Amar baru saja tiba di rumah setelah bertemu pasien yang di tanganinya, tak lama kemudian sang mama datang menghampirinya sambil membawakan secangkir kopi dan juga croisant cokelat kesukaannya.
"Ini di minum dulu kopinya mumpung masih hangat dan pas banget hari ini mama bikin croisant cokelat kesukaan kamu. Lagian kamu mau datang kok gak kabarin mama sih". Ujar sang mama.
"Terima kasih ma, aku juga dadakan ma. Baru aja sampe tadi pagi dan langsung ke rumah sakit untuk bertemu pasien. Ma, tau nggak siapa pasien yang sedang aku tangani?".
"Memang siapa?".
"Tommy, ma. Mantan suami Sabila".
"Apa? Memang dia sakit apa?".
"Tommy terserang stroke".
"Mungkin itu karma karena dulu mencampakkan Sabila".
"Mama, gak boleh gitu ah. Gak baik ma menghakimi dosa orang lain".
"Ya, tapi kan emang gitu kenyataannya. Yasudah kamu nikmati dulu ya kopi dan croisantnya, mama mau nyiapin makan malam dulu".
"Iya ma".
Sang mama langsung bergegas kembali ke dapur, sementara Amar segera menyeruput kopi buatan sang mama. Amar segera meraih ponselnya yang sejak tadi ia letakkan di atas meja, Amar memutuskan untuk menelepon Sabila dan memberitahu hal ini.
"Halo Assalamualaikum, Sabil. Kamu lagi apa?".
"Waalaikumsalam, aku baru aja selesai masak untuk makan malam nih. Kamu udah makan malam?".
"Wah, kamu masak apa? Belum, aku baru aja sampai di rumah mama".
"Aku malam ini masak rica-rica cumi asin".
"Enak kayanya, aku jadi laper. Oh ya Sabil, ada yang mau aku ceritakan sama kamu".
"Soal apa?".
"Ternyata pasien yang sedang aku tangani di Jakarta adalah Tommy, mantan suami kamu".
"Apa? Serius kamu Amar? Lalu gimana keadaan dia sekarang?".
"Iya aku serius, keadaannya sangat memprihatinkan. Tubuhnya kaku sama seperti kamu dulu, namun bedanya dia masih bisa bicara walaupun sedikit terbata".
"Ya Allah, kasian Mas Tommy". Gumam Sabila lirih dan hal itu membuat Amar terkejut, karena menurutnya Sabila masih saja memiliki rasa iba pada orang yang pernah menyakitinya.
"Dan yang paling parahnya lagi, istrinya sama sekali tidak mau merawatnya Sabil. Tadi siang Tommy di tinggal pulang sama istrinya dan yang menunggunya di rumah sakit Pak Rahman. Aku malah baru tau kalau Pak Rahman itu kakak kandungnya Tommy".
"Kasihan sekali Mas Tommy, aku minta tolong sama kamu ya Amar. Tolong sembuhin Mas Tommy".
"Kenapa? Bukankah harusnya kamu senang ia mendapat balasan yang setimpal atas perbuatannya?".
"Astagfirullahaladzim, Amar kok kamu ngomongnya begitu. Gak boleh begitu Amar, kita gak berhak menghakimi dosa orang lain".
"Maafkan aku Sabil, aku hanya terkejut saat kamu minta aku untuk menyembuhkan Tommy. Tapi balik lagi pada kekuatan doa, karena sembuh atau tidaknya seseorang itu kehendaknya Allah. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa".
"Iya Amar, aku paham". Seru Sabila lirih.
"Aku janji sama kamu, akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan Tommy".
"Terima kasih ya Amar".
"Sama-sama Sabil, yasudah kalau gitu aku mau makan malam dulu bareng mama. Kamu juga jangan lupa makan ya, assalamualaikum"
"Iya Amar, waalaikumsalam".
#1 Bulan Kemudian.
