Diva Akari yang tipikal pemarah langsung marah, namun untuk kali ini Ia memilih diam. Walau bagaimanapun, disini masih ada Gavin. Ia tidak ingin imagenya hancur gara-gara gadis itu.
***
Tidak butuh lama bagi mereka untuk sampai ke restoran yang mereka tuju itu.
Gavin segera keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk Diva Akari, dengan senyuman lembut menghiasi wajahnya mempersilakan tuan putrinya keluar dari mobil.
Diam-diam matanya melirik Xaina, yang masih sibuk dengan ponselnya tanpa ada niatan untuk turun. Apalagi, memperdulikan adegan yang mereka mainkan.
Gavin yang entah kenapa merasa kesal, langsung membanting pintu mobilnya dengan keras saat menutupnya.
Blam ...!
Xaina yang memang merasa tidak ada hubungannya dengan dirinya, tetap cuek lalu ikutt turun. Sebelum, melemparkan senyuman tipis pada Rheja.
Gavin yang melihat isterinya memberikan senyuman pada temannya, sedikit kesal sendiri. Namun, Ia enggan untuk mengakui kalau dirinya cemburu.
Rheja juga membalas senyuman Xaina, juga segera nyusul setelah memarkirkan mobilnya, dan berjalan disamping Xaina. Sementara, Gavin dan Diva sudah jalan di depan mereka.
Dari rumah hingga pelataran parkiran restoran ini keadaan masih berjalan sesuai rencana Diva Akari. Tapi ... Saat mereka sampai di pintu masuk restoran.
"Selamat datang Nona Xaina," sambut orang-orang yang sudah berjejer dengan rapi di pintu masuk, mereka menyambut kedatangan Xaina dengan ramah.
"Kami telah menyiapkan meja khusus untuk Nona atau Nona mau diruangan atau gimana?" kata salah seorang yang menyambut Xaina mewakili, dan yang lainnya membungkuk memberikan hormat.
Sementara Gavin dan Diva Akari yang berjalan duluan dan sudah sampai didalam, tanpa mendapatkan penyambutan yang khusus. Mereka berdua merasa sangat kesal.
"Meja yang dipesan saja," sahut Xaina dengan ramah. Ia berdiri dengan tegak dan berwibawa di samping Rheja.
"Baiklah. Mari ikut saya Nona," ujar orang tersebut yang sepertinya kepala pelayan, untuk menyambut para pengunjung istimewa.
"Nona, dimana asisten pribadimu? Biasanya dia selalu bersamamu." Orang yang sama mengajak Xaina, ngobrol. Terlebih ini sudah terbiasa dilakukan olehnya untuk mengajak ngobrol gadis ini.
"Dia sibuk," balas Xaina seadanya.
"Ah begitu ya, Oh ya Nona, apa tuan yang di sampingmu ini kekasihmu?" tanyanya tiba-tiba, membuat Xaina menoleh pada Rheja.
Gavin yang jelas mendengar semua itu, sedikit menyesal dan marah.
Menyesal telah membiarkan Xaina, jalan berdampingan dengan temannya. Tapi, disatu sisi Ia juga tidak mungkin jalan di samping Xaina sementara Diva Akari ada.
Marah karena kenapa Ia harus ikut, merasa dipermalukan, dan entahlah ia tidak bisa menjelaskan penyebab rasa marahnya itu yang datang tiba-tiba dan hampir tidak bisa ia kendalikan.
Xaina yang awalnya akan menganggukkan kepalanya, Ia urungkan. Ia memilih tersenyum dan berkata, "Teman, dan kami datang berempat." Xaina menyahut perlahan namun pasti. Ia sedikit melirik kedua insan yang sudah lebih dulu masuk.
Gavin yang sedikit mendengar, bagaimana lembut dan merdunya suara Xaina. Tanpa disadari detak jantungnya berpacu dengan cepat, juga diiringi darahnya yang berdesir tak menentu seolah telah terangsang sesuatu.
'Udah Gila nih otak dan tubuh gue!' umpat Gavin dalam hatinya, Ia merutuki dirinya sendiri.
"Oh maafkan saya Nona, saya telah lancang." Pelayan itu menunduk, dengan merasa bersalah.
"Tak apa," jawab Xaina ramah.
"Nah sudah sampai, disini seperti permintaan Nona yang akan disuguhkan oleh pemandangan luar yang luar bisa indah." Orang tadi memaparkan, dengan sopan dan ramah, tak lupa diiringi senyuman.
"Ah ya, terimakasih." Xaina mengangguk.
"Sama-sama, ini sudah kewajiban kami Nona."
Skip ...!
