๐ธ๐ธ๐ธ
Badai video berlalu. Selang beberapa hari badai lain yang datang. Beredar sebuah foto Aisha dan Dikta dalam satu ruangan yang sudah bisa dipastikan itu adalah ruang kerja Aisha. Dalam gambar tampak Aisha sedang makan siang dengan Dikta. Tetapi bukan kegiatan makan siangnya yang jadi sorotan. Sudut pengambilan gambar sangat luar biasa tepat sehingga menampilkan Dikta tampak sedang memegang pundak Aisha dan Aisha sedang menoleh pada Dikta dan tampak sedang menyuapi sekretarisnya.
Aisha dibuat meradang dengan beredarnya foto tersebut. Dia yakin seseorang telah menyusup masuk ke dalam kantornya. Siapa orang itu? Karena setahunya, selain dia dan Dikta hanya Tia yang punya akses masuk ke kantornya. Sangat mustahil jika Tia melakukan itu.
Keesokan harinya, kantor utama Pramana Corp. begitu heboh dengan pemberitaan itu. Semua karena foto dengan judul berita lebih mengerikan lagi. "Bos janda terlibat affair dengan sekretaris pribadinya", cukup membuat ubun-ubun Aisha panas. Sejak dia menjejakkan kaki di lobi kantor, bisik-bisik pegawai terus mencicit seperti burung finch yang bersiap untuk bermigrasi dari kepulauan Galapagos. Tentu saja sebagian dari mereka lebih percaya pada pemberitaan yang beredar daripada mencari kebenaran. Bukankah cerita karangan yang dibumbui dengan berbagai bumbu tambahan lebih asik dinikmati?
Tia menghadap Aisha dengan wajah pucat di ruang kerja atasannya tersebut.
"Maaf, Bu. Bukan saya yang melakukan. Saya mana berani, Bu. Saya masih ingin kerja di sini. Ibu saya sakit dan butuh biaya perawatan. Kalau saya berani buat fitnah dan saya dipecat, saya mau kerja dimana lagi, Bu," isak Tia dengan raut penuh ketakutan.
Aisha menatap sekretaris wanitanya yang telah mengabdi bertahun-tahun bahkan sejak suaminya masih hidup. Ada kejujuran dalam sorot mata ketakutan itu. Alasan Tia masuk akal. Jika dia pelaku di balik semua ini, mana mungkin dia masih duduk di depannya saat ini.
"Oke. Tidak apa-apa. Saya tahu kamu jujur sama saya. Sekarang tolong buatkan saya kopi dan sampaikan kepada semua direktur bagian, manajer dan ketua divisi untuk berkumpul di ruang rapat sejam kemudian," titah Aisha dengan suara setenang mungkin.
"Terima kasih, Bu," lirih Tia. Dia kemudian beranjak berdiri dan keluar dari ruangan untuk menyiapkan secangkir kopi serta mengumumkan rapat dadakan.
Dikta masuk ke dalam ruangan. Dia baru saja dari ruang keamanan untuk memeriksa CCTV untuk lantai ruangan kerja mereka.
"Ada rekaman CCTV yang telah dihapus. Itu rekaman di hari kita diskusi di ruangan saya," ucap Dikta.
"Hmmm ..." Aisha menggumam sambil memikirkan sesuatu. "Seseorang masuk ke ruangan ini hari itu. Sudah cek seluruh ruangan?" kata Aisha sambil memberi kode memutari ruangan dengan tangannya.
Dikta mengangkat sebuah kamera kecil.
"Saya menemukan ini di pojok itu. Seseorang menaruhnya di sana," tukas Dikta dengan wajah datar berselimut amarah. Aisha mengarahkan pandangannya ke titik yang ditunjuk Dikta. Tidak salah lagi. Seseorang menyelipkan kamera micro yang bisa dikendalikan jarak jauh di tempat itu. Titik itu sangat cocok, tersembunyi, dan luput dari perhatian siapa pun serta sesuai dengan sudut pengambilan gambar dalam foto yang beredar.
"Saya sudah menyisir seluruh ruangan, hanya ada satu kamera dan perangkat penyadap juga sudah saya singkirkan."
"Lalu, bagaimana sekarang? Apakah kita akan melakukan tuntutan?" tanya Aisha.
"Kepada siapa? Sudah bisa ditebak bahwa pelaku adalah orang dalam yang menjadi suruhan seseorang yang entah bagaimana bisa menyelinap masuk ke ruangan ini. Pastinya dia tidak izin melalui Ibu. Kecuali jika dia mengelabui Tia," cetus Dikta mencoba menganalisa situasi.