Tommy sudah tertidur lelap di kamarnya, sementara Rena masih asik menonton televisi di ruang tengah. Tak lama kemudian terdengar suara bel berbunyi di apartemen mereka, Rena langsung bergegas untuk membukakan pintu dan kini di hadapannya sudah ada Rio yang sejak tadi sudah tidak sabar ingin bertemu dengannya.
"Sayang, kamu lama banget sih". Gumam Rena dan langsung memeluk laki-laki tersebut.
"Aku juga udah gak sabar pengen ketemu kamu, suami kamu gimana? Udah tidur?". Tanya laki-laki tersebut.
"Udah dong mas, jadi kita bisa bebas buat berduaan. Lagian kan sekarang dia udah gak bisa ngapa-ngapain selain cuma tiduran terus di kasur". Gerutu Rena sambil tertawa.
Rena pun segera mengajak Rio untuk masuk, tanpa pikir panjang laki-laki tersebut segera berjalan mengekori Rena lalu memeluk Rena dari belakang dan membisikkan kata-kata yang membuat hati Rena bergetar mendengarnya.
"Sayang, aku rindu". Gumam laki-laki tersebut.
Dengan cepat Rena segera membalik kan tubuhnya lalu memeluk Rio erat, lalu mengecup pipi kanan Rio. Sementara itu di lain tempat Tommy yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya karena terusik dengan suara rintihan perempuan mencoba untuk memastikan apakah yang ia dengar adalah suara istrinya atau ia hanyalah mengigau.
Kini ia benar-benar yakin jika suara yang ia dengar adalah suara Rena, Tommy benar-benar tidak percaya jika Rena tega menodai pernikahan mereka.
Tega sekali kamu Rena menodai pernikahan kita. Padahal kamu melihat kondisi aku saat ini benar-benar tidak berdaya, tapi kamu sudah seenaknya membawa laki-laki lain masuk ke dalam rumah. Gumam Tommy dalam hati.
Karena kesal Tommy memaksakan diri untuk turun dari tempat tidur, ia langsung menjatuhkan dirinya ke lantai. Lalu berusaha berjalan dengan sekuat tenaga dengan cara menyeret tubuhnya secara perlahan. Setelah ia sampai di depan pintu kamar, Tommy benar-benar shock melihat Rena yang sedang asik bercumbu rayu dengan sahabatnya sendiri yang tak lain adalah Rio.
Sontak Tommy langsung naik pitam dan ingin menghajar Rio, namun apa daya dirinya tidak sanggup untuk melakukan itu semua. Tommy berusaha memanggil nama Rena dengan nada terbata-bata. Rena dan Rio yang menyadari akan hal itu, langsung menyudahi permainannya.
"Mas Tommy". Ujar Rena panik.
"Ku-rang aa-jar ka-mu Re-na". Gumam Tommy terbata-bata.
Rena menarik nafas panjang. "Yaudahlah karena kamu juga sudah tau mas, jadi aku bongkar semua rahasia aku sama Rio. Jadi aku nikah sama kamu itu adalah karena sebuah misi kita berdua, karena aku cuma mau harta kamu mas. Jadi aku pikir sekarang sudah waktunya ya untuk aku pergi dari sini bersama Rio, karena kamu udah gak bisa di harapkan lagi. Kamu tenang aja mas, aku udah siapin surat cerai kita jadi aku hanya butuh cap jari kamu aja mas". Tegas Rena.
"Duh Tom sorry ya, sebenernya gue sih gak tega ngelakuin ini sama lo. Tapi apa daya semua ini karena juga sikap lo yang sangat semena-mena sama bawahan lo, jadi anggap aja ini karma buat lo tom. Kan dulu lo juga pernah ngelakuin hal yang sama ke mantan istri lo Sabila, waktu Sabila kena stroke lo juga bawa almarhumah kakak ipar lo kan terus lo tidur juga sama diakan". Ujar Rio sambil tertawa.
Mendengar ucapan Rio membuat hati Tommy bak tertusuk sembilu, menurutnya apa yang di katakan oleh Rio ada benarnya juga.
