Xaina dari pagi sampai siang seperti ini dia masih betah bergumul dengan lukisannya. Sesekali, dia memakan buah atau cemilan yang disajikan Jidda untuknya.
Saat waktu makan siang tiba, Jidda menemui Nonanya.
" Nona apa anda menyukai Tuan? " Tanya Jidda kepo. Ia berdiri dibelakang Nonanya
" Tidak "
Nadanya terdengar jujur dan ringan. Tangan dan matanya fokus pada lukisannya.
" Lalu kenapa Nona mau menikah dengan tuan? " Jidda kembali bertanya dengan keponya
" Mama " Sahut Xaina setelah beberapa saat ia berfikir
" Nona kan bisa menolaknya jika Nona tidak mau. Apalagi Nona kan putri kesayangan Nyonya pertama dan Tuan "
" Sedih "
" Maksudnya Nona takut Nyonya pertama sedih? "
" Iya "
" Tapi, sampai kapan Nona bisa bertahan dengan aturan dan perilaku tuan muda? Aku sangat sedih dengan keadaan Nona "
" Menurutmu? "
" Aku tidak tahu Nona. Tapi, setahuku anda adalah orang yang sangat tegar dan kuat. "
Sebuah senyuman lembut terbit menghiasi wajah manisnya.
" Nona saatnya anda makan siang "
" Ayo " Ia bangkit dari duduknya dan langsung beranjak menuju pintu
" Nona biarkan Jidda yang ambilkan " Ujar Jidda sembari menghalangi Nonanya yang akan membukakan pintu kamarnya
" Diluar "
" Nona ingin makan diluar? "
" Iya "
" Nona harus minta izin terlebih dahulu pada tuan muda "
Xaina menyodorkan selembar kertas yang berisi beberapa deretan tulisan tangannya yang sangat rapi dan indah terukir dengan tegas dan tenang.
Tulisan itu berbunyi " 1. Kamu tidak boleh masuk kedalam kamarku tanpa seizinku
2. Aku sudah punya kekasih dan aku tidak mencintaimu. Jadi jangan berharap lebih dariku apalagi berani mendekati ku
3. Dan kamu tidak boleh ngadu kepada kedua orang tuamu "
Diatasnya diberi judul Aturan yang harus dipatuhi Xaina rahasya Allantazia. Di bawah pojok kanan tertera nama Gavin Aviansyah Dherja Putra dan terdapat sidik jari dibawahnya dan tanda tangan serta dibubuhi materai 10000 diatasnya
Jidda menatap kertas itu dengan Nonanya secara bergantian. Sejak kapan Nonanya ini melakukan perjanjian dengan pria itu? Dan Ia yakin pria kejam itu tidak akan mau buang-buang waktu membuat perjanjian itu. Kecuali Nonanya sendiri yang melakukan itu. Tapi, sidik jari dan tanda tangan juga materainya dapat dari mana?
" Ini tanda tangan palsu Nona? " Tanya Jidda sembari menunjukkan tanda tangan yang ada dikertas itu pada Nonanya
" Bukan " Tegas Xaina tidak main-main
" Lalu ini tanda tangan siapa dan ini sidik jari siapa? " Jidda terlihat kebingungan dengan ekspresi Nonanya yang tidak bisa ia tebak
" Dia "
" Kapan Nona mendapatkannya? "
" Kamu tidak perlu tahu. Sekarang ayo kita pergi " Kata Xaina jengkel, dan menyemburkan beberapa kata tanpa disadarinya.
Jidda yang dari kecil menjadi pengasuh pribadi Xaina. Lambat merespon dengan perkataan Nonanya barusan, bagaimana tidak ia tidak pernah mendengar Nonanya ini berkata panjang dan ia tahunya Nonanya ini seorang gagu
" No... Nona benarkah itu anda? Anda benar-benar bisa berkata lancar? " Tanyanya dengan terbata-bata, ada rasa tidak percaya dan harus dalam sorot matanya
"... " [Dia menganggapku gagu? Sialan] Xaina menatap pelayan pribadinya yang tengah menatapnya Shock bercampur bahagia dengan raut tanpa ekspresi. Lalu beranjak pergi
" Aku akan mengabari Nyonya dan Tuan kalau Nona sudah pandai berbicara " Ujar Jidda antusias hal itu membuat langkah Xaina terhenti
" Jidda! " Seru Xaina dalam nadanya terdengar nada melarang dan Jidda sebagai pelayan pribadinya langsung mengerti
" Ah iya iya Nona. Saya janji tidak akan memberitahu siapa-siapa dan menganggap hal tadi tidak pernah terjadi "
Jidda segera kembali menyimpan poselnya kedalam saku lalu menyusul Nonanya.
Ya, seperti itulah setiap harinya percakapan mereka. Seolah-olah, Jidda berbicara sebelah pihak.
Xaina akan menjawab satu atau dua kata, kata kunci dari jawabannya dan itu sangat menguras otak Jidda untuk berfikir.
🍁🍁🍁