Perempuan itu masih saja terus mencoba untuk menggoda suaminya dan alhasil suaminya pun jatuh kedalam pelukan perempuan tersebut. Sabila langsung membuka kedua matanya, nafasnya masih terengah-engah setelah mimpi buruk itu datang tanpa permisi.
Bukan mimpi seperti ini yang Sabila inginkan, bahkan mimpi buruk itu datang setelah sekian lama ia tidak pernah bermimpi tentang apapun didalam tidurnya. Sabila langsung merintih agar suaminya mendengar dirinya, karena sejak penyakit stroke yang dideritanya Sabila tidak bisa bicara dengan jelas.
Tommy pun terbangun dari tidurnya, ia langsung menenangkan Sabila. "Kamu kenapa sayang? Mimpi buruk? Ini minum dulu ya". Ujar Tommy yang langsung meraih gelas di meja kecil disamping ranjang tidurnya.
Sabila pun merasa sedikit tenang, Tommy langsung menyeka peluh yang bercucuran dikening Sabila. "Kamu mimpi apa sayang? Apa mimpi itu begitu mengerikan". Tanya Tommy lirih.
Sabila mengedipkan kedua matanya sekali, yang menandakan dirinya mengiyakan ucapan Tommy.
"Kamu jangan takut ya sayang, kan ada aku disini. Lagi pula itu hanyalah mimpi dan tidak akan pernah terjadi". Ujar Tommy menenangkan. "Sekarang kamu tidur lagi ya, aku akan menemanimu sampai kamu tertidur pulas". Sambung Tommy.
Sabila mencoba memejamkan kembali kedua matanya, ia merasa lebih tenang sekarang dan ia juga yakin bahwa suaminya tidak akan berbuat tega seperti itu kepada dirinya.
Mas Tommy, jujur aku sangat takut dengan mimpi itu. Karena yang aku lihat dalam mimpi sangatlah benar-benar nyata, aku takut jika itu menjadi nyata. Jangan pernah seperti itu mas, jangan pernah. Gumam Sabila dalam hati.
******
Tommy sudah berkutat dengan pekerjaannya, ia terus bekerja secara teliti agar tugasnya cepat selesai dan bisa segera kembali kerumah. Tak lama kemudian terdengar sebuah ketukan dari pintu ruangannya.
Tok.. Tok..
Masuk. Ujar Tommy.
Yang ternyata adalah sekertaris pribadinya, Rena. Yang datang membawa sebuah laporan yang harus segera Tommy selesaikan. Sosok Rena yang cantik tiba-tiba membuyarkan konsentrasi Tommy.
"Permisi pak, maaf mengganggu. Saya datang untuk memberikan laporan ini". Ujar sang sekertaris.
"Oh iya, terimakasih Rena". Sahut Tommy.
Rena pun langsung bergegas keluar dari ruangan Tommy, sosok Rena yang begitu cantik dengan blouse berwarna putih yang dipadu dengan rok pendek berwarna hitam menambah kesan seksi untuk dirinya yang terlihat dari belakang.
Entah pikiran macam apa, tiba-tiba Tommy memiliki perasaan yang aneh dalam dirinya. Maklum semenjak Sabila terserang stroke, hasrat keinginannya tidak pernah tersalurkan dengan baik.
Astaga, sosok Rena benar-benar mencekikku sampai tidak bisa bernafas. Gumam Tommy sambil tersenyum.
Tommy mencoba untuk kembali berkonsentrasi dan melanjutkan pekerjaannya, ia tidak mau memikirkan yang tidak-tidak. Ia harus ingat bahwa ia telah memiliki Sabila dan saat ini istrinya sedang membutuhkan dukungannya untuk sembuh.
Jam makan siang pun telah tiba, ketika Tommy sedang membereskan beberapa berkas tiba-tiba ia dikejutkan dengan sosok Rio yang merangsak masuk begitu saja kedalam ruangannya.
"Hei, Bro. Makan siang yuk, laper nih gue. Sekalian ada yang mau gue ceritain ke lo". Ujar Rio.
"Palingan soal gebetan lo yang baru kan? Mau sampai kapan lo pacaran mulu? Nikah lah, jangan kebanyakan nyakitin perasaan cewe". Sahut Tommy yang sambil merapikan meja kerjanya.
"Eits, sembarangan aja lo. Tenang, perempuan ini yang akan jadi satu-satunya di hidup gue".
Tommy hanya tersenyum mendengar celotehan sahabatnya tersebut, mereka berdua langsung bergegas menuju kantin untuk makan siang. Setelah tiba di kantin, Tommy menemukan kembali sosok Rena yang sudah berada di sana. Matanya tak henti-hentinya memandang Rena yang sedang duduk sambil menyilangkan kaki kanannya.
Hal tersebut yang disadari oleh Rio, langsung membuat Rio paham dan dapat menarik kesimpulan bahwa sahabatnya tersebut menyukai Rena. Dengan cepat Rio langsung menepuk bahu kiri Tommy dan hal tersebut membuat Tommy tersentak kaget.
"Apaan sih lo, bikin gue kaget aja". Protes Tommy.