Astagfirullahaladzim, apa yang dikatakan Rio memang benar. Gumam Tommy dalam hati tanpa ia sadari air matanya telah jatuh membasahi pipinya.
Sementara Rena langsung memaksa Tommy untuk memberikan cap jari di surat cerainya, namun sekuat tenaga Tommy menolak untuk memberikan tangannya pada Rena. Melihat Rena yang mulai kewalahan, Rio langsung turun tangan untuk membantu Rena. Rio segera mengarahkan ibu jari Tommy ke dalam tinta yang sudah Rena persiapkan, lalu menempelkannya pada selembar kertas yang sudah berisikan namanya.
"Setelah menunggu beberapa lama akhirnya masa penantianku datang juga". Gumam Rena tertawa terbahak-bahak. "Sudah mas biarkan saja dia tidur di lantai, mendingan sekarang kamu bantuin aku untuk berkemas lalu kita pergi dari sini". Sambung Rena.
Rio langsung mengiyakan ucapan Rena, dan segera membantu Rena untuk mengemasi barang-barangnya. Sementara Tommy hanya bisa termenung di lantai sambil melihat perlakuan istrinya terhadapnya.
Rena tega kamu berbuat itu sama aku, istri durhaka kamu Rena. Teriak Tommy dengan nada bicara yang tak beraturan.
Dan hal tersebut membuat Rena kesal mendengarnya dan langsung memaki Tommy.
"Kamu ini berisik banget sih mas, masih untung aku gak racunin kamu". Gerutu Rena.
Tak lama kemudian suara bel berbunyi, namun Rena mengabaikan bel tersebut dan enggan untuk membukakan pintu. Namun suara bel terus menerus berbunyi dan hal tersebut membuat Rena kesal dan akhirnya bergegas untuk membukakan pintu. Rena terbelalak ketika melihat kakak iparnya sudah berada di hadapannya.
"Mas Rahman, ada apa mas malam-malam kemari?". Gumam Rena.
Namun tak lama kemudian Tommy berteriak untuk meminta pertolongan dari Rahman.
"Loh itu suara Tommy kan? Tommy kenapa Ren?". Tanya Rahman.
"Biasa mas, dia emang suka teriak-teriak begitu". Sahut Rena malas.
Namun Rahman tak menghiraukan ucapan Rena, lalu Rahman segera merangsak masuk ke dalam untuk melihat keadaan sang adik. Rena yang tak kuasa menahan Rahman agar tidak bisa masuk ke dalam akhirnya menyerah karena kewalahan.
Rahman shock ketika melihat sang adik sudah tergeletak di depan pintu kamarnya. Rahman langsung menghampiri Tommy untuk membantunya, namun Rahman semakin tercengang ketika melihat seorang pria berada di dalam kamar sang adik.
"Siapa kamu? Kenapa kamu ada di kamar adik saya?". Bentak Rahman.
Sementara Rena segera bergegas menghampiri mereka. "Ngapain Mas Rahman bentak pacar aku?". Ujar Rena.
"Apa?! Pacar? Apa kamu sudah gila Rena? Suami kamu ini sakit dan sekarang kamu malah tega bermain api secara terang-terangan di depan suami kamu sendiri. Istri macam apa kamu Rena, bakalan durhaka kamu kalau begini caranya". Tegas Rahman.
"Alah, udah deh mas. Mulai saat ini aku sama Mas Tommy udah gak ada hubungan apa-apa lagi, karena aku akan segera mengurus perceraian aku sama adik kamu yang udah gak bisa apa-apa". Seru Rena. "Ayo sayang, bawain barang-barang aku. Gak ada gunanya juga kita disini lama-lama". Sambung Rena yang langsung meraih tasnya dan segera bergegas pergi dari hadapan Rahman dan juga Tommy.
Sementara Rahman langsung memapah sang adik menuju tempat tidur, Rahman benar-benar prihatin melihat keadaan sang adik saat ini.