"Mengelabui Tia? Bagaimana ..." Ucapan Aisha menggantung di udara. Keningnya seketika berkerut seolah dia mengingat sesuatu.
"Aku tidak ingat kapan. Tetapi seorang cleaning service wanita pernah keluar dari ruangan ini, katanya dia diperintahkan oleh Tia untuk membersihkan ruangan di saat Tia tidak sedang berada di meja kerjanya," papar Aisha dengan wajah serius dan meyakinkan.
"Apakah Ibu yakin?" tanya Dikta.
"Sangat yakin. Aku belum pernah melihat orang itu dan sepertinya dia bukan petugas yang biasanya bertugas di lantai ini," imbuh Aisha.
'Trik kecil murahan. Saat ini Maghdalena dan Bambang sedang bersorak gembira. Mereka gembira saat kasus video mencuat tetapi dengan cepat mereda kembali. Kini, ketika orang-orang belum lupa dengan kasus video, mereka kembali melempar bola panas untuk menjatuhkan Aisha,' geram Dikta dalam hati. Tangannya meremukkan kamera micro ditangannya menjadi serpihan malang yang siap dilempar ke tong sampah.
"Aku akan melakukan rapat klarifikasi dengan orang-orang dari jajaran manajemen sebelum menghadapi dewan direksi di RUPS kwartal akhir. Aku hanya ingin menekan mereka sedikit. Kamu tidak perlu hadir. Selidiki saja masalah ini dan hubungannya," pinta Aisha.
"Saya akan menjemput Alfa lebih dahulu," tukas Dikta.
"Terima kasih." Aisha dan Dikta berpandangan satu sama lain sesaat. Tanpa bicara mereka berusaha menyampaikan perasaan mereka masing-masing.
Tak lama kemudian, Dikta telah menghilang di balik pintu. Aisha memejamkan mata sesaat. Mencoba mengurai masalah demi masalah yang mereka hadapi. Aisha mulai menyadari bahwa ini masih badai kecil yang datang lebih awal. Ada badai yang lebih besar yang sedang menuju ke arahnya dengan kecepatan penuh. Dia belum bisa memetakan langkah yang akan dipersiapkan.
Hingga kini kasus penggelapan arus kas belum mencapai titik terang. Mereka sudah mencurigai keterlibatan Ferdy tetapi belum ada bukti kuat yang bisa menyeret mafia itu.
Sejam kemudian, Aisha duduk di ruang pertemuan di hadapan jajaran manajerial Pramana Corp. Tepat setelah rapat dadakan dibuka, berbagai celaan secara halus dilayangkan ke arah Aisha. Bahkan Ferdy yang ikut hadir dalam pertemuan itu meski datang terlambat ikut menuangkan bensin untuk memperbesar kobaran api.
Aisha hanya bisa menahan geram dalam hati. Apa hak mereka melemparkan celaan kepada dirinya? Apakah karena dia wanita yang bagi mereka sangat tidak pantas menduduki posisinya sekarang? Tidak diragukan lagi beberapa orang dari mereka telah terpengaruh provokasi Ferdy.
"Jika kalian telah selesai berkicau, maka sekarang giliran saya yang akan bicara." Aisha membungkam keramaian saat itu. Hening langsung menyusup di dalam ruangan tersebut. "Saya akan mengklarifikasi beberapa hal. Pertama, saya dan Dikta tidak terlibat affair apa pun. Dikta berada di sekitar saya 24 jam selama tujuh hari karena posisi dia bukan hanya sebagai sekretaris saya, tetapi ... tetapi juga sebagai pengawal pribadi saya yang telah menjalankan tugas selama enam tahun."
Terdengar dengungan kaget dalam ruangan sebelum Aisha melanjutkan ucapannya.
"Berikutnya, pelaku dari penyelundupan kamera ke dalam ruangan saya secara ilegal adalah salah satu dari pegawai di divisi umum yang menyamar sebagai cleaning service. Dan baru-baru ini saya menerima laporan adanya klien di cabang di kota S dan cabang lain yang setahu saya dibawah kendali divisi pemasaran kantor pusat, mereka melakukan pembatalan kerjasama secara sepihak kepada kita dan beralih kepada perusahaaan saingan yang dikoordinasi oleh seseorang yang sampai saat ini masih anonim. Para klien ini tidak memberikan alasan jelas padahal mereka telah bekerja sama dengan Pramana Corp. selama bertahun-tahun. Daripada kalian hanya sibuk berkicau tentang masalah pribadi saya, mengapa kalian tidak mencoba mengevaluasi kinerja kalian dan memeriksa apa yang salah dengan kerja sama dengan klien-klien tersebut," cecar Aisha dengan mempertahankan sikap tenang. Para direktur divisi tersebut tertunduk diam.
