Sabila dan Rahman baru saja tiba di Changi Airport, Rahman segera mengambil beberapa koper miliknya dan Sabila lalu menatanya di atas Troli.
"Mas, Trolinya biar aku yang dorong aja. Jadi kamu tinggal dorong kursi roda aku". Ujar Sabila.
"Tapi Sabil, aku gak mau kamu kelelahan".
"Mas, kan yang dorong itu kamu bukan aku. Aku hanya mengarahkan kemana kita akan berjalan".
Rahman menghela nafas. "Baiklah Sabil". Ujar Rahman yang segera mendorong troli dan memposisikannya tepat di depan kursi roda Sabila.
Rahman segera mendorong kursi roda Sabila dan membawanya menuju tempat parkir mobil yang telah di sewanya sejak jauh-jauh hari. Setelah berkendara kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya mereka berdua tiba di hotel.
"Nah, Sabil ini kamar kamu dan disini kamu tidak sendirian. Aku sudah menyewa perawat untuk membantumu". Ujar Rahman.
"Terima kasih, Mas Rahman. Kamu sudah sangat baik sama aku". Sahut Sabila terbata.
"Kamu jangan ngomong begitu Sabil, aku ini kakak kamu juga. Oh ya kamar aku ada di sebrang, kamu tinggal tekan bel ini kalau ada apa-apa. Karena bel ini telah terhubung ke dalam kamar ku".
"Iya mas, sekali terima kasih".
Tak lama kemudian perawat yang dikatakan Rahman pun datang.
"Nah Sabil, ini perawat yang tadi aku katakan. Namanya suster Alma, dia bisa Bahasa Indonesia. Jadi kamu gak perlu khawatir dan kalau kamu butuh sesuatu suster Alma bisa bantu kamu, tolong jaga adik saya dengan baik ya sus. Kalau ada apa-apa langsung hubungi saya".
"Baik pak, terima kasih dan selamat beristirahat. Mari bu saya bantu untuk berganti pakaian". Ujar Alma.
"Terima kasih suster".
Sabila tak henti-hentinya mengucap syukur atas nikmat yang telah Allah berikan. Lagi-lagi ia di pertemukan dengan orang-orang baik, begitu pula dengan Alma seorang suster yang akan membantu dirinya selama berada di Singapore nanti.
❤ ❤ ❤
Keesokan Harinya.
Sinar mentari pagi mulai masuk melalui celah-celah hordeng kamar Laras dan di barengi dengan suara erangan dari Tommy ketika ia telah sampai pada Puncak kenikmatan, tubuhnya melemas lalu ia menjatuhkan diri tepat di atas tubuh Laras. Laras pun langsung memeluk Tommy dengan erat lalu membelai rambutnya dengan lembut.
"Kamu sangat bersemangat sekali pagi ini sayang". Bisik Laras lirih di telinga kanan Tommy.
"Abisnya kamu gemesin, kalau aku bisa lebih kuat dari superman, aku gak akan kasih kamu nafas sedikit pun ". Sahut Tommy asal.
Laras tertawa di ikuti dengan Tommy yang juga ikut tertawa, Tommy pun membelai rambut Laras lembut.
"Apa kamu tidak pernah bahagia hidup bersama Mas Rahman?". Tanya Tommy.
Laras menghela nafasnya dan meminta Tommy untuk beranjak dari tubuhnya. "Jujur waktu aku tau, aku akan di jodohkan oleh orang tuaku dengan anak keluarga Permana, aku pikir yang di jodohkan olehku adalah kamu tapi ternyata Mas Rahman. Aku sempat menentangnya sejak awal, tapi aku tidak ingin mengecewakan almarhum ayahku pada saat itu. Maka dari itu aku menerima perjodohan itu, Mas Rahman memang baik tapi hati aku benar-benar masih utuh hanya untuk kamu Tom". Ujar Laras.
Tommy langsung memiringkan tubuhnya menghadap Laras. "Uhh.. So sweet, kalau begitu kenapa kamu tidak mengakuinya sejak awal kalau yang kamu suka adalah aku?". Tanya Tommy penasaran.