♡♡♡
Rena dan Rio baru saja tiba di rumah milik Rena yang di belikan oleh Tommy. Mereka berdua langsung merebahkan tubuhnya di sofa, ia merasa puas atas hasil yang telah ia dapatkan di akhir penantiannya.
"Akhirnya apa yang telah kita rencanakan semuanya berhasil ya sayang". Gumam Rena.
"Iya sayang, kamu benar-benar bagus dalam memainkan peran". Sahut Rio.
"Iya dong, Rena kok di lawan. Oh ya sayang uang penjualan apartement sudah di transfer sama orangnya ke rekening kamu. Jadi kapan kita bisa menggelar pernikahan kita?". Gumam Rena.
"Soal pernikahan nanti dulu lah, kita nikmatin aja dulu hartanya Tommy. Sambil kamu urus perceraian kamu sama dia, kalau semuanya sudah selesai baru kita omongin rencana pernikahan kita". Sahut Rio.
"Iya, kamu benar juga sayang. Yaudah kalau begitu besok aku akan urus perceraian aku ke pengadilan, karena lebih cepat lebih baik". Ujar Rena sambil tertawa.
Sementara Rio juga ikut tertawa sambil bergegas menghampiri Rena dan langsung memeluknya, malam ini mereka berdua akan menghabiskan waktu bersama tanpa ada yang mengganggu.
"Sayang, terimakasih atas kerja keras kamu selama ini". Gumam Rio yang langsung memeluk Rena dan tersenyum di balik wajah Rena.
♡♡♡
Sabila baru saja selesai menunaikan shalat isya, tak lama kemudian ponsel miliknya berdering. Sabila segera meraih ponselnya dan menjawab panggilan telepon dari Rahman. Sabila di buat terkejut ketika Rahman menceritakan apa yang baru saja menimpa Tommy.
Setelah lima menit berselang sambungan telepon mereka pun terputus. Sabila tidak menyangka jika mantan suaminya harus mengalami nasib yang sama seperti apa yang ia rasakan dahulu. Sabila justru iba dan memutuskan untuk datang ke Jakarta menjenguk Tommy.
Tanpa pikir panjang Sabila segera mengemasi barang-barangnya yang akan ia bawa ke Jakarta. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan di pintu kamarnya, Sabila segera menyuruh orang tersebut masuk. Santi yang melihat ibu angkatnya sedang sibuk mengemasi barang-barangnya langsung menghampiri sang ibu.
"Loh, ibu mau kemana?". Tanya Santi bingung.
"Ibu mau ke Jakarta, mau nengokin Mas Tommy. Kasihan dia lagi sakit stroke". Sahut Sabila.
"Apa?! Ibu mau nengokin Pak Tommy? Apa aku gak salah denger bu? Untuk apa bu? Apa ibu lupa kekejaman bapak terhadap ibu?". Seru Santi.
Sabila menghentikan sejenak aktivitasnya. "Santi, mau sejahat apapun perlakuan orang terhadap kita, kalau bisa kita jangan sampai membalas dengan kejahatan juga. Apalagi orang tersebut sekarang sedang sakit dan ia hanya butuh doa dari kita untuk kesembuhannya". Ujar Sabila.
"Tapi bu, aku gak terima karena dulu bapak sudah sangat jahat sekali sama ibu. Bapak sudah menelantarkan ibu sewaktu ibu sakit". Gumam Santi.
Sabila tersenyum. "Ibu sudah memaafkan semua kesalahan yang pernah bapak lakukan terhadap ibu, jadi ibu sudah lupain semuanya dan sekarang ibu hanya melakukan tugas ibu sebagai saudara sesama muslim".
Santi menghela nafas panjang, ia masih tidak percaya jika ibu angkatnya tersebut memiliki hati yang sangat mulia. Keesokan harinya Sabila segera bergegas menuju bandara, ia sengaja memilih penerbangan pagi hari agar sampai di Jakarta sebelum tengah hari. Sabila merasa sangat gelisah karena hari ini ia harus kembali berhadapan dengan mantan suaminya.