"Sayang ... sini duduknya jangan jauh-jauh." Rengek Diva, pada Gavin tanpa tahu malunya. Saat melihat jaraknya dengan Gavin. Dan lebih tepatnya mereka berada di hadapan Xaina, mereka satu meja.
Xaina yang duduk di samping Rheja, sedikit mengerutkan keningnya. "Masih lama ya?"
Xaina melirik Rheja yang tengah asyik main ponsel, dan balas meliriknya.
"Iya, kayaknya gitu. Lama banget ya?a Apalagi menjadikan orang kayak lalat," celetuk Rheja tajam, yang langsung membuat Gavin menatapnya tajam. Tanpa, mengubah posisi tangannya yang merangkul pundak Diva.
"Tapi, kakak Ipar jangan sedih atau merasa kesepian. Karena aku akan selalu ada di sampingmu. Bahkan jika kakak kedingin saat tidur aku bisa menemanimu," sambung Rheja tak tanggung-tanggung dan sukses mendapatkan tendangan dari Gavin. Tapi, Rheja tidak menanggapinya Ia malah merangkul bahu Xaina.
Ia merangkul Xaina dengan tak kalah mesra, dari Gavin merangkul Diva. Bahkan, dia lebih hangat dan romantis.
"Hallo, selamat siang. Wahh, Tuan muda Gunawan apa ini calon nyonya muda Gunawan? Sungguh! Sangat cantik dan anggun," sapa seorang pria setengah paruh baya, yang tiba-tiba datang menghampiri meja mereka.
Tiba-tiba seseorang datang menyapa Rheja, yang sepertinya rekan bisnis. Tanpa ada yang menyadari, kecuali Rheja. Gavin mengeluarkan tatapan yang tajam dan luar biasa dingin.
"Selamat sore, Paman Adya. Perkenalkan, ini adalah Kakak Ipar saya. Xaina," respon Rheja dengan perlahan dan senyuman yang terukir diwajahnya, Rheja memperkenalkan Xaina kepada pria paruh baya itu.
Pria paruh baya yang di panggil Adya, itu sedikit mengerutkan keningnya mendengar kata Kakak Ipar. Ia tahu betul, Rheja tidak memiliki seorang kakak laki-laki.
Rheja yang mengerti hal itu, segera menjelaskan dengan polosnya. "Isteri sahnya, Tuan Muda Dherja. Betulkan Vin?" Ia sedikit melirik Gavin, yang tengah menatapnya tajam.
Pada kalimat tanya terakhirnya, dia dengan sengaja melirik Gavin yang tengah mesra-mesraan dengan Diva.
Adya langsung ikut, kemana arah Rheja melirik dan akhirnya Ia baru sadar. Kalau di sana, ada Tuan Muda besar.
Melihat bagaimana perilaku Gavin yang sudah Adya bisa tebak, sedang apa dan melakukan apa. Membuatnya, langsung menatap sepasang kekasih itu dengan cemoohan.
"Selamat siang. Tuan Muda Dherja," sapanya dengan nada datar bahkan sedikit menekankan kata Tuan Muda Dherja, yang biasanya memanggil Gavin atau Tuan Muda saja.
"Siang juga," balas Gavin kaku, sembari melepaskan rangkulannya pada bahu kekasihnya.
"Ini isteri sah? Dan ini kekasih sah?" lontar Adya, yang secara tidak sengaja menampar mereka di depan umum. Orang-orang yang tak jauh dari mereka duduk, langsung memusatkan perhatian mereka pada 5 tokoh penting itu. Bagaimana tidak penting coba? kedua pemuda itu adalah businessman yang sukses di usia mudanya.
Tuan Adya ini adalah teman solidnya Papa Rheja dan Gavin. Sehingga, pria itu tidak bisa berkutik terlalu jauh.
"Ah, bukan begitu Paman. Ini Diva, diaโ" Gavin berusaha menjelaskan, tapi segera di potong Adya.
"Seorang model, paman juga tahu hal itu. Selamat siang Nona Diva Akari," potong Adya, sebelum berakhir beralih menatap pada Diva Akari dengan tajam.
"Siang Tuan," balas Diva ragu, dan takut. Tangannya mencengkram tangan kekasihnya itu, sedikit lebih erat. Tapi, pria itu segera melepaskannya dengan perlahan.
"Iya, tapi aku dan dia hanya sebatas rekan kerja aja kok. Gak lebih," bantah Gavin, tanpa tahu malunya.
Xaina yang ada di samping Rheja, diam-diam menahan tawa. Ia merasa tengah menonton sebuah drama di televisi, Ia benar-benar menikmati hal itu dan berharap ada adegan yang lebih seru.
