💝💝💝
Dua jam kemudian Dokter Hendry datang bersama sebuah ambulance tertutup. Pak Junaid dan warga sekitar terkejut mendapati Dokter Arjuna diangkut dengan ambulance tersebut. Ayushita pun ikut untuk pemeriksaan kondisi sekaligus karantina sementara. Tetapi Dokter Hendry melarang mereka mendekati Dokter Arjuna maupun Ayushita.
Firdalah yang menjelaskan situasinya karena sebelum Dokter Hendry tiba Ayushita telah menelepon Firda dan menceritakan apa yang telah terjadi.
Setiba di RSUD ibukota kabupaten Arjuna langsung dibawa ke dalam ruangan pemeriksaan khusus sedangkan Ayushita digiring ke ruangan lain untuk menjalani berbagai prosedur pemeriksaan yang mungkin tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan pada Arjuna. Hasil rapid test akan diketahui beberapa hari ke depan, paling cepat tiga hari sehingga Ayushita harus menginap di rumah sakit.
Ponsel Ayushita berdering. Dari Firda.
"Assalamu'alaikum," sapa Ayushita.
"Wa'alaikumussalam. Bagaimana keadaanmu, Sit?" tanya Firda dengan nada cemas.
"Aku baik-baik saja, Fir. Tadi habis jalani rapid test. Suhu tubuhku masih normal, tidak ada perubahan dan tidak ada tanda-tanda akan demam atau pilek. Insyaallah aku baik-baik saja,"
"Syukurlah. Lalu, bagaimana dengan Dokter Arjuna?" tanya Firda lagi.
"Aku tidak tahu Fir. Tadi dia langsung dibawa oleh Dokter Hendry sedangkan aku ditangani oleh tim medis lain. Aku juga cemas dengan keadaannya Fir," Ayushita pun tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.
"Semoga Dokter Arjuna baik-baik saja. Kami di sini sangat mencemaskan kalian berdua. Kami bertetangga tapi kami tidak tahu kalau dia sakit. Jadi, kamu belum bisa pulang?" ujar Firda.
"Belum, Fir. Aku tunggu hasil tes juga ingin tahu kondisi Dokter Arjuna dulu. Mungkin tiga hari baru bisa keluar dari ruang isolasi. Mungkin besok ponselku tidak aktif karena aku tidak bawa charger." pinta Ayushita.
"Oke. Baik-baik di sana ya! Semoga kalian tidak kenapa-napa," kata Firda..
"Terima kasih atas doanya Fir. Assalamu'alaikum."
Ayushita lalu duduk di atas tempat tidur, termenung memikirkan keadaannya sekarang. Bahkan kondisi Dokter Arjuna mungkin lebih parah. Kedua tangan Ayushita saling menggenggam erat dan dalam hati dia terus berdoa semoga tidak terjadi hal fatal terhadap Dokter Arjuna.
Tiba-tiba pintu ruang rawat Ayushita diketuk. Ayushita mengangkat wajahnya dan tampaklah Dokter Hendry berdiri di depan pintu. Pria itu tersenyum ke arah Ayushita.
"Bagaimana kondisi Dokter Arjuna, Dok?" tanya Ayushita sembari langsung berdiri.
Dokter Hendry menghampiri gadis itu.
"Kita belum sempat berkenalan dengan benar. Saya Dokter Hendry. Anda Nona Ayushita, kan?" tanya Dokter Hendry.
"Iya. Saya Ayushita, Dok. Panggil Sita saja." Ayushita berusaha tersenyum meskipun masker menutupi senyum itu.
"Saya mengucapkan terima kasih karena Nona Sita ada pada saat situasi genting yang dihadapi Dokter Arjuna. Sehingga dia segera mendapatkan penanganan medis. Meskipun kami adalah orang-orang yang berkecimpung di dunia kesehatan dan paham dengan situasi yang sedang kami hadapi, tapi hal itu tidak membuat kami terhindar dari kontaminasi virus atau bakteri," papar Dokter Hendry panjang lebar.
"Apakah hal buruk terjadi pada Dokter Arjuna?" tanya Ayushita dengan gurat kekhawatiran yang sangat dalam.
Dokter Hendry mengamati raut wajah gadis di depannya. Cantik dan lembut. Dan ada ekspresi cemas di sana. Apakah dia benar-benar mengkhawatirkan Dokter Arjuna? Maka betapa beruntungnya dokter jones itu. Setelah sekian lama menjomblo tanpa peduli untuk mencari pasangan atau sekedar pacar, akhirnya ada juga seorang gadis yang mengkhawatirkannya. Mungkin mereka berdua benar-benar dekat karena gadis itu yang menemani Dokter Arjuna di sana.
Seketika rasa ingin tahu Dokter Hendry tergelitik. Dia ingin tahu seberapa jauh hubungan dua anak muda itu. Dan bagaimana perasaan Dokter tampan itu pada gadis manis ini.
