🍁🍁🍁
Dikta terkejut saat namanya disebut. Sepersekian detik kemudian wanita yang menyebut namanya itu merangkul dirinya. Bahu kiri perempuan itu menempel di bahu kiri Dikta, tangan kiri sang wanita merangkul pundak kanan Dikta sambil tangan kanannya menepuk hangat bahu Dikta yang lain. Namun masih memberi jarak tanpa menempelkan bagian tubuh yang lain. Gaya rangkulan ini adalah simbol persaudaraan dalam organisasi kepengawalan Dikta yang menjadi ciri khas ketika mereka bertemu satu sama lain.
Dikta langsung menyadari siapa wanita di depannya.
"Megan?" seru Dikta dengan wajah semringah. Wanita yang dipanggil Megan mengangguk sopan dan penuh hormat. Sikapnya yang sebelumnya ayu berubah menjadi sedikit tegap penuh sikap hormat.
"Kalian saling kenal?" tanya CEO calon klien Aisha. Dia sedari tadi mengamati kedua sekretaris sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Aisha pun tak kalah melongo.
"Maafkan saya Mr. Fujita. Saya Dikta Erlangga dan Megan ini adalah rekan kerja saya di organisasi," ucap Dikta dengan gaya khas seorang pengawal profesional. Hal yang sama juga dilakukan oleh Megan.
"Oh, begitu. Jadi sekretaris Mrs. Pramana ini juga seorang pengawal dari organisasi yang sama dengan Nita?" timpal sang CEO.
"Nita?" beo Aisha. Dia yang sedari tadi tidak dilibatkan dalam reuni dua rekan kerja itu buka suara.
"Benar, Nyonya Pramana. Nama saya Meganita. Di organisasi rekan-rekan saya memanggil Megan namun selama saya ikut Mr. Fujita saya menggunakan nama Nita. Sebab lebih cocok dengan figur profesi saya." Kali ini Megan yang memberi penjelasan. Mr. Fujita pun ikut manggut-manggut.
"Nyonya Pramana silahkan duduk." Akhirnya sang CEO mempersilahkan mereka duduk. Aisha dan Mr. Fujita saling berhadapan sedangkan Dikta dan Megan juga duduk berhadapan. Dengan cekatan Dikta maupun Megan menyiapkan dokumen yang akan mereka diskusikan.
"Baiklah Mr. Fujita, ini adalah permohonan kerjasama pertama kami kepada perusahaan Anda. Mewakili Pramana Corp saya mengucapkan terima kasih karena Anda sudah memberikan kesempatan kepada perusahaan kami untuk menangani proyek iklan Anda meskipun yah ... kerjasama ini belum kita sepakati." Aisha membuka pembicaraan. Sebagai seorang novelis yang berkutat dengan kata-kata, kini Aisha mengandalkan kemampuan public speakingnya untuk melobi calon kliennya.
"Nyonya Pramana Anda terlalu bersikap formal. Saya rasa usia kita tidak jauh berbeda, oleh karena itu jika Anda tidak keberatan mari kita kesampingkan segala bentuk formal agar pembicaraan kita nyaman. Nyonya Pramana boleh memanggil saya Ryo saja. Bagaimana?" ujar Ryo terkekeh. Mata setengah sipit pria itu menjadi semakin tampak segaris saja. Pria blasteran Jepang-Indonesia yang bernama asli Ryotaro Adiwangsa Fujita itu melebarkan senyum bersahabat yang membuat siapa pun yang memandang wajah tersenyum pria itu akan merasa nyaman.
"Baiklah Mr. Fujita ekhm ... maksud saya Ryo, Anda juga bisa memanggil saya Aisha. Ini sekretaris saya dan kalian tadi telah berkenalan. Dia yang akan membantu memaparkan apa saja profit yang akan Anda dapatkan jika bekerja sama dengan kami," tukas Aisha juga dengan senyum ramahnya. Ryo terpaku pada senyum manis wanita di depannya. Sebelumnya dia sudah membaca profil Aisha sebagai calon pemegang proyek iklan produknya sehingga sedikit banyak dia tahu tentang Aisha termasuk status wanita itu.
