Chereads / Jangan Rebut Suamiku / Chapter 16 - Part 15 - Mengenang

Chapter 16 - Part 15 - Mengenang

#6 Bulan Kemudian

Rahman masih duduk termenung sambil melihat ke arah hamparan langit luas yang mulai menghitam. Ia masih ingat betul bagaimana malam ini adalah menjadi malam yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya.

Ia harus kehilangan perempuan yang di cintainya karena harus menerima perjodohan dari kedua orangtuanya. Pada saat itu Rahman tidak bisa menolak permintaan kedua orangtuanya, karena bagi Rahman orang tuanya tau mana yang terbaik untuk dirinya.

"Rahman, kamu disini toh rupanya. Mama cari-cari kamu tadi, ini mama buatkan wedang jahe untuk kamu. Di minum ya nak, cuaca malam ini kan sangat dingin. Lagi pula ngapain kamu malam-malam begini duduk di luar kaya gini sih?". Ujar sang ibu.

"Wah ma, terimakasih ya. mama harusnya gak perlu repot-repot buatin ini semua, aku lagi mengenang ma". Sahut Rahman.

"Laras?". Tanya sang mama.

Rahman tersenyum. "Iya ma, malam ini adalah malam waktu dimana mama sama papa melamar Laras untuk aku". Gumam Rahman.

Sang mama menghela nafas. "Oh iya juga ya, malam ini bertepatan sama malam waktu kita melamar Laras. Tapi ya sudahlah ya nak, Laras pasti sudah tenang disana. Yang terpenting jangan lupa kamu buat doain dia". Ujar sang mama.

"Iya ma, aku cuma gak nyangka aja kalau ujung-ujungnya Laras tega banget khianatin aku". Seru Rahman sedih.

"Sabar, mama yakin kamu pasti akan dapat pengganti Laras yang lebih baik lagi".

"Iya ma". Sahut Rahman tersenyum.

"Yasudah mama masuk duluan ya, minumannya jangan lupa di minum loh".

"Iya ma".

Rahman kembali merebahkan tubuhnya di atas kursi panjang yang berada disudut balkon. Sambil menatap foto perempuan yang pernah dicintainya.

Seandainya waktu jaman sekolah dulu aku berani nyatain perasaan aku ke kamu, pasti sekarang kita berdua sudah bahagia. Gumam Rahman.

♡♡♡

Gimana kabar kamu sekarang ya mas, walaupun sekarang kita bukan suami istri lagi tapi aku tetap anggap kamu sebagai saudara. Bagaimanapun dulu kamu pernah menjadi suamiku dan aku selalu mendoakan semoga rumah tangga kamu yang baru selalu bahagia dan istrimu juga akan memperhatikan pola makanmu. Gumam Sabila sambil memandangi foto Tommy.

Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu, Sabila kembali meletakan ponselnya dan bergegas untuk membukakan pintu. Di lihatnya Santi sudah berada di hadapannya, Sabila langsung menyuruh Santi untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Santi, ada apa nak?". Tanya Sabila.

"Ibu lagi sibuk gak?". Sahut Santi.

"Nggak kok, kenapa? Kamu butuh sesuatu?".

"Iya bu, Santi butuh ibu buat dengerin curhatan Santi". Ujar Santi sambil menunjukkan cengiran kuda.

"Kamu ini bisa aja, yaudah yuk masuk. Ibu penasaran sama curhatan kamu nih". Gerli Sabila.

Santi pun bergegas masuk ke dalam kamar Sabila, ia langsung merebahkan tubuhnya di sofa yang menghadap balkon kamar Sabila.

"Ayo cerita sekarang, ibu penasaran mau dengerin cerita kamu". Gumam Sabila.

Santi menghela nafas panjangnya. "Bu, kalau ada cowo yang suka sama kita tapi umurnya lebih tua dari kita menurut ibu gimana? Apa dia serius sama kita?". Tanya Santi.

Sabila tersenyum. "Cieee.. Jadi anak ibu udah mulai jatuh cinta ya?". Gerli Sabila.

"Ah ibu, jangan gitu dong kan aku jadi malu". Gerutu Santi.

