๐ธ๐ธ๐ธ
Selama dua minggu jelang premier iklan produk perusahaan Ryo bukanlah waktu yang tenang untuk Aisha. Pada saat RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Aisha dicecar habis-habisan dengan berbagai argumen yang terus menerus menyudutkannya. Pencapaian gemilangnya dengan memenangkan kerja sama dengan perusahaan besar sehingga bisa menutupi kebocoran kas yang terjadi sebelumnya tidak membuat para pemegang saham senang dan melupakan skandal video dan foto.
Dikta dan Tia yang ikut hadir dalam rapat tersebut benar-benar meradang dan marah melihat orang-orang itu mencela Aisha dengan berbagai bahasa yang tidak menyenangkan. Mereka mengkritik perilaku Aisha yang tidak bisa menjaga citra perusahaan. Mereka menyindir tentang lepasnya beberapa klien yang bekerja sama dengan Pramana Corporation adalah akibat dari ketidakpercayaan klien tersebut dengan kepemimpinan Aisha dan skandal-skandalnya.
Maghdalena dan Bambang yang juga hadir di sana menyunggingkan senyum kemenangan secara terang-terangan ke arah Aisha. Mereka merasa tidak perlu mengeluarkan banyak energi untuk menyudutkan Aisha. Mereka hanya melempar bola panas ke arena, dan para pemegang saham tersebut menyambutnya.
"Kalian terus mempertanyakan kredibilitas saya terkait skandal omong kosong itu. Kita menghadiri rapat kali ini untuk membahas pencapaian di kuartal di akhir tahun ini. Apakah kalian sadari bahwa ada kebocoran dana dalam perusahaan yang dilakukan oleh seseorang yang saat ini sedang kami selidiki. Mengapa kalian terus mempermasalahkan masalah pribadi saya?" geram Aisha.
"Tapi Nyonya, hal ini mempengaruhi citra perusahaan kita di luar sana. Para klien meragukan kredibilitas perusahaan dengan adanya skandal ini?" sanggah Tuan Adi Irawan yang merupakan Direktur dari salah satu perusahaan cabang di kota B.
"Tuan Irawan, klien mana yang Anda maksud?" Aisha melempar beberapa bundel berkas di atas meja, mengejutkan beberapa dari pria yang duduk dalam deretan meja pertemuan.
"Karena masalah beruntun yang terjadi, saya harus mengerahkan tim untuk menyelidiki masalah ini. Tuan Irawan, beberapa klien yang menghentikan kerjasama dengan Pramana di cabang Anda beralih ke perusahaan debutan yang ditangani oleh keponakan Anda. Apakah perlu saya katakan bahwa Anda menjadikan Pramana sebagai batu loncatan untuk mendongkrak perusahaan debutan keluarga Anda? Anda telah menyalahgunakan jabatan Anda. Lalu klien di cabang kota S. Beberapa klien memutuskan kerja sama secara sepihak dan belakangan di ketahui bahwa mereka beralih ke perusahaan yang telah diambil alih oleh Bambang dari almarhumah Nyonya Ratna. Padahal klien-klien tersebut dulunya memutuskan kerjasama dengan perusahaan tersebut setelah diambil alih secara licik dari pemilik sah dan mereka memutuskan setia kepada Pramana Corp," cecar Aisha sambil menatap satu persatu para anggota rapat. Tatapan berhenti kepada Bambang yang duduk di samping Maghdalena yang seperti biasa menggunakan pakaian provokatif yang memamerkan sebagian besar keseksian tubuhnya.
"Jadi kamu menuduh Bambang menyabotase klien-klien Pramana? Omong kosong apa yang kamu katakan?" Kali ini Maghdalena yang bersuara.
"Menurutmu? Bukankah kalian sendiri yang mengatakan ini sabotase?" sembur Aisha.
"Kamu tidak bisa melakukan tuduhan seperti itu hanya untuk menutupi skandal kebinalanmu," ujar Bambang dengan raut mengejek.