"Rekan kerja, sambil rangkul-rangkulan? Dihadapan isterimu? Ah, aku tahu dia adalah rekan ranjangmu kan?" ujar Adya tajam, bahkan ia mengatakan itu tanpa menempatkan dirinya untuk duduk. Dia berdiri tegak dengan sangat berani mengatakan itu pada Gavin.
Xaina yang sudah tidak tahan lagi, segera berbisik pada Rheja, "Itu lebih sakit anjeerr, sayang-sayangan diranjang. Tapi pas di khalayak hanya sebatas rekan kerja," bisik Xaina pada Rheja, sehingga dari jauh mereka tampak sangat mesra.
Gavin yang melihat itu dan tidak tahu sedang membicarakan apa, menatap gadis itu lebih tajam. Namun, Xaina seperti biasa tidak memperdulikannya dan asyik sendiri dengan Rheja.
Rheja yang mendengar bisikan Xaina hampir saja tergelak tawa. Ia tidak menyangka gadis itu akan seterbuka itu dalam berpendapat
"Lebih baik kakak Ipar menyapa Paman tua itu, sebelum kena imbas Gavin," Balas Raja balik berbisik mengingatkan.
Xaina sedikit mengerutkan keningnya, merasa tidak puas. Tapi, ia segera menata rautnya menjadi ramah dan menyapa pria itu dengan ramah.
"Paman," panggil Xaina, membuat Pria paruh baya itu menoleh padanya "Aku Xaina. Salam kenal paman," tambahnya sembari berdiri, dan sedikit membungkuk untuk memberikan hormat kepada orang yang lebih tua.
"Nyonya Muda Dherja, kamu tidak perlu melakukan hal itu. Kamu dari korea ya?" Adya dengan mudahnya mengalihkan perhatiannya pada Xaina, dan dia segera duduk di salah satu kursi terdekat.
"Bukan Paman." Xaina menjawab dengan gelengan pelan, tapi itu tidak mengurangi ke ramahannya. Ia kembali duduk, dengan sopan dan tidak menyebabkan kegaduhan.
"Tapi, melihat bagaimana paras dan cara menghormatimu seperti orang-orang korea," kata Adya, kini semua perhatian dan fokusnya pada gadis itu. Nadanya pun, sudah berubah menghangat dan ramah.
"Rheja, bantu aku menjawabnya." bisik Xaina pada Rheja dan seketika pria itu sedikit terperanjat. Ia merasa di persulit, atau ada sesuatu yang akan gadis itu lakukan padanya. Ini semua gara-gara Gavin dan Diva yang ikut mereka, sehingga Jidda tidak ikut serta.
"Paman bisa saja," ucap Xaina perlahan. Ia sedang mempertimbangkan, semua kata-kata yang akan dikatakannya.
"Paman, disini lagi makan siang saja atau sedang temu klien?" tanya Rheja segera setelah Xaina diam, Ia sengaja mengajukan pertanyaan itu. Agar pria itu teralihkan, dari niatnya untuk terus bertanya pada Xaina. Dan itu beneran ampuh, Rheja biasanya melakukan ini untuk Gavin. Tapi, kali ini untuk isteri pria itu.
'Apa mereka berjodoh? Atau hanya kebetulan saja? Keduanya sama-sama suka membuat orang lain sulit!' batin Rheja, diam-diam ia mengomentari Xaina.
"O iya, aku hampir saja lupa. Kalau, sebenarnya aku kemari untuk menemui klienku. Ya sudah aku duluan ya?" pamit Adya dengan sedikit tergesa ia berdiri dan pamitan.
Paman Adya sedikit linglung dan terlihat sangat malu, tapi Xaina menanggapinya dengan senyuman. "Semangat Paman!" ucap Xaina, yang langsung mendapatkan balasan anggukan dan senyuman hangat pria paruh baya itu.
"Anak ini benar-benar manis," gumam Adya sepertinya menyukai Xaina, sebagai menantu teman dekatnya "Tuan Muda Dherja besok temui aku di rumah," tambahnya pada Gavin sebelum berlalu.
"Aku ke toilet bentar," pamit Xaina perlahan sebelum berlalu menuju Toilet.
๐ณ๐ณ๐ณ
Hallo, apa kabar kakakยฒ sekalian? Maaf ya baru up. Bukannya aku gak niat ya, malah akj pengen banget buat Up. Cuma ya gimana, rutinitas sekolahku makin padet, mohon maaf sekali lagi. ๐ Terima kasih untuk sudah mampir, jangan lupa tapi bintang dan votenya. ๐ Selamat beraktivitas ....