"Ekhm. Sebenarnya saya belum bisa menjelaskan apa pun pada Nona Sita karena hasil tes belum keluar meskipun ini sudah beberapa jam. Harap Nona Sita bersabar dan berdoa semoga tidak terjadi hal buruk ... yah something like that pada Dokter Arjuna. Kami akan mengusahakan yang terbaik," Dokter Hendry berusaha menenangkan Ayushita.
"Boleh saya melihatnya, Dok. Sebentar saja kalau boleh," mohon Ayushita. Dia berharap dia bisa melihat kondisi pria itu secara langsung.
"Sebenarnya Dokter Arjuna masih dalam masa observasi di ruang isolasi dan belum bisa dikunjungi. Tapi ..." Dokter Hendry menjeda sambil menatap lekat wajah Ayushita.
"Tapi apa, Dok?"
"Karena Nona Sita adalah seseorang yang "spesial" untuk Dokter Arjuna maka saya memberi kesempatan pada Nona untuk melihatnya," Dokter Hendry tersenyum simpul.
"Maaf, Dok. Tapi saya bukan orang "spesial" seperti dugaan Anda. Saya hanya temannya," sanggah Ayushita. Tapi tak urung pipinya merona disebut sebagai someone special bagi Arjuna.
"Oh maaf. Baiklah. Teman. Teman dekat ya hehehe," Dokter Hendry terkekeh. Ayushita hendak menyanggah lagi ketika Dokter Hendry mengajaknya bertemu Arjuna.
"Mau lihat Dokter Arjuna, kan? Ayo!" ajak dokter itu. Ayushita mengikuti langkah dokter ramah itu ke sebuah ruangan khusus yang benar-benar tertutup. Ada beberapa pintu dan beberapa petugas medis dengan pakaian yang juga sangat tertutup hilir mudik di sana.
Sesampainya di depan sebuah ruangan, Dokter Hendry berhenti dan berbalik ke arah Ayushita.
"Nona Sita tunggu di sini. Nona tidak bisa masuk tapi saya akan mengatakan pada Dokter Arjuna bahwa Nona Sita ada di sini," kata Dokter Hendry. Ayushita bingung dengan ucapan dokter itu namun tidak sempat bertanya karena sang dokter sudah masuk ke dalam ruangan meninggalkan dia sendiri di depan pintu. Dia harus sabar menunggu.
Sepuluh menit kemudian ponselnya berdering. Ayushita terkejut melihat nama Dokter Arjuna tertera di layar yang berpendar.
"Assalamu'alaikum. Dokter Arjuna." Suara Ayushita bergetar menjawab panggilan telepon itu. Terdengar suara pria terbatuk-batuk di seberang sambungan telepon.
"Ayu. Ini aku Arjuna," jawab Arjuna dengan napas berat. "Bagaimana keadaanmu?"
"Mengapa Dokter mencemaskanmu jika keadaan Dokter tidak lebih baik dari saya," kesal Ayushita. Arjuna hanya terkekeh. Ayushita semakin meradang. Tanpa dia sadari matanya sudah berkaca-kaca.
"Saya lega jika kamu baik-baik saja. Dan saya sangat berterima kasih karena kamu sudah mengkhawatirkanku," Sekali lagi Arjuna terbatuk. "Maafkan saya."
"Mengapa Dokter meminta maaf?" tanya Ayushita semakin cemas. Dua bulir air matanya menetes. Berbagai pikiran negatif mulai berkecamuk di pikirannya.
"Karena sudah merepotkanmu. Saya juga- banyak salah sama kamu," Suara Arjuna terbata.
"Dokter jangan bilang seperti itu. Dokter akan sembuh," Ayushita mulai terisak.
"Hei! Mengapa kamu menangis. Ayu?" Suara Arjuna terdengar panik. Ayushita malah semakin tersedu.
"Ayu! Ayu, please! Jangan menangis. Hal-hal seperti ini wajar terjadi bagi kami pekerja medis. Dan kami harus siap dengan konsekuensi ini," ujar Arjuna. Ayushita masih tersedu. Entah mengapa hatinya sedih mendengar ucapan sang dokter. Hatinya seperti tidak rela jika terjadi sesuatu pada Arjuna.
"Ayu? Kamu masih di sana? Mendekatlah ke pintu dan menengoklah ke jendela kaca," pinta Arjuna.
Ayushita mendekat ke pintu. Di sana ada sebuah bingkai kaca tembus pandang persegi berukuran 30x30 cm. Saat Ayushita mendekatkan wajahnya ke bingkai kaca dia bisa melihat Arjuna sedang duduk bersandar di kepala ranjang sambil menempelkan ponsel di kupingnya.
Arjuna tersenyum padanya. Tubuhnya ditempel dengan berbagai selang yang terhubung pada alat-alat kesehatan yang Ayushita tidak tahu namanya.