"That's great Aisha. Sebelum kita mulai saya mengucapkan bela sungkawa atas kematian suami Anda beberapa bulan lalu. Beritanya sangat besar dan disiarkan online juga. Saya lihat Nyonya Pramana sangat tabah," urai Ryo.
"Terima kasih," angguk Aisha.
"Baik. Kita mulai saja pembicaraan kita." sahut Ryo.
Akhirnya mereka tenggelam dalam diskusi panjang. Dikta memaparkan tentang background dan keunggulan periklanan elektronik dan digital milik Pramana Corp. Ryo dan Megan mendengarkan dengan seksama. Kemudian Ryo memaparkan secara detil iklan produk yang diinginkannya. Selama hampir dua jam mereka berkutat dalam diskusi alot. Masing-masing pihak menawarkan opsi mereka. Hingga jelang makan siang akhirnya tercapai kata sepakat. Pramana Corp yang akan menangani proyek iklan milik Healthy Food.
"Terima kasih Ryo. Kami akan mengusahakan yang terbaik untuk Anda," kata Aisha ketika mereka menutup kesepakatan dan saling berjabat tangan.
"Saya yakin Pramana Corp adalah perusahaan yang tepat untuk menanganinya. Maka saya menggantungkan ekpektasi terbesar saya di pundak Anda," imbuh Ryo lagi dengan senyum tangannya. Pria ini dari negara yang salah satu musimnya adalah musim dingin tetapi dia bisa memberikan senyum hangat seperti mentari pagi.
"Sebaiknya kita makan siang dulu. Saya sudah mengatur pemesanannya," tukas Ryo ketika melihat Aisha mulai berkemas.
"Oh? Hmm ... baiklah!"
Ryo memanggil pegawai restoran yang bersiap siaga di depan pintu. Dia menginstruksikan untuk segera menyiapkan makan siang.
"Mr. Fujita saya izin hendak berbicara dengan Megan sebentar," pinta Dikta pada Ryo.
"Sure! Take your time!" sahut Ryo dengan anggukan.
"Bu, saya ke depan sebentar," bisik Dikta pada Aisha yang disetujui oleh wanita itu.
Dikta dan Megan sama-sama berdiri dan beriringan keluar dari ruang tersebut. Aisha memandang kedua sekretaris tersebut hingga menghilang di balik pintu.
"He's great!" ucap Ryo tiba-tiba mengalihkan perhatian Aisha dari pintu.
"Huhh?" gumam Aisha kaget.
"Sekretaris Anda. Dia luar biasa. Performanya tidak berbeda jauh dengan Nita. Mungkin karena mereka dari organisasi yang sama sehingga mereka mempunyai skill yang tidak jauh beda baik dari segi pengawalan maupun pekerjaan mereka," cetus Ryo. Dia duduk dengan sikap anggun khas seorang pria elit berpendidikan tinggi.
"Sudah berapa lama Nita ikut dengan Anda?" tanya Aisha penasaran.
"Kira-kira dua tahun sejak saya diusir *otou-san dari perusahaan di Jepang untuk menangani HF di sini," jawab Ryo sambil terkekeh. "Seorang rekan bisnis menawarkan jasa pengawal yang juga merangkap sebagai sekretaris handal. Waktu itu dia mempertemukan dengan Nita. Saya tawarkan percobaan dulu selama tiga bulan dan ternyata dia handal dan saya jadikan asisten," lanjut Ryo.
"Bagaimana dengan sekretaris Dikta?" tanya balik Ryo.
"Dia sudah jadi sekretaris sekaligus pengawal selama enam tahun," jawab Aisha.