Sabila tertawa. "Yaudah maaf, maaf. Menurut ibu sih ya bagus dong kalau cowonya lebih tua dari kamu, yang penting dia setia dan bertanggung jawab". Ujar Sabila.

"Tapi masalahnya umur aku sama dia itu terpaut jauh banget bu, kita terpaut sepuluh tahun bu".

"Apa?!!". Sabila terbelalak mendengar ucapan Santi.

"Iya bu, umur dia sekarang dua puluh sembilan".

"Kamu kenal dimana sama dia nak? Tapi dia masih lajangkan? Belum punya istrikan?". Cecar Sabila.

"Belum saatnya aku kasih tau ibu, dimana aku kenal sama dia. Iya bu, belum kok".

"Yasudah, semua pilihan ada di tangan kamu. Yang terpenting kamu harus bisa menilai dia itu orangnya bagaimana, ibu cuma bisa mendoakan apapun pilihan kamu".

"Iya bu, makasih ya ibu selalu baik sama aku. Insha Allah dia yang terbaik bu, karena aku sudah melihat ketulusan dari dirinya". Sahut Santi tersenyum.

"Syukurlah kalau begitu, ibu lega dengarnya". Ujar Sabila yang langsung memeluk Santi.

Santi sangat beruntung memiliki ibu sambung seperti Sabila, ia sangat menyayangi Sabila seperti ibu kandungnya sendiri. Dan Santi juga bersumpah tidak akan membiarkan seorangpun menyakiti ibu angkatnya.

♡♡♡

"Rena, Rena, Rena tolong aku". Teriak Tommy sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya.

Tak lama kemudian Rena datang dengan tergesa-gesa. "Apaan sih mas, berisik banget. Emang gak bisa apa kalau gak teriak-teriak? Bikin pusing aja". Gerutu Rena.

"Maafkan aku sayang, aku minta tolong dibuatkan teh hangat. Kepala ku sakit sekali, aku ingin minum yang hangat-hangat". Gumam Tommy sambil merintih.

"Duh nyusahin aja sih kamu mas, baru sakit kepala aja udah manja banget kaya gini". Ujar Rena sambil berlalu dari hadapan Tommy.

Rena, tega sekali kamu bersikap seperti itu dengan suamimu sendiri. Gumam Tommy dalam hati.

Sementara itu di lain tempat, Rena sedang membuat teh hangat yang diminta oleh Tommy. Ia masih menggerutu kesal karena harus mengurus Tommy yang sedang sakit.

Ribet banget sih Mas Tommy, sabar Rena tunggu dia gak berdaya baru kamu akan bebas. Gumam Rena licik sambil menuangkan bubuk obat ke dalam minuman Tommy.

Rena segera bergegas menuju kamar dan memberikan minuman tersebut pada Tommy.

"Nih mas minumannya, aku suntuk di rumah. Pengen pergi ke salon bareng temen-temen aku, kamu jangan lupa transfer sepuluh juta ke rekening aku". Seru Rena ketus.

"Apa?!! Sepuluh juta? Kan kamu cuma ke salon sayang, banyak banget sepuluh juta". Gumam Tommy.

"Kamu kenapa sih mas jadi pelit banget kaya gini, dulu perasaan gak gini-gini banget deh. Emangnya aku gak butuh buat shopping, makan, kamu mau aku cuma liatin temen aku yang pada shopping?". Protes Rena.

"Yaudah nanti aku transfer sepuluh juta". Sahut Tommy.

"Nah gitu kek dari tadi, jadi kan aku gak usah buang-buang tenaga buat ngomel. Yaudah ah aku pergi dulu, kamu jangan lupa makan terus minum obat". Ujar Rena sambil meraih tasnya lalu beranjak dari hadapan Tommy.

Ya Allah, Rena kenapa sikap kamu sekarang seperti itu sama aku. Ujar Tommy lirih.

Sementara Tommy langsung menyeruput secangkir teh buatan Rena, setelah itu ia beranjak dari tempat tidur dan bergegas menuju meja makan. Tommy terkejut ketika melihat makanan yang tersaji di meja makan hanyalah sepiring tempe goreng dan sambal.

Rena, aku kasih uang belanja buat kamu untuk masak. Tapi kenapa hanya ada ini. Ujar Tommy.