Sabila memutuskan untuk tidur sejenak sepanjang perjalanannya di udara. Ia ingin menenangkan pikirannya sebelum ia benar-benar bertemu dengan Tommy. Setelah mengudara kurang lebih empat puluh lima menit, Sabila baru saja mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, ia segera bergegas untuk menemui Rahman yang sudah menunggunya di pintu kedatangan.
Akhirnya mereka berdua bertemu, Rahman segera meraih koper milik Sabila lalu memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Rahman segera bergegas membuka kan pintu untuk Sabila dan mereka berdua langsung menuju ke apartemen Tommy.
"Gimana keadaan Mas Tommy sekarang, mas?". Tanya Sabila.
Rahman menghela nafas panjang. "Kondisi Tommy sangat memprihatinkan, ia tidak bisa berjalan. Seluruh tubuhnya kaku, malah stroke yang Tommy derita lebih parah dari yang pernah kamu alami dan yang lebih parahnya lagi Rena pergi bersama laki-laki lain di saat kondisi Tommy seperti itu".
"Kasihan Mas Tommy, aku pikir Rena bisa menjadi istri yang baik untuk Mas Tommy". Gumam Sabila.
"Mungkin ini karma untuk Tommy yang dulu pernah menyianyiakan kamu". Sahut Rahman.
"Astagfirullahaladzim, jangan berkata seperti itu mas. Ingat bagaimanapun juga Mas Tommy itu adalah adik kamu". Seru Sabila.
Rahman pun hanya menghela nafas dan langsung melajukan mobilnya, tak lama kemudian mereka berdua tiba di apartemen Tommy. Hati Sabila sedikit bergetar ketika akan turun dari dalam mobil. Sudah lama ia tidak bertatap muka langsung dengan mantan suaminya setelah bercerai. Sabila menghela nafas, ia mencoba untuk menguatkan hatinya.
"Sabil, kamu kenapa?". Tanya Rahman lirih.
"Aku gak apa-apa mas, yaudah yuk kita turun". Sahut Sabila.
Rahman pun segera turun dan mengambil koper milik Sabila yang berada di bagasi mobil. Kemudian mereka berdua langsung bergegas menuju lift untuk menuju kamar Tommy.
Kuatkan aku, ya Allah. Gumam Sabila dalam hati.
Pintu lift terbuka, Sabila segera melangkahkan kakinya secara perlahan. Ia berjalan mengekori Rahman di belakangnya, setelah sampai di depan pintu kamar Tommy, Hati Sabila kembali berdegup tidak karuan. Aliran darahnya seperti mengalir cepat keseluruh tubuh, telapak tangannya mulai mengeluarkan keringat dingin.
"Sabila, ayo masuk. Apa yang kamu tunggu disana?". Ujar Rahman.
Ucapan Rahman seketika membuyarkan lamunan Sabila, tanpa pikir panjang ia langsung masuk ke dalam dan kembali berjalan mengekori Rahman. Mata Sabila berbinar kemudian, ia tidak tega melihat pemandangan di depan matanya yang begitu menyayat hati.
Di lihatnya Tommy yang sedang tertidur pulas dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Tubuhnya kurus seperti tak terawat, aura wajahnya seperti layu sementara bibirnya kaku akibat penyakit stroke yang di deritanya.
"Mas Tommy". Ujar Sabila lirih sambil memegang punggung tangan kiri Tommy.
Tak lama kemudian Tommy yang mendengar suara Sabila, mulai membuka matanya secara perlahan. Pandangannya masih kabur, ia tidak bisa melihat dengan jelas orang yang ada di hadapannya. Tommy mencoba untuk mengerjapkan kedua matanya sekali lagi, lalu ia buka kembali secara perlahan. Ia sedikit terkejut ketika pandangannya sudah jernih, dilihatnya mantan istrinya sudah berada di hadapannya.
"Sa-bila". Ujar Tommy terbata-bata.
"Iya mas, ini aku Sabila". Sahut Sabila lirih sambil menahan airmatanya.