"Wow! Sudah lama ya. Sepertinya dia sudah sangat paham dengan kebiasaan Anda. Dia terlihat sangat protektif di sekitar Anda. Tipikal bodyguard sejati." Ryo kembali terkekeh.
Beberapa pelayan masuk menghidangkan makanan di meja. Berbagai hidangan ala Jepang ditata di atas meja. Mungkin karena Ryo setengah Jepang makanya dia memilih restoran tersebut.
Dikta dan Megan masuk kembali ke ruangan saat pelayan selesai mengatur makanan siang tersebut. Mereka berempat makan siang diselingi obrolan ringan untuk mengakrabkan satu sama lain.
"Mr. Fujita eh- maksud saya Ryo. Di profil Anda saya lihat nama Anda terselip nama Adiwangsa. Apakah itu marga Indonesia Anda?" tanya Aisha disela makannya.
"Iya. Yang Jepang itu emak saya hehehe dan papa saya Indonesia tetapi setengah Jepang juga dari kakek buyut saya. You know zaman Jepang jajah Indonesia, buyut menikah dengan wanita pribumi dan menetap di sini hingga akhir hayatnya. Kakek dan papa lahir di Indonesia. Adiwangsa adalah marga dari nenek buyut yang termasuk golongan bangsawan makanya namanya tetap saya pakai. Waktu papa mengunjungi keluarga kakek buyut di Jepang dia ketemu emak saya yang juga masih keluarga jauh Fujita. Mereka menikah maka jadilah saya di sana hehehe," papar Ryo dengan senyum lebarnya.
'Ternyata pria ini masih keturunan bangsawan. Pantas aura kepemimpinannya sangat kental meskipun dia terlihat sangat ramah,' batin Aisha. Bahkan Dikta berpikiran sama.
"Bagaimana denganmu Aisha? Tidak adil kalau hanya saya yang menceritakan tentang diriku. Saya ingin mengenalmu juga," ulik Ryo kali ini. Aisha tersenyum canggung.
Apa yang ingin Ryo tahu tentang dirinya yang hanya seorang janda dari pengusaha kaya namun dengan latar belakang keluarga sederhana.
"Saya hanya berasal dari keluarga sederhana di sebuah kampung. Takdir yang menjodohkan saya dengan suami saya sehingga menjadi seorang Nyonya Pramana. Hanya saja jodoh kami tidak panjang. Saya rasa Anda sudah tahu status saya," ujar Aisha dengan senyum sedikit dipaksakan. Masih terasa getir di dalam hatinya setiap kali membicarakan tentang almarhum suaminya.
"Saya minta maaf jika membuat Anda sedih lagi. Kita bernasib sama. Meski tidak sama persis. Saya juga pernah menikah namun gagal. Saya rasa takdir yang mempertemukan kita dalam kerja sama ini," ucap Ryo dengan suara dalam.
Aisha terpaku menatap pria setengah sipit di depannya. Tampan, tubuh tinggi dan seksi adalah gambaran yang tepat untuk Ryo.
Dikta mulai jengah mendengar pembicaraan duo majikan di depannya sedangkan Nita alias Megan hanya diam dan fokus pada makanan di piringnya.
"Hahahaa ... maaf, maaf atas bahasa saya yang tidak sopan. Silahkan Aisha cicipi semua makanan ini. Coba kerang ini rasanya enak. Kerang dari laut Jepang adalah yang terbaik," tukas Ryo sambil mengambil kerang dengan sumpit bersih dan meletakkan di atas piring Aisha.
"Terima kasih. Tidak usah Ryo, biar saya ambil sendiri," cegah Aisha.
"Sebagai tuan rumah yang baik saya harus melayani tamu dan rekan bisnis saya dengan baik." Ryo kembali meletakkan beberapa kerang di atas piring Aisha membuat wanita itu bingung menolaknya.