Laras kembali menghela nafasnya lalu merubah posisi tidurnya menghadap Tommy. "Tidak semudah itu Tom, kamu mau tau jawabannya? Karena almarhum ayahku sangat menyukai sikap Rahman yang santun, itulah mengapa ayahku menjodohkan aku dengan Rahman".
"Loh memangnya aku tidak santun?". Tommy membela diri.
"Kata ayah kalian berdua memang anak-anak yang santun, tapi pembawaan dari Rahman yang begitu membuat ayah suka. Karena Mas Rahman sangat penyabar dan juga berwibawa".
"Ngarang aja tuh ayah kamu, masa yang di bagus-bagusin cuma si Rahman aja". Protes Tommy.
"Yaudah sih, yang penting buat aku kan kamu itu yang terbaik". Ujar Laras yang kembali mengecup bibir Tommy.
Dan mereka berdua kembali tenggelam dalam kenikmatan surga dunia yang mereka ciptakan dan mereka berdua juga tidak menyadari jika aksinya telah terekam di cctv.
Sementara itu di lain tempat, Santi yang baru saja selesai memasak tiba-tiba teringat kembali dengan ibu angkatnya. Ia pun segera memgambil sesuatu dari dalam dompetnya, sebuah kartu nama yang kemarin siang di berikan oleh Rahman.
Tanpa pikir panjang Santi segera menyimpan nomor tersebut, ia langsung mengirimi pesan singkat melalui whatsapp. Santi berharap ibu angkatnya akan baik-baik saja, karena Santi sangat tidak tenang jika bukan dirinya sendiri yang merawatnya langsung.
Semoga ibu baik-baik aja disana, ya Allah berikan kesehatan untuk Ibu Sabila. Beliau orang baik, jangan engkau timpakan lagi musibah yang bertubi-tubi untuknya ya Allah. Gumam Santi.
3 bulan kemudian
Sabila tengah sibuk mengemasi barang-barangnya, karena besok ia dan Rahman akan kembali ke Indonesia. Selama tiga bulan menjalani terapi di Singapura, Sabila telah di nyatakan sembuh total dari penyakit yang dideritanya. Tak lama kemudian suara ketukan terdengar dari pintu kamarnya, ia segera bergegas untuk membukanya.
"Mas Rahman". Ujar Sabila.
"Kamu sedang apa Sabil? Ini udah waktunya makan malam loh, kita makan dulu yuk". Ajak Rahman.
"Oh iya mas, kebetulan aku juga udah selesai packingnya. Mas Rahman udah packing?". Tanya Sabila.
Rahman tersenyum. "Sudah dong, kalau belum packing mana mungkin mas nyamperin kamu ke kamar buat ngajak makan".
"Yasudah yuk mas, aku juga udah laper banget". Ujar Sabila antusias.
Sabila dan Rahman segera bergegas meninggalkan apartemennya, sepanjang perjalanan Rahman terus memikirkan bagaimana caranya ia mengatakan pada Sabila tentang hubungan Tommy dan Laras. Sesampainya di restoran mereka berdua langsung memesan makanan yang paling terfavorit di restoran tersebut.
Rahman menghela nafas, ia sangat bahagia bisa melihat senyum adik iparnya tersebut sudah kembali. Sementara Sabila merasa sangat bersyukur pada Allah, berkat do'a-do'anya setiap malam akhirnya ia di izinkan untuk sembuh.
"Mas Rahman, makasih ya untuk semuanya. Aku gak tau lagi harus membalasnya dengan apa, yang jelas aku hanya bisa mendoakan mas, semoga Mas Rahman selalu di berikan kesehatan, keselamatan, rezeki yang berlimpah serta cepat di beri momongan". Ujar Sabila.
Rahman menghela nafas, hatinya tiba-tiba merasa teriris ketika mendengar ucapan Sabila. "Sabil, ini sudah jadi kewajiban aku sebagai seorang kakak ya walau hanya kakak ipar. Siapa sih orang yang tega melihat adiknya harus menderita karena sakit, gak ada kan. Emm.. Terimakasih do'anya Sabil, doa yang sama untuk kamu". Sahut Rahman.
"Aku kangen banget deh sama Mas Tommy dan Kak Laras, mereka berdua pasti seneng pas nanti liat aku pulang dan sembuh".
