Sabila baru saja tiba di rumah Santi, Sabila terenyuh ketika melihat kondisi rumah Santi yang sangat kecil dan jauh dari kata layak. Santi tinggal di gubuk peninggalan orang tuanya dekat pembuangan sampah akhir.
"Bu, ini rumah Santi, maaf kalau rumah Santi sangat tidak layak untuk ibu. Tapi tempat ini bisa melindungi kita dari panas maupun hujan". Ujar Santi lirih.
Sabila pun mengedipkan kedua matanya, memberi isyarat jika dirinya tidak keberatan untuk tinggal bersama Santi.
Santi, ibu tidak keberatan mau dimana pun kita tinggal. Asal bersama kamu ibu menjadi tenang. Sekarang kamu adalah satu-satunya orang yang ibu punya. Andai ibu bisa bicara, ibu meminta kamu untuk mengantar ibu pulang ke rumah orangtua ibu dan kita akan tinggal bersama-sama disana. Gumam Sabila dalam hati.
Tak lama kemudian keluar seorang anak berusia sekitar enam tahun dari dalam rumah, ia langsung berlari kearah Santi karena senang telah mengetahui kakak satu-satunya sudah pulang ke rumah.
"Kak Santi". Ujar anak tersebut yang langsung memeluk kaki Santi.
Dengan cepat Santi langsung menggendongnya. "Fira, maafin kakak ya udah ninggalin Fira sendirian dirumah". Ujar Santi.
"Gak apa-apa kak, Kak apa ini ibu baru kita?". Ucap Fira polos.
Santi tersenyum. "Kalau Fira mau anggep Ibu Sabila sebagai ibu kita, Fira harus janji. Fira gak boleh nakal ya sama ibu, Fira harus bantuin kakak buat ngerawat ibu". Gumam Santi.
"Iya kak, Fira janji gak akan nakal sama ibu. Fira juga janji mau bantu kakak buat ngerawat ibu". Sahut Fira. "Terus Fira boleh gak cium ibu sekali aja?". Sambungnya lagi.
"Tentu saja boleh". Ujar Santi yang langsung menyodorkan wajah adiknya di depan wajah Sabila.
Fira langsung mengecup pipi kiri Sabila, ia lalu mengusap pipi Sabila dengan kedua tangannya. "Ibu cepet sembuh ya, Fira sama Kak Santi akan merawat ibu". Ujar Fira polos.
Sabila pun tersentuh dengan perlakuan bocah tersebut, bagaimana bisa seorang anak kecil begitu menyayanginya sementara Tommy yang adalah suaminya bisa dengan tega membuang dirinya begitu saja tanpa belas kasihan.
Masha Allah, mulianya hati anak-anak ini. Kalian berdua begitu menyayangiku sementara Mas Tommy bisa dengan tega mencampakkan aku. Gumam Sabila.
"Yaudah sekarang Fira bantuin kakak untuk bukain pintunya ya, kakak mau bawa ibu masuk kedalam". Ujar Santi.
Fira pun langsung turun dari gendongan Santi dan berlari kearah pintu rumahnya. Ia langsung membuka lebar pintu rumah tersebut dan berteriak kearah sang kakak untuk mempercepat langkahnya.
Setelah mereka berdua masuk kedalam rumah, Santi langsung merebahkan tubuh Sabila di atas tempat tidur. "Bu, maaf ya rumah Santi sempit. Ibu tidur disini aja ya, kebetulan kasur ini masih baru jadi ibu jangan khawatir ya. Nanti biar Aku sama Fira tidur di bawah menggunakan kasur lantai". Gumam Santi.
Sabila pun mengedipkan kedua matanya sebanyak dua kali, Sabila mengisyaratkan bahwa dirinya tidak menyetujui jika Santi dan adiknya tidur di bawah menggunakan kasur lantai.
"Kenapa bu? Apa ibu tidak setuju jika aku dan Fira tidur menggunakan kasur lantai?". Tanya Santi bingung.
Sabila pun mengedipkan kembali matanya sebanyak satu kali, lalu Sabila menggerakan bola matanya menghadap kasur yang sedang ia tiduri.
"Maksud ibu, aku dan Fira tidur di sini bersama ibu?". Tanya Santi.
Sabila pun mengedipkan matanya sekali yang mengisyaratkan mengiyakan ucapan Santi.
"Baiklah, kalau itu maunya ibu".
Tak lama kemudian datanglah Fira dari dapur yang membawakan segelas teh hangat untuk Sabila.
"Kak, aku buatin teh hangat buat ibu. Boleh aku bantu minumin ke ibu?". Tanya Fira.
