ujung sana, tepatnya di rakit di mana Zarrel dan Verlyn tadi siang berada. Ada banyak sekali kunang-kunang yang beterbangan. Mungkin ada ribuan. Zarrel segera beranjak ke sana untuk melihat lebih dekat. Ia tersenyum ketika mendapati sekumpulan kunang-kunang berputar-putar mengelilingi tubuhnya. Kemudian ia merentangkan tangan sembari menutup mata sambil tersenyum. Seolah merasakan nyamannya suasana yang dirasakan saat ini. Cukup lama ia merasakan momen itu dalam diam sampai tidak sadar kalau ada seseorang yang tengah memperhatikannya. Orang itu adalah Verlyn. Verlyn memperhatikan wajah cantik Zarrel yang kini berkali-kali lipat lebih cantik. Perasaan aneh itu hadir lagi. Perasaan di mana semua rasa nyaman, tenang, dan aman menjadi satu. Begitu pun dengan Zarrel. Namun, sepertinya keduanya cukup enggan mengungkapkan apa yang dirasakan.
Lama menikmati momen indah itu. Tampak Zarrel membuka matanya dengan perlahan. Ia masih tersenyum kepada para ribuan kunang-kunang yang saat ini seperti menari-nari di sekitarnya. Kemudian ia memutarkan tubuhnya ikut menari bersama ribuan kunang-kunang itu.
Bahkan keindahan kunang-kunang pun kalah dengan pesonamu, Zarrel - ucap Verlyn dalam hati.
Tiba-tiba Zarrel berhenti berputar, fokus matanya berpindah ke orang yang sejak tadi memperhatikan kelakuannya. Ia beranjak mendekatkan posisinya yang tidak jauh dari Verlyn.
"Sejak kapan kamu di sini?"
"Sejak aku menyukaimu."
"Hah?"
"Ma-maksudku sejak tadi. Oh, ya, kamu tahu sesuatu tidak tentang kunang-kunang itu?" sahut Verlyn hampir kelepasan.
"Apa?" tanya Zarrel sedikit bingung. Sebenarnya dia mendengar dengan sangat jelas kalimat yang diucapkan Verlyn tadi. Ada rasa kecewa terbersit di dadanya ketika Verlyn mengalihkan pembicaraan.
"Coba kamu ambil satu kunang-kunang lalu kemudian genggam!" perintah Verlyn. Zarrel mengikuti instruksinya, ia tak perlu memburu. Cukup menadahkan tangan saja maka kunang-kunang itu langsung mendekat.
"Waktu aku kecil, ibuku pernah bilang kalau kita bisa membuat sebuah harapan melalui kunang-kunang. Sekarang genggam kunang-kunang itu lalu dekatkan ke wajahmu. Pejamkan mata mintalah satu harapan lalu tiupkan ke genggamanmu itu, selanjutnya terbangkan. Maka cepat atau lambat harapanmu itu akan terkabul," jelas Verlyn.
"Apa kamu percaya dengan hal itu?"
"Aku tidak tahu. Aku belum pernah mencobanya, karena waktu itu aku masih terlalu takut dengan kunang-kunang."
"Bagaimana jika kita mencobanya sekarang?"
"Boleh, tapi memakai kunang-kunang yang ada di tangan kamu itu saja, ya?" sahut Verlyn dengan tersenyum nyengir.
"Aha, kamu masih takut, ya...."
"E-enggak, kok, siapa bilang aku takut," ucap Verlyn berusaha menutupi rasa takutnya. Verlyn berada di sekitar kunang-kunang tidak takut, tapi kalau di suruh sentuh jangan harap.
"Iya, deh. Aku percaya. Ya sudah, ayo kita sama-sama buat permintaan," ucap Zarrel sembari mendekati Verlyn yang lebih tinggi darinya.
Verlyn hanya mengangguk lalu memegang genggaman tangan Zarrel yang berisi kunang-kunang. Mereka pun memejamkan mata sembari melapalkan permintaan dalam hati masing-masing.
Tuhan, aku harap Verlyn bisa kembali - suara hati Zarrel.
Tuhan, aku harap aku bisa kembali ke dunia yang sesungguhnya. Selain ingin menjaga Riyal, aku juga ingin menjaga orang yang kini tengah bersamaku - suara hati Verlyn.
Setelah itu keduanya sama-sama meniupkan harapan ke genggaman yang menjadi satu itu. Yang mana punggung tangan Zarrel berada di depan wajah Verlyn, begitu sebaliknya. Entah siapa yang memulai mereka berdua mencium punggung tangan satu sama lain dengan tatapan mata yang tak lepas satu sama lain.
Setelahnya, barulah Zarrel melepas kunang-kunang yang mungkin merasa pengap berada terlalu lama dalam genggamannya. Ribuan kunang-kunang itu kembali berputar mengelilingi tubuh keduanya. Tampak mereka tersenyum bahagia menikmatinya.
"Zarrel?" tanya Verlyn saat keduanya sedang duduk lantaran terlalu lelah berdiri.
"Iya?"
"Apa kamu mau menolongku?"
"Tolong apa?"
"Tolong carikan bukti dari orang-orang yang dulu hampir membunuhku."
"Siapa dan bagaimana caranya?"
"Kamu sudah dekat dengan mereka sekarang, tinggal kamu pancing saja di mana mereka membuang perkakas yang digunakan seperti topeng dan sarung tangan itu. Jika mereka sudah membakarnya, pancing mereka agar menunjukan di mana bekas pembakarannya. Tapi, sepanjang kamu dekat dengan mereka. Aku mohon jangan pernah percaya dengan setiap kalimat apapun yang dijelaskan sama mereka. Kamu janji?"
"Tapi, siapa mereka?"
"Azzar dan Terrena."
"Hah?!"
...