"Mengapa ..." Ferdy akan memberikan argumen tetapi Aisha memberikan kode dengan tangan agar pria itu menutup mulut.
"Direktur keuangan yang terhormat. Ada apa dengan laporan-laporan keuangan dua kuartal terakhir? Dan mengapa saya tidak bisa mengakses data keuangan di data base divisi Anda? Apa yang kalian sembunyikan? Jika kamu pikir bisa menyembunyikan kebusukan yang kalian rencanakan, maka saya pastikan ketika saya berhasil mengendusnya maka kalian akan pergi dari tempat ini," ancam Aisha dengan mata terpaku tajam ke wajah Ferdy.
Tiba-tiba Ferdy berdiri dan menggebrak meja di depannya. Matanya menyorot tajam ke arah Aisha.
"Omong kosong. Kamu tidak akan pernah bisa menendang saya dari tempat ini. Kamu hanya wanita sialan yang beruntung menikahi Alif Pramana. Saya yang memiliki jasa besar memajukan perusahaan ini. Jadi tutup mulut indahmu sebelum saya menghancurkannya," teriak Ferdy di depan Aisha. Para direktur lain terkejut dan saling memandang satu sama lain. Sedetik kemudian Ferdy membanting pintu ruang pertemuan dan menghilang dari hadapan Aisha.
Aisha hanya bisa menggigit gerahamnya dengan kuat sambil mengepalkan tangan di atas meja.
Pertemuan bubar dengan sendirinya ketika pejabat lainnya undur diri satu persatu. Mereka cukup gentar dengan ancaman Aisha dan mencoba tidak bermain-main dengannya. Kenyataan bahwa Dikta bukanlah sekretaris biasa tetapi salah satu dari orang penting yang akan melindungi posisi Aisha dan Alfa tentu saja akan jadi pertimbangan mereka.
***
Di salah satu apartemen di jantung kota M.
Maghadalena dan Bambang sedang berpesta berdua menikmati kemenangan kecil mereka.
"Aku tak menyangka beredarnya video acak itu akan memberikan jalan bagi kita untuk melakukan serangan pertama hahahaha ..." seru Maghdalena dengan gelas menempel di bibir merah merekahnya.
"Aku rasa sekarang Aisha sedang sibuk berlari kesana kemari menyelamatkan wajahnya. Dia bisa lolos dari gosip video itu karena saya yakin si pengusaha Jepang itu yang menyelamatkannya. Tapi sekarang dia akan berhadapan dengan para pemegang saham. Kita hanya perlu menuang sedikit bahan bakar dan semuanya berkobar," imbuh Bambang dengan suara tawa membahana dalam kamar apartemen.
"Aisha ... Aisha! Kelinci kecil yang malang. Aku tidak akan berhenti hingga aku mendapatkan apa yang aku inginkan," gumam Maghdalena dengan senyum liciknya.
"Mari kita merayakan kemenangan awal kita. Aku sudah memesan barang bagus. Kamu harus mencicipinya. Ini barang langka dari Tiongkok," ujar Bambang melempar beberapa keping bungkusan di atas meja. Maghdalena tersenyum penuh arti.
"Hidup denganmu, aku mendapatkan semua kenikmatan yang tidak pernah diberikan oleh ibuku yang miskin. Begitu juga dengan ayahku yang tak berguna itu," tukas Maghdalena sambil beringsut ke pangkuan Bambang yang menerimanya dengan senang hati. Mereka mulai saling memagut dalam birahi.
'Dasar wanita binal. Sebentar lagi kamu mewujudkan impianku. Setelah itu kamu tak berguna lagi,' gumam Bambang dalam hati. Seulas senyum licik merekah di bibirnya yang terus menjelajahi tubuh provokatif Maghdalena. Memberikan apa yang diinginkan wanita itu sebelum menyingkirkannya seperti ayah non-biologisnya.
***
Nun jauh di kota S.
