Chereads / Jangan Rebut Suamiku / Chapter 2 - Part 1 - Cinta Tak Bersyarat

Chapter 2 - Part 1 - Cinta Tak Bersyarat

Sabila

Aku sedang sibuk berkutat dengan beberapa kuas make up yang akan merias wajah ku dengan senatural mungkin. Ku raih bedak padat milikku dan mulai memakainya secara merata di wajah ku, lalu ku raih lip cream berwarna soft pink yang akan mempertegas bibir mungil ku yang memang terlihat manis jika memakai lip cream berwarna soft.

Sementara itu di luar kamar, beberapa orang sedang sibuk menata hidangan prasmanan untuk tamu spesial keluarga ku yang baru saja tiba dari Jakarta. Tamu spesial tersebut adalah keluarga besar Bapak Abdi Permana, singkat cerita Pak Abdi adalah sahabat karib bapak ku semenjak mereka masih berumur satu tahun.

Mereka berdua masih berhubungan baik walaupun jarak memisahkan keduanya, keluarga Pak Abdi telah hijrah ke Jakarta sejak lima belas tahun silam. Sementara bapak ku masih tetap tinggal di kota kelahirannya yaitu Yogyakarta. Keluarga Pak Abdi baru saja tiba dua hari yang lalu di Jogja, ia datang bersama istri, anak beserta menantunya yang bernama Laras.

Laras adalah menantu pertama di keluarga Permana, ia menikah dengan anak sulung keluarga Permana yang bernama Rahman Permana. Mereka baru saja menikah satu tahun yang lalu, namun sampai saat ini mereka berdua belum di karuniai momongan. Sementara anak bungsu keluarga Permana yang bernama Tommy Permana akan di jodohkan dengan ku.

Aku dan Mas Tommy sudah saling kenal tiga bulan yang lalu melalui orang tua kami masing-masing. Saat itu bapak ku sedang melakukan video call dengan Pak Abdi, lalu mereka berdua saling mengenalkan anak mereka satu sama lain. Dan sejak pertemuan singkat di video call tersebut, satu jam kemudian aku menerima pesan dari nomor yang tidak di kenal dan tak lain orang itu adalah Mas Tommy.

Dari situlah awal kami berkenalan dan malam ini kedua orang tua Mas Tommy datang untuk mengadakan acara lamaran antara aku dan Mas Tommy. Saat ini perasaan ku terhadap Mas Tommy sama sekali tidak ada yang spesial dan di antara kami berdua tidak pernah menjalin hubungan layaknya sepasang kekasih. Namun entah bagaimana perjodohan ini berawal, tapi yang jelas aku tau betul keputusan yang bapak ku ambil untuk menjodohkan ku dengan Mas Tommy adalah langkah yang tepat.

Bagaimana tidak, aku adalah anak perempuan tunggal di keluarga ini. Aku tidak memiliki kakak maupun adik, maka dari itu bapak tidak ingin jika putri semata wayangnya jatuh ke tangan orang yang salah. Bapak bisa yakin menjodohkan ku dengan Mas Tommy karena bapak tau betul bagaimana cara sahabatnya tersebut dalam hal mendidik anak.

Dengan mengucap bismillah, aku niatkan semua ini untuk ibadah dan juga bakti ku kepada kedua orang tuaku yang telah merawat ku dari kecil hingga saat ini. Ku dengar dari balik pintu kamar ku, sepertinya keluarga Mas Tommy sudah datang. Tak lama kemudian terdengar pintu kamar ku di ketuk oleh asisten rumah tangga ku yang bernama Mbok Sari.

"Nduk, Tamune wis teka kie. Koe arep metu ora?". Ujar Mbok Sari dengan gaya bahasa ngapak nya. (Nak, tamunya sudah datang ini. Kamu mau keluar tidak).

"Nggih mbok, tenggo sakedap nggih mbok". Teriak ku. (Iya mbok, tunggu sebentar ya).

Aku pun langsung berdiri di depan cermin untuk memastikan agar aku tidak salah kostum. Setelah penampilan ku di rasa aman, aku segera bergegas keluar dari dalam kamar untuk menemui kedua orang tuaku di ruang tamu.