Aisha mengepalkan tangannya. Pria ini berniat menghabisinya. Tapi dia tidak akan tinggal diam dan menyerah begitu saja.
"Saya akan memastikan siapa pun yang berperan di balik penyalahgunaan dana perusahaan dan sabotase ini akan menikmati banyak waktunya di dalam jeruji besi. Jangan pikir saya tidak akan mencari bukti kuat untuk menjerat siapa pun yang mencoba menghancurkan Pramana. Menghancurkan hasil keringat dan airmata almarhum Tuan Pramana senior dan juga almarhum suamiku," tekan Aisha membuat kumpulan orang-orang itu terdiam sejurus kemudian.
"Hah?? Apa hakmu berbicara atas nama Pramana. Kamu hanya gadis miskin kumuh yang dipungut oleh almarhum om Alif. Jika ada yang berhak maka dia adalah Tante Ratna sebagai istri pertama dan aku yang menyandang nama belakang Pramana," cecar Maghdalena.
Aisha terkekeh sejenak sambil membuang muka ke arah lain.
"Apakah kamu yakin darah yang mengalir dalam tubuhmu adalah darah Afif Pramana?" tuding Aisha dengan raut mengejek.
"Apa kamu bilang?" Maghdalena tersentak berdiri dari duduknya menyebabkan kursi yang didudukinya terlotar jatuh kebelakang.
"Haruskah kita membeberkan cerita masa lalu yang berusaha dikubur oleh Tuan Pramana senior?" tukas Aisha. Beberapa pemegang saham senior mendehem tidak nyaman. Mereka merupakan sedikit dari orang-orang yang tahu kasus penggelapan yang dilakukan Afif Pramana di masa lalu yang menyebabkan Maghdalena dan ibunya terbuang dari keluarga Pramana.
"Dasar wanita binal br***sek! S**lan kamu Aisha!" Maghdalena langsung mengamuk dan mencoba merangsek ke arah Aisha yang tetap duduk tenang di tempatnya. Dikta memerintahkan beberapa orang untuk menahan Maghdalena yang terus menggeliat melepaskan diri dari pegangan orang yang menangkapnya.
Ketika dia merasa tidak bisa menjangkau Aisha untuk memukulinya, tiba-tiba Maghdalena meraih sepatu dengan tumit lancip di kakinya dan dengan mata membara penuh dendam dia melemparkan sepatu tersebut ke arah Aisha.
Aisha tidak siap menghindari lemparan maut yang datang sekonyong-konyong ke arahnya. Sepatu tersebut mendarat dramatis di atas keningnya meskipun dia telah berusaha menghalau dengan tangannya.
Dikta terkejut. Begitu pun dengan semua orang di dalam ruangan tersebut. Kecuali Maghdalena dan Bambang yang memandang puas pada jidat Aisha yang meneteskan darah cukup banyak.
"Bawa perempuan gila itu keluar," teriak Dikta pada orang-orang yang menahan Maghdalena.
"Br***sek kamu Aisha. Br***sek kamu Dikta. Tunggu saja pembalasanku," pekik Maghdalena yang sedang diseret keluar. Bambang menyusul Maghdalena membawa tas wanita yang sedang mengamuk seperti singa terluka itu.
Suasana dalam ruangan rapat begitu kacau. Beberapa pejabat senior menggeleng-gelengkan kepala prihatin. Hal seperti ini memang bukan hal yang tidak pernah terjadi.
"Bu, Anda terluka. Mari kita obati lukanya," jerit Tia dengan wajah pias. Aisha hanya mengambil beberapa lembar tisu dan mengelap tetesan darah di atas keningnya. Dia mengangkat sebelah tangannya meminta para pejabat yang masih tersisa dalam ruangan untuk duduk.
"Maafkan insiden tidak menyenangkan ini. Saya berharap kita bisa bekerja sama menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi dengan baik untuk kemajuan Pramana Corp. Segala masalah yang terjadi akan kami selesaikan secepatnya. Rapat saya tutup."