Rahman menghela nafasnya pelan, ia tidak sanggup mengatakan semuanya tapi ia harus mengatakan hal ini pada Sabila.
"Mas, Mas Rahman kok diem aja sih. Mas baik-baik aja kan?". Tanya Sabila penasaran.
"Emm.. Iya aku baik-baik saja kok, kenapa kamu masih merindukan Tommy? Sedangkan Tommy sudah jahat banget sama kamu, Sabil".
"Gimana ya mas? Bagaimana pun Mas Tommy itu suami aku, kalau ia sedang salah jalan ya aku wajib untuk membimbingnya kembali ke jalan yang benar".
"Emm.. Sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan sama kamu tapi nanti ya setelah kita makan". Gumam Rahman.
"Kenapa gak cerita sekarang aja mas? Aku penasaran nih". Seru Sabila antusias.
Rahman tersenyum. "Nanti ya, aku isi energi dulu".
Sabila mengerucutkan bibirnya, Rahman pun semakin tertawa melihat tingkah lucu adik iparnya tersebut. Tak lama kemudian, makanan pesanan mereka pun datang. Rahman dan Sabila langsung menyantap makan malamnya, setelah mereka berdua selesai makan tiba-tiba Sabila dikejutkan dengan para pelayan restoran yang datang menghampirinya serta membawa kue ulang tahun untuknya.
Pelayan tersebut dengan lantang dan semangat menyanyikan lagu medley ulang tahun. Sabila pun merasa sangat terharu sekaligus bahagia, karena ia belum pernah mendapatkan surprise ulang tahun seperti ini sebelumnya.
Sabila pun langsung melakukan make a wish sebelum ia meniup lilin, sorak sorai pun semakin meriah setelah Sabila meniup lilin. Ucapan selamat ulang tahun pun ia terima dari para pelayan restoran tersebut dan seorang pelayan tersebut memberikannya empat buah kado serta bouquet besar Bunga Mawar untuknya.
Sabila senang terlebih lagi ia terkejut jika hadiah yang ia terima adalah pemberian Rahman. Sabila pun tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih pada Rahman.
"Mas, ini kadonya aku buka ya. Apa sih mas isinya? Aku jadi penasaran". Gumam Sabila penasaran.
"Yaudah kamu buka aja, semoga kamu suka ya".
"Aku mau buka yang ini dulu, yang paling besar. Ini apa sih mas, duh aku penasaran banget deh". Ujar Sabila.
Rahman pun hanya tersenyum melihat Sabila, sementara Sabila begitu antusias membuka kertas kado yang membungkus box besar tersebut. Ia pun tercengang ketika membaca nama merek branded terkenal yang tertera pada tutup box tersebut.
Sabila langsung membuka tutup box tersebut, ia begitu terpesona melihat isi box tersebut berisi tas mewah. Sabila pun menatap Rahman dengan tatapan yang serius, ia tidak menyangka jika kakak iparnya tersebut akan membelikannya barang branded seperti ini.
"Kenapa? Kok ngeliatnya gitu banget?". Ujar Rahman. "Apa kamu tidak suka sama tasnya ya Sabil?". Sambung Rahman.
"Bukan begitu maksud aku mas, aku suka kok sama kadonya. Tapi ini pasti mahal banget kan mas? Aku kan gak minta barang seperti ini". Gumam Sabila.
Rahman tersenyum. "Kamu emang gak minta tapi aku mau beliin itu buat kamu, jadi gimana dong?". Sahut Rahman.
"Mas Rahman, kamu memang benar-benar baik. Makasih ya mas". Ujar Sabila yang kembali menutup box tersebut.
Kemudian ia kembali membuka kado selanjutnya, ia pun mendapatkan satu buah jam tangan mewah, sepasang wedges dan kado yang terakhir membuatnya sangat tidak percaya. Karena Rahman memberikannya dua buah parfum dengan merek nama boyband favoritnya yaitu One Direction.
"Mas Rahman, ini serius parfumnya? Mas tau dari mana kalau aku suka sama one direction". Ujar Sabila antusias.
"Kamu gak perlu tau, aku tau dari mana kalau kamu suka one direction, yang penting kamu suka kan sama parfumnya". Gumam Rahman.