"Nah, ini dia yang sudah di tunggu-tunggu dari tadi". Ujar Pak Abdi.

Aku pun tersenyum. "Nggih pak, pangapunten nggih dadi nunggu lama". (Iya pak, maaf ya jadi nunggu lama).

"Nggak apa-apa nduk, lagi pula kita juga baru saja sampai. Duh Cah Ayu, kamu saben dina makin ayu aja toh nduk". Seru Ibu Mas Tommy. (kamu makin hari makin cantik aja).

"Ibu bisa saja". Ujarku malu sambil bergeser ke sebelah untuk bersalaman dengan Rahman, Laras lalu Mas Tommy.

"Sabil gimana kabar kamu?". Tanya Mas Tommy.

"Alhamdulillah baik mas, kamu sendiri gimana kabarnya mas?".

"Aku juga baik, bahkan aku sangat bahagia karena mau di jodohkan dengan bidadari cantik pilihan orang tuaku". Gumam Mas Tommy.

Ucapan Mas Tommy pun mengundang gelak tawa bagi setiap orang yang mendengarnya. Sementara aku berusaha menyembunyikan rona merah di kedua pipiku agar orang lain tidak ada yang tau.

Acara malam ini pun terasa sangat khidmat karena kesimpulan dari pertemuan kedua keluarga ini adalah untuk membahas acara pernikahan ku dengan Mas Tommy yang bulan depan akan segera di langsungkan. Aku tidak tau harus bagaimana mengekspresikan untuk hal ini, karena sebenarnya aku memang tidak memiliki perasaan apapun terhadap Mas Tommy. Tapi bagaimana pun sebentar lagi aku akan segera menikah dengannya, jadi aku harus bisa untuk membuka hati dan belajar untuk mencintai calon suamiku.

#Kembali ke masa depan

#Satu Tahun Kemudian.

Satu bulan kemudian. (Terusan prolog)

Kamu tidak akan mengerti bagaimana rasanya jadi aku, yang harus menghabiskan banyak waktu diatas tempat tidur. Tidak bisa melaksanakan tugasku sebagai seorang istri dan kini harus suamiku yang mengambil peranku dalam mengurus rumah. Sungguh aku tidak bisa berlama-lama dalam kondisi seperti ini, aku ingin sembuh, aku ingin menjadi istri yang sempurna yang bisa merawat suamiku.

Tiba-tiba lamunan Sabila buyar ketika, Tommy suaminya datang menemuinya dikamar. "Sayang, makan dulu yuk. Tadi aku udah buatin bubur buat kamu, oh ya ini semuanya aku tim jadi kamu gak perlu khawatir tidak bisa mengunyahnya ya, kan dari kemarin kamu makannya buah-buahan dijus, nah sekarang kamu udah boleh makan yang berat-berat. Makanya aku buatin bubur tim". Ujar Tommy yang langsung meletakkan nampan berisi makanan di meja.

Hati Sabila sangat teriris, bagaimana tidak. Ia harus melihat suaminya yang tidak berpengalaman dalam memasak harus bisa melakukan semua untuknya. Airmata Sabila pun menetes membasahi kedua pipinya, sungguh dirinya benar-benar ingin sembuh.

"Sabil, kamu kenapa nangis? Kamu jangan nangis gitu dong, aku kan jadi sedih". Ujar Tommy

Namun airmata Sabila terus menerus keluar tiada henti. "Udah ya sayang jangan nangis lagi, coba aku tebak kenapa kamu jadi sedih gini. Kamu kedipin mata kamu satu kali kalau jawabannya iya dan kamu kedipin mata kamu dua kali kalau jawabannya tidak, kamu bisakan?". Gumam Tommy.

Sabila pun mengedipkan matanya satu kali, kemudian Tommy memulai pertanyaannya. "Kamu pasti terharukan melihat aku bisa masak?". Tanya Tommy antusias sambil memasang cengirannya.

Sabila pun mengedipkan matanya dua kali. "Loh kok nggak sih sayang? Terus apa dong?". Ujar Tommy sambil berpikir kembali, namun airmata Sabila kembali menetes.

"Kok kamu malah nangis lagi sih sayang". Ujar Tommy yang langsung menyeka air mata Sabila. "Kamu sedih karena melihat kondisi aku yang harus bertukar peran untuk merawat kamu, sayang?". Tanya Tommy lirih.