Setelah pidato penutupan rapat yang penuh drama, Aisha keluar dari ruang rapat disusul oleh Tia dan Dikta. Wanita itu masuk ke ruangannya masih menempelkan tisu yang telah berubah merah. Tia segera berlari mencari kotak P3K di lemari kabinet pantry.
Tak lama sekretaris wanita tersebut menyerahkan kotak kepada Dikta dan dia segera kembali ke pantry mengambil air putih.
Aisha duduk di sofa, melemparkan tisu yang telah memerah darah ke tong sampah. Dikta segera membersihkan luka Aisha dengan kapas berbalur alkohol. Kemudian dengan telaten mengoleskan beberapa salep luka sobek dengan cotton bud. Aisha memejamkan mata menahan rasa perih pada luka.
"Lukanya cukup dalam. Kita harus ke rumah sakit agar luka sobekan ini dijahit," tukas Dikta. Pria itu menatap wajah sedih Aisha yang masih memejamkan mata.
"Aku khawatir para pria melarikan diri saat melihat bekas jahitan di keningku nanti," ujar Aisha. Dia membuka matanya dan menatap Dikta yang juga masih menatapnya.
"Berikan saja sesuatu yang nanti tidak akan meninggalkan bekas luka," titah Aisha pada pria itu. Dikta hanya bisa menghela napas. Dia kemudian menempelkan dua helai plester luka bening yang sangat efektif menyembuhkan luka bahkan tanpa meninggalkan bekas.
Tia masuk dengan dua gelas air di atas nampan.
"Apakah Ibu baik-baik saja?" tanya Tia cemas. Aisha hanya menyunggingkan seulas senyum pada Tia.
"Saya baik-baik saja. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku," tutur Aisha.
"Saya ke depan dulu, Bu." Tia segera keluar dari ruangan Aisha.
"Saya rasa setelah ini Maghdalena dan Bambang akan melakukan tindakan subversif. Kita telah menusuk ke jantung wanita itu. Mereka bisa saja menyerang salah satu dari kita. Saya tidak mencemaskan diriku. Saya mengkhawatirkan Ibu dan Alfa," cetus Dikta.
"Hmm," gumam Aisha. Dia meneguk air putih dalam gelas di tangannya hingga setengah untuk menenangkan sisa emosi.
"Kita harus tetap waspada. Kita tidak tahu tindakan apa yang akan mereka lakukan," ujar Aisha.
"Pengawal rahasia masih berjaga di sekitar Ibu dan saya juga menempatkan dua orang di sekolah Alfa," tukas Dikta.
Aisha hanya mengangguk. "Saya mau pulang," kata Aisha langsung berdiri dan meraih tas di atas meja kerjanya. Dikta mengikutinya dari belakang.
Setelah insiden dalam rapat, kantor kembali heboh. Tetapi kini mereka tidak berani terang-terangan bergosip. Mereka pun tak berani lagi membuat lingkaran gosip tentang Aisha. Malah yang menjadi topik pembicaraan adalah Maghdalena. Entah siapa yang membocorkan informasi tentang status Maghdalena yang katanya anak non-biologis salah satu anak tuan Pramana senior. Aisha tidak peduli dengan hal tersebut. Bahkan dia merestrukturisasi beberapa pejabat divisi yang dinilai kurang dalam kinerja. Beberapa pejabat jajaran manajerial dilemparkan ke perusahaan cabang di beberapa kota terjauh. Beberapa pejabat senior yang masih berpihak kepada Alif terus memberikan dukungan kepada Aisha. Sehingga Aisha sedikit lega.
***
Beberapa hari berikutnya bergulir dalam irama monoton. Saat akhir tahun pegawai Pramana Corporation diberikan waktu libur selama beberapa hari untuk merayakan pergantian tahun bersama keluarga masing-masing. Hanya pegawai divisi promosi yang masih berkutat dengan kesibukan mempersiapkan acara premier iklan perusahaan Healthy Food yang akan diadakan bertepatan dengan pesta pergantian tahun. Hal ini sesuai dengan permintaan yang punya hajat yaitu Ryo. Dan dia ingin tim dari Pramana ikut terlibat dalam penyelenggaraannya. Aisha hanya bisa pasrah. Anggaplah permintaan seorang teman yang telah membantu mengenyahkan satu masalah.