Tommy segera meraih ponselnya yang ia letakkan di atas meja makan, ia segera menelepon Rena. Namun hasilnya nihil karena Rena sama sekali tidak menjawab teleponnya.

Dengan terpaksa Tommy harus makan makanan apa yang sudah di siapkan oleh Rena. Hatinya sangat teriris karena ia merasa seperti tak ada gunanya memiliki istri. Tiba-tiba ingatannya teringat akan Sabila, mantan istri yang dengan tega ia sia-siakan.

Sabila, aku rindu masakanmu. Aku rindu tangan lembutmu yang selalu menyiapkan makanan di piring sajiku. Maafkan aku yang telah menoreh luka terlalu dalam dihatimu. Gumam Tommy sambil menitikan airmata.

Tak lama kemudian lamunannya buyar karena ponsel Tommy berdering. Dilihatnya nama Rena tertera di layar ponselnya, dengan sigap Tommy langsung menjawab telepon dari Rena.

"Rena : Mas kamu ini gimana sih, aku kan suruh kamu transfer tapi kenapa belum di transfer juga sih". Gerutu Rena.

"Tommy : Iya sayang, maaf aku lupa. Sayang kenapa kamu masaknya cuma tempe goreng aja?"

"Rena : Kamu ini gak pernah ada bersyukurnya mas, masih untung bisa makan. Makanya kalau mau makan enak cepetan transfer biar nanti aku sekalian belanja".

"Tommy : Iya, nanti aku transfer".

Sambungan telepon pun telah diputus oleh Rena, sementara Tommy hanya bisa menghela nafasnya. Ia segera membuka aplikasi m-banking yang ada di ponselnya lalu segera mentransfer sejumlah uang yang di minta oleh Rena.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, Tommy yang sejak siang sudah menunggunya merasa sangat kesal.

"Rena, kamu ini kemana aja sih? Kamu tau waktu gak? Pergi lama banget, kamu kan tau kalau suami kamu itu lagi sakit".

"Kamu itu kenapa sih mas, aku ini baru balik udah di marahin aja. Nih tadi aku beliin makanan kesukaan kamu, sate kambing".

"Tapi kan aku lagi sakit Ren".

"Mas, kamu ini manja banget sih. Kamu makan sate kambing juga gak setiap hari kan". Gerutu Rena.

Rena pun segera mengambil piring dan menyendokkan nasi untuk Tommy, lalu memberikan lima potong sate kambing.

"Nih mas, di makan. Abis itu minum obat dan langsung tidur".

"Iya Ren, terima kasih".

Tommy pun segera menyuap makanannya, sudah enam bulan ini ia harus mengatur pola makannya karena kolestrol nya semakin tinggi.

"Kamu abis dari mana aja tadi Ren?".

"Kenapa sih mas, kamu bawel banget deh. Aku cuma pergi shopping".

"Apa harus belanjaan kamu sebanyak itu? Kamu habiskan semuanya uangnya?"

"Nggak kok, masih ada nih dua juta". Gumam Rena sambil memperlihatkan uang di dalam dompetnya.

"Astaga Rena, kamu habiskan untuk beli apa saja uang itu? Kamu harus hemat Rena".

"Kamu itu kenapa sih mas, perhitungan banget jadi orang? Aku ini kan pengen terlihat cantik, ya makanya aku pergi perawatan".

Tommy pun hanya bisa menghela nafas melihat perilaku Rena, jika di bandingkan dengan Sabila sangat jauh sekali perbandingan di antara mereka berdua. Sabila tidak pernah menghambur-hamburkan uang sementara Rena sangat hobi sekali berbelanja dan pergi ke salon mahal. Rena memutuskan untuk tidur ketika urusan mengurus suaminya sudah selesai. Baru saja Rena mulai terlelap dalam tidurnya, kini harus terusik karena suaminya terus merintih kesakitan. Karena kesal Rena langsung memarahi Tommy agar tidak terus terusan mengeluh. Sementara Tommy yang masih terus menerus merintih kesakitan mencoba untuk menahannya, dengan sekuat tenaga ia mencoba untuk berdiri lalu bergegas pergi menuju dapur untuk mengambil air minum.