"Ahh.. Suka banget mas, makasih banget ya mas". Seru Sabila.
Sabila kembali merapikan kadonya tersebut, ketika Rahman mengajaknya pergi. Rahman pun membantu Sabila untuk membawakan box kado tersebut dan memasukkannya kedalam mobil.
"Mas kita mau kemana lagi?". Tanya Sabila penasaran.
"Nanti kamu juga tau kita mau kemana, nikmati saja malam ulang tahunmu ini". Sahut Rahman.
Rahman pun segera melajukan mobilnya, sementara itu rona kebahagiaan sangat terlihat di wajah Sabila. Rahman tidak tega jika harus menghancurkan kebahagiaannya malam ini, tapi ia harus mengatakan semuanya pada Sabila. Setelah berkendara kurang lebih lima belas menit, akhirnya mereka berdua tiba di Garden By The Bay. Sabila sangat suka tempat ini karena tempat ini terlihat sangat cantik ketika dikunjungi pada malam hari.
Mereka berdua langsung berjalan mengelilingi area taman tersebut, Rahman pun merasa gelisah karena dirinya merasa tidak sanggup untuk mengatakannya pada Sabila.
"Mas kamu kenapa sih? Kok kaya gelisah gitu". Tanya Sabila.
"Sebenernya ada yang mau aku omongin sama kamu". Ujar Rahman.
"Mau ngomong apa mas, bilang aja. Tuh ada kursi, kita duduk disana yuk biar enak ngobrolnya". Seru Sabila sambil menunjuk kearah kursi taman.
Rahman pun mengiyakan lalu berjalan mengekori Sabila dibelakangnya.
"Nah sekarang bilang sama aku Mas, kamu mau ngomong apa?". Tanya Sabila.
"Tapi kamu jangan kaget ya dan aku harap kamu kuat mendengarnya". Gumam Rahman.
"Ada apa sih mas? Jangan bikin aku takut deh, apa ini ada kaitannya sama penyakit aku?". Seru Sabila cemas.
"Bukan, bukan, ini gak ada kaitannya sama penyakit kamu tapi ini tentang Tommy dan Laras".
"Mas Tommy? Kak Laras? Memangnya mereka berdua kenapa mas?". Ujar Sabila yang semakin bingung.
Rahman pun menghela nafas panjang, ia pun mulai menceritakan semuanya pada Sabila secara pelan-pelan. Karena dirinya tidak ingin Sabila shock, apalagi sampai membuatnya jatuh sakit. Sabila tercengang mendengar apa yang Rahman ucapkan, ia tidak menyangka jika suaminya bisa dengan tega menghianatinya dengan cara bermain api dengan kakak iparnya sendiri.
"Berati suara desahan waktu itu benar-benar Kak Laras". Gumam Sabila lirih.
"Suara desahan? Apa mereka pernah melakukannya di rumah kalian?". Tanya Rahman.
"Waktu aku masih terbaring sakit dan Mas Tommy mulai berubah, aku mendengar suara desahan tersebut samar-samar. Namun ketika suara tersebut menyebut nama Mas Tommy, aku seperti mengenalinya". Ujar Sabila yang kini mulai menitikan airmata.
"Astaga, Tommy dan Laras benar-benar sudah keterlaluan. Kita tidak boleh membiarkan ini terlalu lama, kita harus membongkar sandiwara mereka Sabil". Seru Rahman yang langsung menghapus airmata Sabila.
"Iya mas, kita tidak boleh membiarkan mereka terlalu jauh yang sudah salah melangkah".
Sabila menghela nafasnya pelan, cobaan hidupnya sangat berat. Ia berharap Tommy bisa berubah setelah kesembuhannya, karena bagaimanapun sebagai istri ia wajib mengingatkan Tommy yang sudah terlalu jauh dalam melangkah.
♡♡♡
Tommy dan Laras saling memacu energinya untuk memuaskan hasrat mereka masing-masing. Sampai-sampai Laras terus merintih merasakan nikmat yang Tommy berikan. Tak lama kemudian bel apartemennya berbunyi, namun Laras tak menghiraukannya. Laras malah makin mempercepat gerakannya dan hal itu membuat Tommy semakin mengerang.