Aisha mendapat izin sakit setelah mendapat luka di keningnya. Dia menghabiskan waktunya dengan bermain bersama Alfa, membaca buku, berkebun dan menonton kanal youtube. Akhir-akhir ini dia tertarik untuk mendalami agama lewat ceramah-ceramah online yang banyak tersebar di kanal tersebut.
Aisha bukanlah wanita yang memiliki lingkaran sosial yang luas. Kesehariannya hanya berinteraksi dengan pegawai dan klien-kliennya, atau menyapa pembacanya lewat grup chat online. Dia hampir tidak pernah bergabung dengan kelompok-kelompok wanita sosialita yang aktif berkumpul untuk memamerkan kekayaan suami mereka atau membicarakan barang-barang fesyen terbaru yang siap mereka koleksi.
Meskipun tidak semua kelompok-kelompok wanita jetset melakukan hal tersebut, karena beberapa istri-istri kliennya malah sibuk dengan kegiatan amal dan pengajian-pengajian di rumah mereka. Aisha sangat mengagumi prinsip mereka yang memanfaatkan hidup untuk beramal.
Hari ini Aisha sedang asik menonton ceramah salah satu dokter perempuan yang ikut terjun dalam dunia dakwah sambil menemani Alfa menyusun balok legonya. Aisha begitu fokus dan serius menyerap penjelasan sang pendakwah tentang kewajiban menutup aurat dengan benar dalam agama Islam. Aisha terpukau dengan cara sang dokter menjelaskan tanpa menghakimi.
Setelah selesai menonton video dakwah tersebut, Aisha masuk ke kamarnya dan membuka lemari pakaiannya. Hampir semua pakaiannya panjang hingga mata kaki, dengan beberapa lengan panjang. Bahkan ada juga celana jins dan kemeja ketat. Tapi tak ada satu pun kerudung selain tiga lembar pasmina panjang.
Aisha mengerutkan bibir melihat isi lemarinya. Segera dia membongkar isi lemari tersebut, memilah pakaian panjang yang masih kategori gamis atau panjang tertutup dari pakaian pendek dan ketat. Setelah itu dia mengepak pakaian pendek dan ketat dalam kotak. Beberapa setelan kerja yang pendek juga disingkirkan. Kini isi lemarinya berkurang lebih dari setengah. Entah mengapa dia merasa lebih lapang.
Aisha menelepon Tia untuk datang ke rumahnya. Sambil menunggu kedatangan sekretaris wanitanya, Aisha membuka aplikasi jual beli online dan memesan beberapa gamis dan kerudung cantik dan sederhana, serta beberapa setelah kantor syar'i dan gaun syar'i untuk acara formal.
Tia tiba setengah jam kemudian dengan pakaian santainya. Dengan ramah Aisha mempersilahkan gadis itu duduk dan meminta Bi Sumi menghidangkan dua cangkir teh.
"Kamu sudah makan, Tia?" tanya Aisha mengempaskan tubuhnya ke sofa di sebelah Tia.
"Sudah, Bu," jawab Tia sopan.
"Tidak usah tegang gitu. Saya mau minta tolong sama kamu untuk memberikan isi kotak yang sudah saya kepak kepada orang yang menurut kamu membutuhkan," tukas Aisha.
"Apa itu, Bu?" tanya Tia penasaran.
"Ayo ke kamar saya dan lihat sendiri," ajak Aisha. Dia mendahului ke lantai dua dan diikuti oleh Tia dengan ragu-ragu. Saat tiba di kamar Aisha, Tia terkagum-kagum dengan kemewahan kamar Aisha yang luas. Ada dua kotak besar tergeletak di lantai serta beberapa tas kertas dengan merek brand ternama.