Tega sekali kamu, Rena. Aku ini suamimu bisa-bisanya kamu memperlakukan aku seperti itu. Gumam Tommy dalam hati.

Tommy terus berjalan perlahan menuju dapur, kini penglihatannya semakin kabur dan tak beraturan. Ia juga merasakan sakit di bagian kepalanya, karena tak sanggup lagi untuk berjalan, Tommy akhirnya terjatuh lalu pingsan. Sementara Rena yang mendengar suara gaduh tersebut segera bergegas untuk melihat keadaan Tommy. Rena terperangah melihat suaminya yang sudah tergeletak di lantai, dengan cepat Rena segera berlari menghampiri Tommy.

Mas, bangun mas. Gumam Rena.

Namun tak ada reaksi dari Tommy, kemudian Rena mengecek denyut nadi Tommy yang ternyata masih berdenyut. Rena langsung menghempaskan tangan suaminya setelah selesai mengecek denyut nadinya.

Yaelah, masih hidup ternyata. Gue pikir udah mati, di bawa ke rumah sakit apa nggak ya. Tapi kalau di bawa ke rumah sakit, yang ada malah ngabis-ngabisin uang. Apalagi ini udah dua minggu Mas Tommy gak kerja, sial. Gerutu Rena.

Kemudian Rena segera bergegas kembali menuju kamar tidurnya dan membiarkan Tommy tergeletak begitu saja di lantai. Dan keesokan paginya, Rena bergegas untuk membangunkan Tommy. Karena tak kunjung bangun akhirnya Rena memutuskan untuk menyiram wajah Tommy dengan air. Tommy pun langsung sadar dan membuka kedua matanya, dilihatnya sang istri sudah berdiri tepat dihadapannya.

"Rena, tega sekali kamu menyiram aku seperti itu". Gumam Tommy.

"Ini tuh udah siang mas, hari ini kamu harus pergi ke kantor. Kamu tuh udah dua minggu gak kerja, jadi kamu hari ini harus berangkat kerja". Gumam Rena.

"Tapi Rena, aku masih belum sanggup untuk bekerja. Kan kamu tau sendiri kalau kondisi aku makin lama makin memburuk, lagi pula kamu juga gak mau bawa aku ke dokter". Sahut Tommy.

"Udah deh mas, kamu itu gak usah manja. Kamu itu kepala keluarga, udah sepantasnya kamu itu harus bekerja dan mencari uang untuk istri kamu. Lagian kamu juga kan yang minta aku resign setelah menikah sama kamu". Gerutu Rena. "Pokoknya kamu harus masuk kerja hari ini dan jangan lupa di bersihin ini lantainya biar kering". Sambung Rena dan langsung berlalu dari hadapan Tommy.

Aku benar-benar menyesal sudah menikahi kamu Rena. Gumam Tommy dalam hati.

Tommy segera bergegas untuk bersiap ke kantor, pagi ini Rena hanya membuatkan teh manis untuk sarapannya. Padahal kondisinya kini masih lemah, tapi Rena sudah memaksanya untuk masuk kantor tanpa membuatkannya sarapan.

"Ren, aku kan mau kerja. Kondisi aku juga masih lemah masa aku cuma sarapan minum teh manis".

"Mas, udah deh jangan banyak protes. Aku gak masak karena belum belanja".

"Tapi kan kemarin aku sudah kasih kamu sepuluh juta, masa gak ada sisanya untuk belanja sayuran".

"Mas, udah deh gak usah bawel. Udah sana cepetan berangkat nanti yang ada kamu terlambat".

Tommy pun segera bergegas menuju kantor, ia melajukan mobilnya dengan hati-hati. Sementara itu di lain tempat, Tommy yang baru saja tiba di kantor, langsung bergegas masuk ke dalam dengan kondisi yang sangat lemah. Tak lama kemudian ia terkejut ketika mendapati Rio sudah berada di ruang kerjanya.

"Rio, ngapain lo disini?". Tanya Tommy.

"Hey men, udah sembuh lo? Kok udah masuk kerja aja". Gumam Rio yang langsung bergegas menghampiri Tommy.