"Maaf Mr. Fujita. Nyonya Aisha alergi kerang. Jadi biar saya yang makan mewakili dia," tukas Dikta. Kemudian pria itu mengambil daging kerang di atas piring Aisha satu persatu dengan sumpitnya dan menumpuk di atas nasinya. Setelah itu dia mengambil beberapa *kakiage udang dan sayuran dan meletakkan di piring Aisha.
"Makanlah! *kare udonnya masih hangat dan enak. Ini akan membuat perutmu nyaman," pinta Dikta dengan suara pelan sambil meletakkan semangkuk udon di dekat piring nasi Aisha. Dia lalu mengambil sumpitnya dan menyuap kerang tadi tanpa memandang Ryo dan Megan yang terkesiap melihat aksinya menghidangkan makanan untuk Aisha. Ryo sampai tidak sadar jika sumpitnya di tangannya masih menggantung di udara.
"Oh, maaf. Saya tidak tahu kalau Aisha tidak makan kerang." Ryo tersadar dan segera meletakkan sumpit di atas mangkuknya. Dia menatap dua orang yang sedang asyik makan di depannya. Bahkan Aisha membalas perlakuan Dikta dengan mengambilkan kakiage kerang untuk pria itu. Tetapi sikap sang sekretaris biasa saja tanpa menunjukkan emosi berlebih.
'Sekretaris itu pandai sekali menyembunyikan perasaannya di balik topeng pengawalnya,' pikir Ryo.
"Ekhm ... maaf jika saya bertanya hal ini. Apakah kalian sedang ... dalam sebuah hubungan?" tanya Ryo tiba-tiba.
"Apa??" seru Aisha dan Dikta bersamaan sambil memandang Ryo dengan raut terkejut. Megan lebih terkejut lagi. Hatinya berdebar. Dia ingin tahu apa jawaban Aisha maupun Dikta.
'Apakah mereka berdua sepasang kekasih? Hubungan spesial antara bos dan karyawan?'
Megan mulai menebak-nebak dalam hati. Perasaannya sesak menanti jawaban Dikta.
"Hubungan kami hanya sebatas hubungan profesional. Tidak lebih," jawab Aisha tegas. Tampak jelas dia tidak nyaman dengan pertanyaan Ryo. Sedangkan Dikta hanya diam mendengarkan jawaban Aisha. Bagaimana dengan Megan? Kelegaan melumuri wajah cantiknya.
"Oh, ahahaha iya ... saya kagum dengan sekretaris Anda yang berbeda dari yang lain. Dia benar-benar tanggap dan cekatan. Maaf jika saya salah paham. I am so sorry. Seharusnya saya tidak bertanya seperti itu." Ryo menangkupkan kedua tangannya dengan ekspresi menyesal.
"Tidak apa-apa," sahut Aisha sembari meletakkan sumpitnya. Dia meraih serbet di pangkuannya. Dikta melakukan hal yang sama. Mereka mengakhiri makan siang.
"Saya harap ke depannya kita bisa berteman baik. Kita akan sering-sering bertemu dalam proyek ini sehingga dengan berteman kita akan merasa nyaman dalam kerja sama kita," kata Ryo saat mereka telah keluar dari ruang VIP.
"Terima kasih atas tawaran pertemanan Anda. Saya akan lebih terbebani karena tentu saya harus memberikan hasil terbaik untuk teman saya," sahut Aisha frontal.
"Anda terlalu lugas. Tetapi saya suka. Sebagai orang Jepang, profit nomor satu. Tetapi saya orang Indonesia jadi memiliki teman juga adalah hal berharga. Senang berteman denganmu Aisha." Ryo mengulurkan tangan kanannya yang disambut oleh Aisha dengan senyum.
Mereka berpisah di depan restoran. Sebelum masuk ke dalam mobil, Megan sempat memberi kode kepada Dikta dengan tangan agar meneleponnya nanti. Dikta menganggukkan kepala dan tersenyum simpul.