Santi tersenyum. "Tentu saja boleh, tapi hati-hati ya jangan sampai ibu tersedak". Ujar Santi.
Fira langsung berjingkrak kegirangan, ia langsung mengambil teh yang ia letakan di atas meja. Fira mulai menyuapkan teh tersebut dengan hati-hati, bocah enam tahun ini sangat menyukai Sabila. Karena sejak ibunya meninggal, Fira sangat merindukan sentuhan tangan seorang ibu. Setelah selesai, Fira langsung membawa gelas tersebut ke kamar mandi untuk mencucinya.
Sementara Santi membantu Sabila untuk menganti pakaiannya. "Bu, maaf ya kalau Fira dengan lancang menganggap ibu sebagai ibunya. Karena sejak ibu meninggal dua tahun lalu, hal tersebut membuat Fira merindukan sosok seorang ibu". Gumam Santi.
Sabila pun mengiyakan ucapan Santi, karena Sabila tidak pernah keberatan dianggap sebagai ibu bagi mereka. Justru Sabila senang jika mereka berdua mau menganggapnya sebagai ibunya.
Hati kalian berdua memang bersih dan sebening kaca, ibu janji sama kalian, jika ibu sembuh, ibu akan membahagiakan kalian berdua. Ujar Sabila dalam hati.
♡♡♡
"Apa? Kamu usir Sabila dari rumah? Nanti kalau ibu sama bapak tau gimana?". Tanya Laras.
"Ya tinggal bilang aja kalau aku lagi bawa Sabila berobat ke luar negeri, gampangkan?". Sahut Tommy sambil mengelus bahu Laras.
"Benar juga, kamu memang pintar sayang". Ujar Laras tertawa.
Sementara Tommy kembali membenamkan kepalanya di dada Laras, ia kembali memainkan aksi liar nya dan hal tersebut kembali membuat Laras menggeliat. Tak lama kemudian ponsel Laras berdering, Laras langsung meraih ponselnya yang berada di meja dekat ranjang tidurnya.
"Mas Rahman". Ujar Laras.
Tommy langsung menaikkan selimutnya sampai kebatas leher Laras. Tommy terus memainkan aksi liarnya, sementara Laras langsung menjawab panggilan video dari suaminya.
Halo sayang, kamu belum bangun? Kok jam segini masih selimutan? Udah jam sembilan kan disana? Ujar Rahman.
Iii-ya mas, aku masih ngantuk soalnya semalem ada film bagus di TV. Sahut Laras terbata-bata sambil menahan rasa nikmat yang diberikan oleh Tommy.
Kamu kenapa sayang? Kok terbata-bata gitu? Tanya Rahman penasaran.
Gak apa-apa mas, namanya juga baru bangun tidur. Makanya agak serak juga.
Tanpa sadar Laras mendesah pelan karena Tommy mulai menyentuh area sensitifnya.
Sayang, kamu kenapa sih? Kok mendesah gitu. Hayo kamu lagi ngapain?
Siapa yang lagi mendesah sih mas, udah ah aku mau tidur lagi. Ujar Laras kesal dan langsung mematikan sambungan telepon begitu saja.
Dengan cepat Laras langsung membuka selimut yang membungkus tubuhnya dan juga Tommy. Laras langsung melepaskan desahannya sementara Tommy makin liar bermain di area tubuh Laras. Mereka berdua kembali hanyut dalam kenikmatan surga dunia yang mereka ciptakan.
♡♡♡
Rahman masih terus memikirkan sikap istrinya yang menurutnya sangat aneh. Terlebih lagi ketika Rahman melihat mimik wajah istrinya seperti sedang merasakan kenikmatan, apalagi istrinya dengan refleks mengeluarkan suara desahan.
Astaga, apa yang sedang kamu lakukan disana Laras. Ujar Rahman gelisah.
Ia kembali menekan nomor Laras dan mencoba untuk meneleponnya sekali lagi. Namun hasilnya nihil, Laras tidak mengangkat teleponnya. Perasaan Rahman semakin gelisah dan penasaran dengan istrinya.
Tanpa pikir panjang, Rahman langsung memesan tiket pesawat untuk kembali ke Indonesia lebih awal dari jadwal yang telah ditentukan. Rahman memilih penerbangan tengah malam nanti, ia menatap jam dinding di kamarnya.
Masih jam tujuh malam, ia masih memiliki waktu dua jam untuk berkemas sebelum berangkat menuju bandara. Perasaannya makin tidak karuan ketika kembali mengingat suara desahan istrinya. Rahman sangat frustasi, ia langsung melempar vas bunga yang berada diatas meja untuk meluapkan emosinya.