"Ya masih begini deh, tapi Rena malah maksa gue buat masuk kerja hari ini. Jujur gue nyesel bro nikahin Rena". Seru Tommy.

"Lah kenapa? Bukannya Rena jago goyang?". Gerling Tommy.

"Iya jago goyang pas belum nikah aja, tapi pas udah nikah, galaknya bukan main". Sahut Tommy, namun Rio tertawa mendengar ucapan Tommy.

"Kenapa ketawa lo? Emang ada yang lucu?". Gerutu Tommy.

"Ya abis lo bilang semenjak nikah, Rena jadi galak sama lo. Jangan-jangan Rena galak karena performa lo udah menurun lagi". Seru Rio dan kembali tertawa terbahak-bahak.

"Ngaco lo ah, udah awas ah gue mau kerja". Ujar Tommy.

"Eits, tunggu dulu bro. Ruangan ini sekarang jadi milik gue, karena posisi jabatan lo udah di gantikan dengan gue". Gumam Rio.

Tommy terbelalak. "Lah kok bisa begitu? Sejak kapan?".

"Baru satu minggu yang lalu sih, tapi kalau lo mau protes katanya langsung suruh nemuin Pak Eko aja di ruangannya". Gumam Rio.

Sementara Tommy segera bergegas menuju ruangan Pak Eko, dirinya benar-benar tidak terima dengan keputusan yang menurutnya di buat tanpa persetujuan darinya. Setelah urusannya dengan Pak Eko selesai, Tommy segera keluar dari ruangan tersebut.

Ia benar-benar terlihat frustasi dan tidak menyangka jika atasannya tersebut bisa dengan mudahnya mengganti posisi jabatannya dengan orang lain. Tommy segera kembali menuju ruangan Rio untuk membawa barang-barang yang telah rapi di kemas oleh Rio.

"Bro, sorry banget nih ya. Gue juga sebenarnya kaget waktu Pak Eko ngusulin ide kaya gini. Karena waktu itu perusahaan ada meeting penting sama klien baru kita dan lo tau? Klien kita itu menawarkan proyek kerja sama yang begitu besar, kan waktu itu lo lagi sakit Tom jadi Pak Eko minta gue untuk ngehandle meeting itu—iya udah gak usah di terusin lagi, bikin gue makin pusing aja". Tommy langsung memotong ucapan Rio, lalu ia segera bergegas pergi menuju ruangannya yang baru.

Tommy.. Tommy.. Dapet istri cantik nan sexy, tapi malah hidup lo tambah miris kaya gini. Mana sekarang sakit-sakitan terus lagi. Akhirnya gue bisa bales sakit hati gue sama lo, Tom. Rasain lo sekarang jadi karyawan biasa, dulu waktu jadi manajer sombongnya bukan main lo. Gumam Rio.

Tommy baru saja tiba di ruangannya yang baru, kini ia harus bekerja ekstra karena posisinya bukan lagi sebagai manajer. Tommy bingung, apa yang harus ia katakan nanti pada Rena jika ia sudah tidak lagi menjadi seorang manajer. Dirinya sudah bisa membayangkan bagaimana marahnya Rena ketika tau kalau ia sudah turun jabatan.

Sesampainya dirumah, Tommy langsung menceritakan hal tersebut pada Rena dan benar saja Rena tidak bisa menerima kenyataan dan langsung memaki dirinya.

"Apa mas? kamu turun jabatan? jadi sekarang gaji kamu sedikit dong?". Gerutu Rena.

"Yang penting kan masih UMR Ren, kamu harus syukuri itu dong".

"Ya gak bisa gitu dong mas, gaji segitu mana cukup untuk aku perawatan".

"Ya kan bisa kamu perawatan yang sederhana di rumah, perawatan gak harus yang mahal-mahal Ren".

"Gak bisa gitu mas, pokoknya aku gak mau tau".

"Ya terus sekarang mau kamu gimana?".

"Kalau gitu gimana kalau rumah yang kamu kasih ke Sabila itu, kamu ambil lagi. Kan lumayan kalau kita dapat uang bulanan dari orang yang mengontrak rumah".

"Tapi Ren itu kan hak nya Sabila".

"Kamu mau turutin aku atau ceraikan aku, mas?".