Dikta melajukan kendaraan menuju kantor. Mereka tidak perlu menjemput Alfa karena Aisha sudah meminta salah satu ART untuk menjemput sang bocah di sekolahnya. Dan ART tersebut telah mengabari kalau Alfa sudah di rumah dan sedang tidur siang.
"Sudah lama kamu kenal Megan?" tanya Aisha memecah keheningan di antara dia dan Dikta.
"Mungkin tujuh tahun. Kita satu organisasi. Saya bertemu dia di Singapura di awal-awal pelatihan saya di sana. Dia hampir jadi tunawisma karena terlantar di jalanan. Dia korban trafficking ke Malaysia tetapi berhasil melarikan diri ke Singapura. Waktu itu dia masih berumur sembilan belas tahun. Boleh dikatakan saya memungut dia dan memberikan makan dan tempat tinggal. Hingga dia memutuskan bergabung juga di organisasi," jawab Dikta yang masih fokus pada jalan yang ramai di depannya. Waktu makan siang baru usai dan mobil-mobil orang kantoran berjibaku memenuhi jalan raya untuk pulang ke kantor masing-masing.
"Apakah kamu dekat dengannya?" tanya Aisha lagi dengan nada penasaran yang pekat dalam suaranya. Dikta terdiam sejenak.
"Sangat dekat karena kami sering bersama dulu. Dia selalu mengikuti kemana saya pergi bahkan jika itu membahayakan dirinya," jawab Dikta.
"Sepertinya dia menyukaimu," imbuh Aisha.
"Oh ya? Mungkin saja karena dia selalu mengatakan kalau dia menyukai super hero yang selalu dikaguminya," sahut Dikta sedikit jumawa.
"Maksudnya kamu super hero itu?" Aisha benar-benar tidak bisa menahan rasa ingin tahunya.
"Mungkin," Seulas senyum terulas di bibirnya. Pria itu tersenyum saat membahas tentang Megan? Entah mengapa Aisha merasa kesal.
"Kenapa membahas Megan ya?" tanya Dikta sambil melirik Aisha yang hanya diam.
"Dia cantik," lirih Aisha.
"Hmm. Anaknya ceria dan aktif juga. Dia juga suka memasak untuk saya. Dulu," tutur Dikta dengan segala pujian untuk Megan yang membuat hati Aisha panas. Wajahnya merah padam menahan kesal.
Dalam rangka apa pria ini mengumbar pujian untuk sekretaris Ryo itu.
"Megan tipe gadis sempurna meski masa lalunya kelam, saya menyayanginya seperti adik sendiri ..." Dikta menjeda kalimatnya saat hendak berhenti di persimpangan lampu merah. Dia menyandarkan sebelah tangannya di pintu mobil lalu menumpu kepalanya dengan kepalan tangannya. Pandangannya teralih ke wajah diam Aisha yang terlihat menahan kesal.
"Tapi saya menyukai tipe wanita keibuan, lembut, shalehah dan ... pandai memasak makanan kesukaanku."
Aisha tidak berani menolehkan wajahnya ke arah Dikta. Wajahnya semakin merah, bukan karena kesal lagi tetapi karena rona malu yang menjalari tulang pipinya yang lembut.
Bersambung ....
🍁🍁🍁
Catatan:
*otou-san : panggilan untuk Ayah (Jepang)
*kakiage : makanan khas Jepang seperti tempura berupa gorengan tepung yang biasanya isinya udang, kerang, atau sayur-sayuran iris.
*kare udon : makanan khas Jepang semacam sup kari kalau di Indonesia. Bahan dasarnya adalah mie (soba) tetapi beberapa daerah di Jepang membuat udon dengan variasi lainnya seperti kare udon ini.
Nb : Makasi atas respon kalian di setiap episode SekWal. Really excited saat membaca komen-komen kalian.
Episode berikutnya Insyaallah Senin ya. Well, see you next chapter 😘