Sementara Rahman yang melihat pemandangan tersebut, tak kuasa menahan air matanya. Ia tidak menyangka jika Sabila memiliki hati yang besar dan mau menemui adik kandungnya walaupun mereka berdua telah resmi berpisah.
"Sa-bila kenapa kamu kesini? Aku sudah jahat sama kamu, apa kamu akan menertawakan kondisi aku saat ini?". Gumam Tommy terbata-bata.
Air mata Sabila semakin membasahi kedua pipinya. "Aku datang kemari ikhlas untuk menjenguk kamu mas, bukan untuk menertawakan kondisi kamu. Aku sudah memaafkan semua kesalahan kamu, jadi kamu gak usah ungkit-ungkit hal itu lagi mas".
Tommy semakin terisak masih tidak percaya, orang yang dulu pernah ia abaikan justru masih memiliki kepedulian terhadapnya. Sementara itu istri yang selalu ia banggakan malah tega melukai hatinya dan memilih pergi bersama lelaki lain.
"Sabila terimakasih, kamu sudah memaafkan aku. Aku menyesal sudah mengabaikan kamu". Gumam Tommy terisak.
"Sudah mas, jangan di bahas lagi ya. Aku buatin bubur ya mas, setelah itu kamu makan dan minum obat. Aku yakin kamu pasti sembuh mas". Ujar Sabila.
Sementara Tommy hanya menganggukkan kepalanya, Sabila segera bergegas pergi menuju dapur untuk membuatkan bubur. Sabila terbelalak ketika melihat stok bahan makanan di dapur sama sekali tidak ada.
Astagfirullahaladzim, bagaimana bisa tidak ada stok makanan sedikitpun. Lalai sekali tugas Rena sebagai istri, pantas saja tubuh Mas Tommy sekarang sangat terlihat kurus, karena Rena tidak pernah mengurusnya. Gumam Sabila.
Tak lama kemudian Rahman datang menghampiri Sabila. "Sabil, apa kamu butuh bantuan?". Tanya Rahman.
"Sepertinya aku butuh untuk membeli beberapa kebutuhan dapur mas, aku gak abis pikir kenapa Rena tidak membeli beberapa stok makanan. Bahkan beras pun tidak ada, mas". Gumam Sabila.
Rahman menghela nafas. "Aku pun juga berpikir sepertimu saat kemarin, yasudah kalau begitu biar aku beli dulu bahan-bahan makanan yang kamu perlukan, kamu butuh apa saja?".
"Biar aku saja yang pergi untuk membelinya mas, aku gak bisa jika harus berdua di sini hanya berdua dengan Mas Tommy". Sahut Sabila.
"Astaga, maafkan aku Sabila. Yasudah kalau begitu pakai kartu kredit ini untuk berbelanja". Ujar Rahman sambil menyerahkan kartu kredit miliknya pada Sabila.
"Baik mas, terimakasih. Kalau begitu aku pamit keluar dulu untuk berbelanja". Gumam Sabila dan langsung bergegas pergi dari hadapan Rahman.
Sementara Rahman kembali menghampiri Tommy, di lihatnya wajah sang adik yang seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Ada apa Tommy? Apa ada yang ingin kamu sampaikan?". Tanya Rahman.
"Apa tadi Sabila kamu jemput di bandara, mas?". Sahut Tommy terbata-bata.
"Iya, aku jemput dia di Halim. Aku gak nyangka ternyata Sabila benar-benar baik, dia mau nengokin kamu dan juga berniat untuk mengurus kamu". Gumam Rahman.
"I-ya mas, aku benar-benar menyesal pernah mengabaikan Sabila mas". Sahut Tommy.
"Justru yang terabaikan malah memiliki hati yang tulus dan ia juga tidak menyimpan dendam walau pernah di abaikan". Seru Rahman.
"Iya kamu benar mas, kini Sabila malah datang untuk merawat aku dan istriku sendiri malah pergi mencampakkan aku". Gumam Tommy lirih.