"Kok kamu ngomongnya jadi begitu sih, oke-oke aku akan ambil rumah itu kembali untuk kamu". Gumam Tommy pasrah.

"Nah, gitu dong itu baru suami aku". Gumam Rena yang langsung bergegas membuatkan minuman untuk suaminya.

❤️❤️❤️

Sabila baru saja tiba di rumah setelah selesai mengajar, tak lama kemudian Jumi datang ke rumahnya dan meminta Sabila untuk ikut dengannya. Sabila pun bingung kemana Jumi akan membawanya, setelah mengendarai mobil kurang lebih dua puluh menit akhirnya Jumi dan Sabila tiba di SMA tempat mereka dulu bersekolah. Dengan cepat Jumi meminta Sabila untuk turun lalu mengajaknya untuk masuk ke area lapangan sekolah.

Sabila terkejut ketika mendapati area lapangan sekolah sudah di sulap sedemikian cantik dengan ornamen ucapan selamat ulang tahun untuknya. Tak lama kemudian, seseorang datang dari lobby sekolah, Sabila memicingkan matanya ke arah seseorang yang sedang berjalan sambil membawa kue ulang tahun.

"Amar". Sahut Sabila tak percaya.

"Selamat ulang tahun, Sabila". Gumam Amar yang langsung menyodorkan kue ulang tahun di hadapan Sabila.

Sabila tersenyum bahagia dan langsung berdoa sebelum meniup lilin. "Terima kasih Amar, Jumi, kalian memang sahabat terbaik yang aku punya".

"Sama-sama cantik, selamat ulang tahun ya. Aku doakan semoga kalian berdua berjodoh". Gumam Jumi dan hal itu membuat Amar dan Sabila salah tingkah. "Yaudah, karena aku udah berhasil bawa Sabila kemari, aku pamit balik ke sawah lagi ya Amar. Aku masih ada kerjaan sama mas bojo.

"Iya Jumi, terima kasih ya". Seru Amar.

"Iya sama-sama, kalian have fun ya".

"Iya Jum, hati-hati Jum".

"Sip". Seru Jumi.

"Sabila, apa kamu sudah siap untuk bernostalgia kembali sama aku?". Gumam Amar.

Tak lama kemudian Sabila tertawa terbahak-bahak dan hal tersebut membuatnya bingung.

"Kenapa kamu malah ketawa?". Tanya Amar bingung.

"Maaf, maaf. Tiba-tiba saja terlintas dipikiran aku waktu pertama kali kita kenal di depan gerbang sekolah. Waktu itu aku lupa bawa topi dari corong minyak, dan di saat yang bersamaan kakak kelas menghukum aku dengan menyuruh aku jalan jongkok. Namun tiba-tiba kamu yang baru saja datang, langsung memberikan topi itu sama aku dan jadi malah kamu yang di hukum". Ujar Sabila dan kembali tertawa.

Amar yang mendengar cerita Sabila, langsung ikut tertawa ketika mengingat kejadian tersebut. "Iya bener, waktu itu ekspresi wajah kamu lucu banget kaya mau nangis. Makanya aku tuh gak tega banget liat kamu kalau sampai nangis". Gumam Amar.

"Gak tega kenapa? Kan waktu itu kita belum saling kenal, kenapa kamu mau berkorban untuk orang yang belum kamu kenal?". Tanya Sabila bingung.

Amar menarik nafas panjang. "Aku paling tidak suka melihat perempuan di perlakukan seperti itu, apalagi kakak kelas yang menghukum kamu itu adalah laki-laki". Sahut Amar.

Sabila tersenyum. "Makasih ya Amar, ternyata kamu memang sahabat aku yang paling baik".

"Sama-sama Sabil, aku harap sekarang kamu sudah bahagia. Aku doakan semoga kamu mendapatkan jodoh pengganti yang lebih baik dari mantan suamimu".

"Terima kasih Amar, doa yang sama untuk kamu". Gumam Sabila tersenyum.

Sabila, andai kamu tau. Saat ini aku masih menyimpan perasaan yang sama untuk kamu. Sampai kapan pun aku akan selalu menunggu sampai kamu mau menerima cintaku.