"Ya lo kenapa ngelamun sambil ngeliatin Rena? Lo lagi ngebayangin Rena yang jorok-jorok ya". Gerling Rio.
Tommy langsung bergegas meninggalkan Rio dan memilih tidak menjawab pertanyaan Rio yang menurutnya tidak masuk akal. Rio tertawa dan langsung mengekori Tommy di belakangnya. Mereka berdua langsung memesan makanan kepada pelayan, sambil menunggu pesanan datang, Rio kembali mengusik Tommy dengan pertanyaan konyolnya.
"Lo kenapa? Tadi gue liat cara lo mandang Rena itu beda banget atau jangan-jangan lo suka ya sama dia?". Ujar Rio sambil menunjuk ke arah Rena.
"Apaan sih lo, gak usah tunjuk-tunjuk kaya gitu bisa kan? Gue cuma kagum aja sama dia dan kebetulan hari ini dia keliatan beda". Sahut Tommy.
Rio tertawa terbahak-bahak. "Cara lo berbohong masih belum pas Tom, masih keliatan banget bohongnya. Udah deh ngaku aja sama gue".
Tommy mengaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. "Ya gimana ya, gue ngerasa ada sesuatu yang beda aja pas tadi liat dia masuk ke ruangan gue buat ngasih berkas laporan".
Rio kembali tertawa. "Tom, lo itu butuh sentuhan". Bisik Rio lirih.
"Apaan sih lo, omongan lo ngaco banget". Gumam Tommy.
"Serius gue, gue paham banget soal ini. Kan istri lo sakit, gak bisa ngapa-ngapain termasuk bikin lo puas. Makanya pas lo liat Rena, lo langsung on gitukan karena lo udah kelamaan gak di bik—stop jangan diterusin lagi". Tommy langsung memotong pembicaraan Rio, Rio pun terdiam dan membiarkan sahabatnya untuk berpikir sejenak.
"Apa yang dikatakan sama lo emang bener, tapi gue gak mungkin khianatin Sabila". Ujar Tommy.
"Come on men, istri lo belum tentu sembuh dan kalau pun sembuh gak tau itu kapan kan? Jadi gak ada salahnya lah lo jajan dikit diluar, biar lo juga rileks". Timpal Rio. "Mending nanti pas pulang kerja lo ikut gue ke club deh, sekali-kali kita having fun. Biar otak lo juga gak konslet". Sambung Rio.
Tommy pun tertegun memikirkan perkataan Rio, ia harus bisa menahan diri agar tidak termakan oleh hasutan sahabatnya tersebut. Tak lama kemudian pesanan mereka berdua datang, mereka langsung menyantap hidangannya masing-masing.
******
Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Tommy segera bergegas merapikan berkas-berkas dan menyusunnya dimeja. Tak lama kemudian Tommy dikagetkan dengan kedatangan Laras yang tiba-tiba muncul dihadapannya ketika ia membalikkan tubuhnya.
"Tommy". Panggil Laras.
Tommy tersentak kaget dan tidak sengaja menyenggol tubuh Laras dan hal tersebut membuat Laras hampir terjatuh. Dengan cepat Tommy langsung menahannya agar Laras tidak terjatuh, mata mereka saling bertemu. Mereka berdua saling menatap, hingga akhirnya Tommy membawa tubuh Laras kembali pada posisinya semula.
Laras langsung mengalungkan tangan kanannya di leher Tommy, ia langsung mengecup lembut bibir Tommy. Mereka berdua tidak sadar dengan apa yang sedang mereka lakukan, hingga akhirnya Rio yang hendak masuk kedalam ruangan Tommy, dengan seketika menghentikan langkahnya karena melihat sahabatnya tersebut sedang berciuman dengan wanita yang ia sebut sebagai kakak ipar.
Rio tidak mau melewatkan kesempatan ini, ia langsung meraih ponselnya dan merekam adegan ciuman sahabatnya tersebut. Setelah rekaman tersebut dirasa cukup, Rio langsung bergegas pergi dari ruangan Tommy.
Sementara itu Laras masih terus mengecup bibir Tommy dengan ganas, sampai pada akhirnya Tommy tersadar dan menghentikannya.
"Astaga, apa yang sedang kita lakukan kak? Kamu itu istri dari kakakku, maafkan aku kak". Ujar Tommy yang hendak menjauh dari Laras.
Namun dengan cepat Laras langsung menahan langkahnya. "Tom, disini hanya ada kita berdua. Untuk apa kamu memikirkan yang lainnya". Seru Laras yang kembali mengecup bibir Tommy.
"Cukup kak, aku harus pulang karena Sabila sudah menungguku di rumah". Sahut Tommy yang langsung meraih tas kerja miliknya dan pergi meninggalkan Laras begitu saja.
Tommy.. Tommy tunggu Tommy.. Teriak Laras, namun Tommy tidak menghiraukannya.
Laras merasa kesal karena tak seharusnya Tommy meninggalkan dirinya begitu saja.
Awas kamu Tommy, aku pasti bakal dapetin kamu. Lihat saja nanti!!!. Gerutu Laras kesal.