Arif dan Diksa sedang duduk berhadapan di kantin fakultas Ekonomi. Cuaca terik kota S membuat mereka memanjakan tenggorokan mereka dengan beberapa botol minuman dingin. Arif sedang mengutak-atik sesuatu di perangkat leptopnya. Sedangkan Diksa asik membaca beberapa ulasan materi dalam diktat yang akan disampaikan dosen pada kelas selanjutnya.
Diksa termasuk siswa cerdas dan tekun. Meski dia bukan salah satu di antara mahasiswa penerima beasiswa, tetapi dia bertekad akan mempertahankan nilai mata kuliahnya tetap memuaskan. Hal ini karena dia menghargai usaha kakaknya yang susah payah membiayai pendidikannya.
Arif mengangkat wajahnya dari layar leptop di depannya. Menatap gadis berkuncir kuda di depannya.
"Kak Dikta, orangnya seperti apa?" tanya Arif tiba-tiba.
"Hahh?" Diksa ikut mengangkat wajah dari buku di tangannya dan menatap pria di depannya.
"Apa yang kamu ketahui tentang pekerjaan kakakmu?" tanya Arif kembali.
"Mengapa kamu bertanya seperti itu? Bukankah kamu sudah tahu dan melihat sendiri?" balas Diksa dengan alis melengkung ke atas.
"Sebelum dia bekerja dengan kakakku, apakah kamu tahu dia kerja dimana?" ujar Arif menekankan setiap kalimatnya. Dahi Diksa semakin berkerut.
"Aku tidak tahu. Menurut ibuku setelah kuliah kak Dikta merantau dan berkerja serabutan untuk membiayai ayah yang sakit jantung saat itu," jawab Diksa.
"Kemana dia merantau?" tanya Arif makin penasaran. Diksa kembali berpikir.
"Aku tidak tahu dan begitu juga dengan ibu. Meski saat itu ayah tidak bisa diselamatkan tetapi kak Dikta tidak pulang dan terus mengirimi kami uang yang banyak," tukas Diksa. "Mengapa kamu bertanya hal itu? Seolah-olah kakakku melakukan sesuatu yang tidak kami ketahui," sambar Diksa dengan tatapan intens ke Arif.
Arif salah tingkah dan mengusap belakang kepalanya.
"Aku tidak bermaksud apa pun. Hanya memastikan sesuatu." Arif terdiam sejenak. "Aku ingin mengatakan sesuatu. Beberapa tahun lalu, waktu masih SMP aku sangat menyukai salah satu band rock dari Amerika. Saat itu mereka mengadakan konser tour keliling dunia di beberapa negara. Salah satunya Singapura."
"Apa yang kamu bicarakan? Apa hubungannya dengan pembicaraan sebelumnya?" Diksa memasang ekspresi bingung.
"Aku lanjutkan. Waktu itu aku pengen menonton konser itu tetapi tentu saja aku tidak bisa karena tidak punya biaya ke Singapura. Tetapi salah satu temanku yang kaya raya memiliki kesempatan itu. Sepulang dari sana, dia memamerkan foto-foto konser di Singapura itu."
Diksa mendengarkan dengan seksama menanti kelanjutan cerita Arif.
"Tapi bukan itu permasalahannya. Saat aku melihat foto kakakmu di dinding rumahmu tiba-tiba aku teringat dengan salah satu foto temanku itu saat konser. Aku meminta dia mengirimkan untuk memastikan sesuatu. Dan sepertinya dugaanku benar. Kakakmu terekam dalam foto temanku di tempat konser di Singapura."
"Apa?" Diksa terkejut.
"Aku akan memperlihatkan fotonya." Dikta lalu membuka beberapa folder mencari foto yang dimaksud. Setelah itu dia memutar layar menghadap Diksa.
Masih dalam keadaan bingung, Diksa mengalihkan pandangannya ke gambar di layar leptop. Di sana seorang remaja seusia Arif sedang berpose menghadap kamera, dengan latar belakang panggung konser sambil mengacungkan jempolnya. Namun bukan itu yang jadi titik fokusnya. Dia memicingkan mata mengamati pria yang ditunjuk oleh Arif yang berdiri di belakang temannya.
Seorang pria muda dengan setelan resmi hitam berdiri dengan beberapa pria lain yang berpakaian sama dengannya dan memakai kaca mata hitam. Mirip dengan agen pemburu alien di bumi dalam film Man in Black.
"Bukankah dia mirip kakakmu?" cetus Arif di samping wajah Diksa yang masih mengamati foto. Diksa berpaling menatap wajah Arif dengan raut tak percaya.