"Maaf Tia, ini beberapa setelan baju kerja saya dan juga beberapa gaun. Kalau kamu tidak keberatan silahkan ambil saja. Yang dalam kotak kamu bisa bagikan ke tetangga atau saudara kamu yang mau dan membutuhkan. Jujur ini pakaian yang sudah saya pakai tetapi sangat jarang," tunjuk Aisha pada kantong kertas dan kotak.
Tia membuka tas kertas yang diperuntukkan untuk dirinya. Matanya langsung berbinar bahagia melihat setelan blazer dan pakaian kantor dengan merek ternama. Selain itu kondisinya masih sangat bagus dan licin.
"Wah, terima kasih banyak, Bu. Ini banyak sekali dan bagus-bagus. Terima kasih terima kasih," seru Tia dengan wajah semringah gembira. Aisha tersenyum senang.
"Dalam kotak masih ada beberapa pakaian kasual kamu bisa ambil beberapa yang kamu suka. Sisanya bagikan saja," pinta Aisha. Tia mengangguk antusias dan bahagia.
Beberapa menit kemudian, Tia meninggalkan rumah Aisha dengan dua kotak besar serta setumpuk tas kertas diantar sopir keluarga Pramana.
Aisha duduk termenung di samping Alfa yang kini telah terlelap dalam tidur siangnya. Dia kembali teringat kehidupannya dan keluarganya saat masih di kampung. Jangankan membeli barang mewah, cukup makan dan bisa membayar biaya sekolah saja mereka sudah sangat bersyukur. Sampai saat ini beberapa keluarga jauhnya masih terbelit kemiskinan.
Dia beruntung bertemu Alif Pramana enam tahun lalu dan pria duda itu jatuh cinta padanya. Pria itu menghujaninya dengan kasih sayang dan cinta serta membelikan semua barang mewah yang sering kali dia tolak. Namun dia tahu suaminya takkan menyerah dan akan selalu melakukannya. Alif sangat memanjakannya.
Bukan hanya dirinya yang menikmati keberuntungan itu, Alif juga memberikan modal besar kepada kedua orang tuanya untuk mengembangkan usaha bengkel bapak dan warung kue ibu. Bahkan Alif memugar rumah mereka menjadi lebih besar dan permanen. Dindingnya beton, atapnya lebih bagus tidak gampang bocor dan dilengkapi perabot di dalamnya. Ibu juga memiliki alat-alat pemanggang kue yang lebih moderen.
Beberapa kerabatnya yang memiliki kehidupan sangat sulit juga diberi modal usaha. Ada yang dicarikan pekerjaan yang cocok. Serta beberapa anak-anak mereka yang berprestasi diberikan beasiswa hingga perguruan tinggi yang diambil dari dana sosial perusahaan.
Semua itu adalah tanda cinta Alif kepada Aisha dan juga untuk menggalang dukungan bagi Aisha saat sang suami telah tiada. Ternyata apa yang dilakukan oleh Alif di masa lalu berbuah hasil. Kebanyakan orang-orang yang mendukung Aisha saat ini adalah orang-orang yang telah dibantu oleh Alif di masa lalu. Mereka tetap menaruh hormat kepada almarhum melalui istri dan anaknya.
Aisha mengusap kristal bening yang membasahi pipinya. Kenangan akan suami tercintanya akan selalu tersimpan rapi di suatu tempat istimewa di hatinya selamanya.
Dia tidak bisa menahan airmatanya saat Tuan Baskara, pengacara suaminya memberikan surat wasiat kepadanya ketika rapat pemegang saham seminggu setelah kematian Alif.
Ternyata Alif telah mempersiapkan semuanya seolah dia telah merasakan jika mereka akan segera berpisah. Dalam surat wasiat tersebut terdapat sepucuk surat yang ditulis tangan oleh Alif.
Dalam surat tersebut Alif ingin Aisha meneruskan semua usaha yang telah Alif lakukan. Alif juga ingin Aisha tetap mengingatnya dan harus melanjutkan hidup. Tidak terpuruk dalam kesedihan dan menjaga Alfa dengan baik.