Sabila pun mengedipkan mata sekali yang kemudian di ikuti oleh tetesan airmatanya yang semakin banyak.

"Ya ampun sayang. Kamu kenapa harus sedih? Aku ikhlas menjalani semua ini, kamu jangan khawatir ya". Ujar Tommy yang langsung mengusap kepala istrinya lalu mengecup keningnya. "Dengarkan aku ya sayang,  cintaku ini tanpa syarat. Aku mencintaimu segenap hati dan jiwaku, aku tidak pernah mempermasalahkan bagaimana kondisi kamu? Yang terpenting bagi aku adalah kamu sembuh sayang".

Sabila pun mengedipkan kembali kedua matanya sebanyak satu kali, dirinya benar-benar bersyukur karena suaminya sangat bertanggung jawab atas dirinya. Sabila tidak tau lagi bagaimana nasibnya jika tidak memiliki suami seperti Tommy.

Tak lama kemudian terdengar bunyi suara bel, Tommy langsung bergegas untuk membukakan pintu. "Tunggu sebentar ya sayang, sepertinya ada tamu". Ujar Tommy yang langsung bergegas menuju ruang tamu.

Assalamualaikum.

"Waalaikumsalam, bapak, ibu, kak Laras. Kapan kakak kembali ke Indonesia kak, mas Rahman mana kak?". Tanya Tommy antusias.

"Aku baru sampe dua hari yang lalu, mas Rahman masih sibuk sama bisnisnya. Rencananya dia akan kesini dua bulan lagi, sekalian mau urus paspor dan dokumen lainnya. Nah pas aku denger dari bapak sama ibu kalau Sabila sakit makanya aku minta antar bapak sama ibu untuk jenguk Sabila, tapi maaf ya aku baru sempat kesini sekarang. Soalnya dua hari kemarin aku jetlag, gak bisa ngapa-ngapain jadinya". Ujar Laras.

Tommy tersenyum. "Iya gak apa-apa kak, kakak datang kemari untuk jenguk Sabil aja aku udah seneng banget apalagi kalau sama mas Rahman juga tambah seneng aku". Gumam Tommy.

"Keadaan Sabil gimana Tom? Apa sudah ada perkembangan selama satu bulan ini?". Tanya sang ibu.

"Belum bu, doakan saja untuk kesembuhan Sabila. Yaudah yuk bu, pak, kak kita masuk, Sabil ada dikamar". Ujar Tommy yang langsung mengajak keluarganya menemui Sabil.

Sabila pun mendengar suara seseorang berjalan menuju kamarnya,  ia mengenali suara mereka. Itu adalah bapak dan ibu mertuanya, tapi ada suara perempuan juga yang sepertinya tak asing bagi Sabila. Itu seperti suara kakak iparnya Laras, istri dari kakak suaminya. Tapi setaunya Laras berada di Amerika bersama suaminya, mas Rahman.

Tak lama kemudian Tommy membuka pintu kamar dan memberitahu kedatangan mereka. "Sayang, coba lihat siapa yang datang nih. Ada bapak, ibu dan kak Laras. Kak Laras baru sampe dua hari yang lalu loh dan sekarang dia kemari untuk jenguk kamu". Ujar Tommy.

"Hai Sabila, apa kabar? Aku turut prihatin ya dengan apa yang sedang menimpamu, aku doakan semoga kamu cepat sembuh ya". Ujar Laras yang langsung mengecup kedua pipi Sabila.

"Nak, jangan lupa ya diminum obatnya. Ibu yakin kamu pasti sembuh". Gumam sang ibu mertua sambil mengelus-elus tangan Sabila.

Kali ini kebahagiaan Sabila benar-benar lengkap, selain ia memiliki suami yang super sabar dan selalu perhatian pada dirinya. Ia juga memiliki mertua yang juga sangat menyayanginya, Sabila tak henti-hentinya mengucap syukur di dalam hati.

Kasian banget sih Tommy, harus ngurus mayat hidup kaya gini. Kenapa gak mati aja sekalian, dari pada hidup tapi malah nyusahin banyak orang kaya gini. Gumam Laras dalam hati.