"Apakah benar ini kak Dikta? Dan dia di Singapura?" lirih Diksa.
"Dan dari penampilannya sepertinya dia menjadi semacam seorang pengawal atau bagian keamanan dari konser itu," tambah Arif.
Diksa mengerjap tak percaya. Apakah benar kakaknya menjadi seorang bodyguard?
"Lalu bagaimana sekarang? Apakah dia juga jadi pengawal kakakmu? Dia bilang dia seorang sekretaris," pungkas Diksa. Arif merenung untuk menggali ingatannya saat di rumah sang kakak.
"Aku lihat kak Dikta selalu berada di sekitar kakakku hampir setiap waktu. Dan dia juga tinggal di rumah kakakku. Bisa jadi dia seorang bodyguard untuk kak Aisha namun disamarkan menjadi seorang sekretaris," cetus Arif mengungkapkan analisanya.
"Bisa jadi. Dan pria ini benar-benar mirip dengan kak Dikta. Tetapi ... kak Dikta sekarang sudah pindah dari rumah kakakmu," ucap Diksa.
"Apa? Siapa yang bilang?"
"Ibuku. Dia pindah beberapa minggu lalu atas saran dari ibu," jawab Diksa. Arif langsung pucat. Diksa jadi heran dibuatnya.
"Oh Lord! Kak Aisha dalam bahaya," seru Arif kemudian.
"Kenapa? Apa yang terjadi?"
"Beberapa hari yang lalu aku bermain-main dengan perangkat baru yang aku beli dari temanku. Itu alat penyadap jaringan komunikasi. Rumit menjelaskan detailnya. Aku tidak sengaja menyadap jaringan gelap sebuah organisasi. Aku menemukan percakapan mereka yang menyinggung tentang Mr. Di dan sebuah organisasi jasa bodyguard bernama White Eagle. Aku lalu mencoba meretas web organisasi White Eagle dan menemukan nama Mr. Di adalah kak Dikta. Kemudian aku membaca riwayat kerjasama organisasi ini di antaranya pengamanan konser dan ada jejak kerjasama klien dengan Pramana Corp. Dan dia pasti suami kak Aisha. Artinya kak Dikta adalah pengawal yang disewa Pak Alif untuk kakakku," ungkap Arif panjang lebar.
"Lalu dimana letak bahayanya?" tanya Diksa dengan minat yang besar.
"Organisasi yang aku retas pertama adalah Black Devil, itu adalah jaringan pembunuh bayaran terkejam di Asia. Dalam percakapan mereka, orang-orang mereka sedang disewa untuk menghabisi seseorang di sekitar Mr. Di. Tiba-tiba aku khawatir kalau kak Aisha dan Alfa dalam bahaya," pungkas Arif.
Diksa menggigit bibirnya merasakan kekhawatiran yang sama akan keselamatan kakaknya. Bagaimana jika dugaan Arif benar? Bahwa Dikta sedang diincar oleh sekelompok pembunuh bayaran paling bengis.
Bersambung ....
๐๐๐
Nb : Terima kasih kepada teman-teman yang telah mengingatkan adanya plagiator atau peniru karya yang berkeliaran di platform ini. Seperti saya katakan sebelumnya bahwa jika teman-teman menemukan karya yang sangat mirip dengan salah satu novel saya:
1. Bukan Wonder Woman
2. Sekretarisku Pengawalku
3. Suaramu Mengalun Lewat Mimpiku
Baik dari judul, alur cerita hingga penulisan namun autor bukan nama AeRi Purplish atau AeRi (karena saya hanya menggunakan 2 nama ini) mohon untuk mengkonfirmasi kepada saya. Untuk platform WebNovel tersedia layanan help center namun sayang saat ini hanya melayani keluhan dalam Bahasa Inggris. Sejauh ini saya tidak pernah kesulitan melayangkan keluhan ke help center dan mereka akan segera memberikan respon cepat. Jadi saya memastikan jika ada yang meniru karya saya sebagian atau keseluruhan maka saya akan mengajukan keluhan ke pihak platform agar menghapus akun plagiator tersebut.
Masalah plagiat bukan masalah sepele karena ini sama dengan pencurian. Pencurian kreatifitas orang lain. Jadi jangan merendahkan derajat kita dengan perbuatan tidak terpuji seperti ini.
Dan terima kasih kepada teman-teman yang terus menerus mendukung author. Dukungan kalian adalah motivasi untuk saya.
Once again, big thanks and love for you all and see you next chapter ๐