"Ayu. Jangan cemaskan diriku. Dokter Hendry sudah melakukan penanganan cepat. Jagalah kesehatanmu," ucap Arjuna menenangkan gadis yang terus saja terisak.
"Bagaimana- bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi padamu?" kata Ayushita.
"Saya berharap hal itu tidak terjadi. Tapi ... jika memang hasil tes menunjukkan bahwa saya benar-benar sakit, saya tidak akan menyesal. Saya tidak akan pernah menyesal karena saya bahagia sudah mengenalmu, saya juga bahagia karena kamu sudah merawatku. Saya hanya menyesal jika tidak bisa mengatakan sesuatu padamu," tutur Arjuna. Pandangannya tidak lepas dari sosok Ayushita yang berdiri di depannya yang terhalang selembar daun pintu. Air mata terus mengalir di kedua pipi gadis itu.
"Ayu. Saya ingin mengatakan sesuatu. Maukah kamu mendengarkannya?"
Ayushita mengangguk seraya menyeka air matanya.
"Jika seandainya saya dinyatakan sakit parah. Jika saya tidak akan pernah bisa keluar dari tempat ini lagi ...," Arjuna menghela napas dalam sebelum melanjutkan. "Saya ingin kamu tahu, kalau saya menyukaimu. Tidak. Saya sangat dan sangat menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu. Ayu, saya ingin kamu mengetahui itu. Dan saya bahagia karena telah menyukaimu," ucap Arjuna dengan senyum yang tulus.
Ayushita tak bisa menahan tangisnya lagi. Gadis itu menutup mulutnya dengan sebelah tangan untuk meredam suara tangisnya. Setelah beberapa saat, Ayushita menyeka air matanya dan kembali menatap Arjuna di dalam sana. Seandainya mereka tidak terhalang pintu itu mungkin Ayushita akan menghampiri Arjuna dan memeluk pria itu untuk menghibur dan menguatkannya.
Ada rasa bahagia menelusup dalam sukmanya mendengar pengakuan hati dokter itu. Meskipun itu masih sebatas rasa suka namun Ayushita juga bahagia. Dia ingin memberikan harapan pada pria itu. Dia ingin pria itu memiliki semangat untuk sembuh sehingga nanti Arjuna bisa menyatakan kembali perasaannya dengan cara yang benar.
Setelah tangisnya sedikit mereda, Ayushita menempelkan sebelah tangannya yang masih terbalut kaos tangan pemberian Arjuna di permukaan kaca.
"Dokter Arjuna, saya mohon sembuhlah! Saya akan menunggumu," ucap Ayushita perlahan namun sangat jelas di dengar oleh Arjuna.
Arjuna tersenyum bahagia pada gadis itu.
"Baiklah. Tunggu aku, my love!"
Setelah itu Ayushita memutuskan sambungan telepon. Menatap Arjuna sesaat lalu berbalik bersandar di dinding dekat pintu. Air matanya kembali berderai. Hatinya benar-benar sedih membayangkan jika pria itu tidak akan pernah sembuh lagi.
Ayushita kemudian berjalan cepat kembali ke ruang rawatnya. Setelah meletakkan ponselnya di atas meja, Ayushita segera mengambil air wudhu dan menunaikan shalat Isya yang tertunda serta shalat sunat dua rakaat. Di setiap akhir shalatnya dia meminta pada Sang Khalik untuk memberikan keselamatan dan kesehatan pada semua orang-orang yang dicintai dan disayanginya.
'Hanya kepada-Mu ku pinta kebaikan dunia dan akhirat. Hanya kepada-Mu ku pinta kebahagiaan bersama orang-orang yang ku sayangi. Jika memang Engkau telah menautkan takdirku dengannya, ku pinta kemurahan-Mu untuk menyatukan kami dalam kebaikan. Kabulkanlah doaku, Ya Rabb.'
Hati Ayushita berdesir damai setelah memohon pada Tuhannya. Ada kelegaan terselip dalam jiwanya. Meski belum ada kepastian untuk hari esok, tetapi hatinya tetap berharap kesembuhan untuk Dokter Arjuna. Dia juga berharap yang terbaik untuk dirinya dan Arjuna.
Sudah saatnya dia membuka hatinya untuk cinta yang baru. Sudah saatnya dia memberikan kesempatan pada hatinya untuk merasakan kebahagiaan.
Bersambung ...
💝💝💝
Nb: part ini benar-benar drama ya, tapi sudahlah semoga pembaca sekalian tetap bisa menikmatinya.
Saya mengetik part percakapan romantis (kalau masuk kategori romantis sih) antara Arjuna dan Ayushita sambil dengar lagunya NSYNC "This I Promise You". Berasa cocok saja lagu itu jadi backsound.
Well Happy reading and please batu kuasa dan Komen 😉