Dia menatap kenangan paling berharga yang ditinggalkan Alif untuknya. Alfa Pramana Putra, putra satu-satunya yang kelak akan meneruskan trah Pramana Corporation.
***
Malam pesta tahun baru. Aisha telah bersiap ke acara premier iklan setelah menunaikan shalat Magrib. Alfa ditemani Bi Sumi menghabiskan makan malamnya dan akan menonton film anak-anak kesukaannya sebelum tidur.
Dikta menunggu Aisha di ruang tamu untuk berangkat bersama ke tempat acara. Seperti biasa Pria itu hanya memakai kemeja resmi lengan panjang berwarna cokelat muda bercorak batik emas dipadu dengan celana bahan berwarna hitam dan sepatu pantofel hitam. Rambutnya kali ini disisir rapi.
Dikta melirik jam tangannya. Pukul tujuh lewat lima menit. Acara akan dimulai pukul delapan. Jalanan di malam tahun baru sangat ramai dan padat. Dia berharap mereka bisa sampai tepat waktu meskipun hotel tempat penyelenggaraan acara tersebut hanya berjarak setengah jam.
"Paman!!" seru Alfa yang baru muncul dari dapur.
"Halo, jagoan. Sudah makan?" balas Dikta sembari mengusap rambut tebal Alfa. Bocah itu mengangguk.
"Paman mau pergi sama mama, kan? Mama cantik sekali Paman," ujar Alfa menggerakkan salah satu telunjuknya di depan wajahnya.
"Ibumu memang cantik kok," sahut Dikta pelan.
"Tapi Mama beda cantiknya," pungkas Alfa serius. Dikta tertawa pelan dan kembali mengacak-ngacak rambut sang bocah.
Tak lama terdengar ketukan sepatu dari arah tangga. Aisha turun menghampiri mereka dengan langkah sedikit kaku dan canggung.
Dikta dan Alfa menoleh ke sumber suara. Dikta langsung menganga terkejut sekaligus terpesona tanpa ditutupi lagi. Sedangkan Alfa tersenyum lebar memandang ekspresi sang paman.
Aisha mengenakan gamis sabrina berwarna emas dengan belt hitam kecil dipadu dengan kerudung polos warna senada yang disemat apik di atas kepalanya. Tak lupa sebuah sepatu warna emas pucat dengan aksen garis hitam serta tas tangan warna senada dengan sepatunya. Riasan wajahnya yang ringan menyesuaikan pakaiannya.
"Apakah sudah siap berangkat?" tanya Aisha kepada Dikta yang masih belum berkedip menatapnya.
Dikta langsung menutup mulutnya dan mengerjap beberapa kali. Dia menunduk sambil berdehem menetralkan debar jantungnya.
"Iya. Sepertinya jalanan bakal macet malam ini. Ayo kita berangkat!" Dikta berdiri dari duduknya. Rasa gugup menguasai dirinya.
"Mama cantik," seru Alfa berbinar kagum.
"Terima kasih sayang. Alfa jadi anak baik dengan Bi Sumi ya," ujar Aisha sembari berjongkok lalu mengecup pipi putranya. Alfa mengangguk lalu berlari ke lantai dua menuju kamarnya ditemani Bi Sumi.
Aisha mengulas senyum canggung ke arah Dikta yang memandangnya lamat-lamat.
"Kenapa?" tanya Aisha.
"Ekhm... tidak ada apa-apa. Hanya--Ibu cantik sekali malam ini," ucap Dikta. Aisha kembali tersenyum untuk menutupi rona di wajahnya. Tetapi senyum itu malah membuat Dikta semakin susah move on dari memandangnya.
Telat saja kalau mau telat. Macet saja kalau mau macet. Asalkan bisa lebih lama memandang bidadari ini.
Bersambung ....
๐ธ๐ธ๐ธ
Nb : Weww chapter ini lebih panjang. Biar kalian lebih puas bacanya. Sekaligus menebus chapter sebelumnya yang sedikit pendek.
Well, see you next chapter ๐