"Apa kamu tidak mau melihat siapa yang datang? Aku takut kalau itu Mas Rahman yang datang". Ujar Tommy yang berbicara sambil terengah-engah.
"Tidak usah kamu hiraukan, mungkin itu hanya petugas kebersihan. Lagi pula mana mungkin Mas Rahman pulang sekarang , dia pasti ngabarin aku dulu kalau mau pulang". Sahut Laras.
Sementara itu di lain tempat, Rahman terus menekan bel tersebut namun tak kunjung di buka oleh Laras. Tanpa pikir panjang, Rahman segera bergegas meminta kunci cadangan kepada receptionist.
"Sabila kamu tunggu di sini sebentar ya, aku mau minta kunci cadangan ke resepsionis". Ujar Rahman yang langsung bergegas berlalu dari hadapan Sabila.
Sabila pun menganggukan kepalanya, perasaannya makin gelisah. Dirinya merasa jika suaminya sedang ada di dalam bersama Laras. Tak lama kemudian Rahman datang membawa kunci cadangan tersebut, Rahman pun langsung menempelkan key card tersebut lalu menekan password untuk membuka pintu dan akhirnya pintu berhasil dibuka.
Mereka berdua dibuat tercengang ketika mendengar suara rintihan yang terdengar samar-samar. Rahman langsung menarik tangan Sabila dan membawanya menuju depan kamar tidurnya dan suara tersebut makin jelas terdengar.
Rahman pun meminta Sabila untuk membuka pintu tersebut, Sabila pun mengiyakannya. Sabila pun memegang knop pintu tersebut, jantungnya memompa begitu cepat dan hal tersebut membuat aliran darahnya mengalir begitu deras keseluruh tubuhnya. Tangannya gemetar dan seketika suhu tubuhnya berubah menjadi panas bercampur dingin, Sabila menutup matanya lalu membuka knop pintu tersebut secara perlahan.
Suara rintihan tersebut kini terdengar sangat jelas, ia memberanikan diri untuk membuka matanya. Di depannya sudah terlihat pemandangan yang baginya sangat menjijikan.
"Mas Tommy, Kak Laras". Teriak Sabila.
Seketika Tommy dan Laras terkejut melihat Sabila dan juga Rahman yang sudah berada di ruangan yang sama. Tommy langsung beranjak dari tempat tidur dan memakai piyamanya sementara Laras menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Sabila, gak mungkin ini gak mungkin. Kamu itu lumpuh dan gak bisa berdiri, kenapa kamu sekarang bisa ada disini". Ujar Tommy tak percaya.
Sabila pun menitikan airmatanya, sementara Rahman langsung menjawab pertanyaan Tommy.
"Sabila bisa sembuh jika ia benar-benar berada di Singapore, selama ini kamu sudah membohongi aku, Tommy. Diam-diam kalian berdua bermain api dibelakang aku dan juga Sabila". Ujar Rahman kesal.
"Jadi selama ini kamu sudah bohongi aku mas? Kamu bilang mau ke Korea tapi kamu malah pergi ke Singapore bersama Sabila selama tiga bulan?". Timpal Laras.
"Kalau iya memang kenapa? Aku gak sudi nama baik keluarga ku menjadi buruk di mata keluarga Sabila. Sementara aku berjuang untuk kesembuhan Sabila, tapi kalian malah berdua malah bermain api di belakang kami". Tegas Rahman.
"Nggak mas, ini baru pertama kali terjadi. Maafkan aku mas, aku khilaf". Ujar Laras memelas.
"Diam kamu Laras dan buang semua omong kosongmu itu, kamu pikir aku tidak tau apa yang kalian berdua lakukan? Kamu lihat itu? Itu adalah kamera cctv yang aku pasang tanpa sepengetahuan kalian dan kamu pikir aku percaya ketika kamu bilang akan menemani Tommy ke Singapore untuk menjenguk Sabila disana? Kalian berdua tidak pergi kesana melainkan kamu menginap dirumah Tommy selama dua malam, aku tidak sebodoh yang kamu pikirkan Laras. Aku sudah menghubungkan gps di ponsel mu yang tersambung langsung ke ponsel ku, jadi aku bisa tau kamu berada dimana. Dan kamu Tommy, kamu bilang Sabila kamu bawa ke Singapura, tapi dua minggu kemudian aku bertemu Sabila sedang menjalani terapi disebuah rumah sakit di Jakarta, Jakarta Tom bukan Singapore". Ujar Rahman emosi.