Sementara Rahman mencoba untuk menguatkan sang adik agar tidak kembali bersedih. Rahman tau betul bagaimana penyesalan yang sedang dirasakan oleh adiknya.
♡♡♡
Sabila masih sibuk memilih beberapa bahan makanan, sampai pada akhirnya tanpa sengaja seseorang menabrak keranjang belanja miliknya. Orang tersebut langsung meminta maaf pada Sabila, sampai pada akhirnya Sabila terbelalak melihat seseorang yang ada di hadapannya.
"Aduh bu, maaf ya saya gak sengaja". Gumam orang tersebut.
"Iya gak apa-apa". Ujar Sabila sambil merapikan kembali posisi keranjang belanja miliknya. "Rio, Rena? Kalian kok?". Sambung Sabila.
"Iya Sabil, kamu apa kabar?". Tanya Rio.
"Alhamdulillah aku baik, Rio kamu kok bisa sama Rena? Ren, suami kamu lagi sakit loh. Kenapa kamu malah asik sendiri di sini?". Seru Sabila.
Rena menghela nafas. "Aku kasih tau sama kamu ya Sabila, Tommy itu bukan suami aku lagi. Jadi kalau kamu mau balikan lagi sama Tommy, silahkan saja, saya sudah tidak butuh dia".
"Astagfirullahaladzim, istighfar Rena. Bagaimanapun Mas Tommy itu suami kamu atau jangan-jangan kamu itu selingkuh ya sama Rio?". Gumam Sabila.
"Rio emang pacar aku dari dulu, Mas Tommy aja yang bodoh mau aku bohongin. Yaudah yuk sayang kita pergi, ngapain juga kita disini lama-lama". Seru Rena dan langsung bergegas pergi dari hadapan Sabila.
Astagfirullahaladzim, bisa-bisanya Mas Tommy masuk ke dalam perangkapnya mereka berdua. Semoga Allah mengampuni mereka. Gumam Sabila dan meneruskan kembali aktivitas belanjanya.
Sementara itu di lain tempat, Rena dan Rio baru saja tiba di rumah milik Rena yang di belikan oleh Tommy, Rena langsung merebahkan diri di atas sofa. Sementara Rio masih sibuk memindahkan plastik yang berisi belanjaan mereka berdua.
"Sayang, bantuin dong kok kamu malah udah enak-enak tiduran sih". Gumam Rio.
"Udahlah sayang, kamu sendiri juga bisakan. Aku cape banget nih, seharian keliling ngabisin duit". Gerutu Rena.
Sementara Rio hanya menghela nafas dan langsung bergegas memindahkan semua belanjaan mereka.
"Akhirnya selesai juga, sayang kenapa sih tadi kamu jutek banget sama Sabila. Lagi pula apa yang di katakan sama Sabila itu ada benarnya juga loh sayang, suami kamu itu sedang sakit kenapa juga kamu malah pergi sama laki-laki lain". Gerling Rio.
"Kamu apaan sih, suami macem apa kaya gitu? Udah gak bisa apa-apa dan gak menghasilkan apa-apa lagi". Gumam Rena.
"Terus nanti kalau misalnya kita udah nikah terus aku sakit-sakitan dan gak bisa menghasilkan uang berarti kamu juga pergi ninggalin aku dong?". Tanya Rio.
Mendengar ucapan Rio seperti itu Rena segera bergegas menghampiri Rio. "Kamu kok ngomongnya begitu sih sayang, ya nggaklah. Aku kan sayang dan cinta sama kamu". Gumam Rena.
"Hmmm.. Ya kali aja kamu khilaf dua kali, kan hati orang gak ada yang tau". Ujar Rio.
"Udah ah kamu jangan ngomong gitu lagi". Sahut Rena dan langsung mendekapkan tubuhnya ke tubuh Rio.
Sementara Rio hanya bisa tersenyum licik sambil membatin, lalu ia membalas pelukan Rena lebih erat lagi. Dan tak lupa juga melayangkan kecupan kecil di kening Rena.