Tommy hanya bisa menundukkan kepalanya sementara Laras terdiam tak bisa berkutik lagi, ia merasa riwayatnya telah tamat di siang ini.
"Kenapa kalian berdua diam? Kalian tidak bisa mengelak lagi karena semua bukti-bukti telah ada. Dan kamu Laras aku jatuhkan talak tiga untuk mu , aku tidak sudi memiliki istri seperti kamu yang sudah berselingkuh dengan adik kandungku sendiri. Gumam Rahman kesal.
"Mas, maafkan aku. Aku mohon jangan ceraikan aku". Ujar Laras memohon dikaki suaminya.
"Semuanya sudah terlambat Laras, aku akan mengurus perceraian kita besok". Sahut Rahman.
Sementara Tommy memberanikan diri untuk membuka suara. "Mas aku minta maaf, karena aku telah menghianati persaudaraan kita. Sabil aku mohon maafkan aku, aku janji akan memperbaiki semuanya". Ujar Tommy sambil memegang kedua tangan Sabila.
"Apa katamu Tom? Kamu mau memperbaiki semuanya? Tommy aku ini cinta sama kamu dan sekarang aku sedang mengandung anak kamu, jadi kamu harus bertanggung jawab". Teriak Laras.
Tommy tercengang. "Apa? Kamu hamil? Bagaimana bisa? Aku tidak pernah menyelesaikan semuanya di dalam, jadi tidak mungkin kamu hamil". Sahut Tommy kesal.
"Mas Tommy, aku minta kamu nikahi Kak Laras—tapi Sabila". Tommy langsung memotong ucapan Sabila.
"Tidak mas, kamu harus nikahi Kak Laras". Ujar Sabila yang langsung berlalu dari hadapan Tommy dan Laras, sementara Rahman juga ikut berlalu meninggalkan mereka berdua.
Sementara Tommy menoleh ke arah Laras yang masih terduduk lesu di lantai dengan tatapan sinis. Tommy menjadi gelisah, ia merasa hidupnya telah hancur karena Laras.
"Apa kamu benar-benar hamil, Laras?". Ujar Tommy sambil berjalan mondar-mandir.
"Menurutmu aku berpura-pura? Dengan siapa lagi selama ini aku tidur kalau bukan dengan kamu?". Gumam Laras.
"Ya bisa ajakan itu anaknya Mas Rahman". Seru Tommy.
"Nggak Tom, selama Mas Rahman kembali ke Indonesia, aku hanya bercinta dua kali dengannya. Setelah itu aku datang bulan dan Mas Rahman langsung pergi ke Korea". Sahut Laras lantang.
Tommy menghela nafas. "Kalau begitu gugurkan anak itu".
Laras tercengang. "Apa? Nggak Tom, aku nggak mau. Anak ini gak bersalah Tom, biarkan anak ini hidup. Aku mohon Tom, nikahi aku". Seru Laras sambil menangis.
"Apa? Nikah? Itu gak mungkin Laras, aku punya istri jadi gak mungkin aku menikahi kamu".
"Kamu bisa ceraikan Sabila, Tommy. Lagi pula Sabila juga tidak akan memaafkan kamu". Laras terus memelas.
"Nggak, tidak semudah itu aku menyerah. Aku tau bagaimana caranya meluluhkan hati Sabila, jadi mulai sekarang aku tidak mau lagi berurusan dengan kamu. Karena sekarang istri aku sudah sembuh, terima kasih Laras kamu selalu ada ketika aku membutuhkan itu". Gumam Tommy sambil tertawa licik, lalu ia bergegas mengenakan pakaiannya lalu pergi meninggalkan Laras begitu saja.
Apa? Jadi selama ini Tommy hanya memanfaatkan ku saja. Kurang ajar kamu Tommy. Gerutu Laras dalam hati.
Kamu mau kemana Tom, Tommy tunggu, Tommy, Tommy... Teriak Laras namun Tommy tak menghiraukannya dan langsung menutup pintu kamarnya dengan kasar.