***
Arjuna POV
Sejak di hari pertama aku menjejakkan kakiku di fakultas kedokteran, aku menyadari ada tanggung jawab yang sangat besar yang akan aku emban kelak. Tidak hanya menyelamatkan nyawa sesama manusia tetapi aku akan mempertaruhkan nyawaku sendiri di atas nyawa orang lain.
Ada banyak konsekuensi yang akan aku hadapi. Waktu bersama keluarga yang berkurang, bergulat dengan waktu dan kurangnya istirahat, dan belum lagi resiko rentan tertular virus atau bakteri saat lalai dalam prosedur perawatan. Nyawa setiap orang yang ditangani akan selalu diutamakan.
Beberapa bulan ini aku mengenal seorang gadis yang bukan hanya berparas cantik dan menawan, tetapi dia juga wanita lemah lembut tapi tangguh pertama yang aku temui dalam hidup. Dia pandai menyembunyikan perasaan sedihnya. Hatinya mudah tersentuh untuk menolong orang yang kesusahan. Dia pun rela bertarung nyawa untuk membela kebenaran dan menyelamatkan nyawa orang lain tanpa memandang status sosial.
Hingga tiba hari ini ketika aku dihadapkan pada situasi genting, kapanpun nyawaku bisa terenggut. Saat itu pula tiba-tiba untuk pertama kalinya aku merasa gentar. Bukannya aku tidak percaya bahwa hidup mati telah diatur oleh Sang Khalik, hanya saja saat aku melihat gadis itu begitu mengkhawatitkanku, aku seakan tak rela meninggalkannya.
Aku trenyuh melihatnya menangis. Setiap bulir air matanya yang jatuh terasa menghujamkan pedih di ceruk hatiku.
Aku ingin melindungi gadis itu. Menghapus kepedihan yang pernah merajai hatinya, membalut luka yang belum sembuh di hatinya, dan takkan kubiarkan dia menangis lagi.
Aku mulai menyukainya. Dan perlahan ada benih cinta tumbuh di hatiku. Sekuat apa pun aku menyangkalnya selama ini, tapi senyum tulus gadis itu telah menyemai benih cinta itu tanpa aku sadari.
Dan ketika air matanya jatuh melihatku tak berdaya seperti ini, aku merasa telah melanggar janjiku untuk tidak membuatnya menangis lagi. Aku akan menebusnya. Aku harus bisa sembuh untuk melindunginya dan membahagiakannya.
Terima kasih sudah mau menungguku, gadis lemahku.
***
Author POV
Arjuna masih menatap pintu setelah berbicara dengan Ayushita via telepon. Hatinya gamang. Berbagai macam perasaan campur aduk. Bahagia, tapi juga takut seandainya kali ini dia tidak bisa sembuh. Dia sungguh takut kehilangan Ayushita.
Tiba-tiba pintu terbuka dan Dokter Hendry masuk dengan pakaian perlindungannya.
"Hei, hei, hei! Mengapa melamun, hm?" seru Dokter Hendry seraya melambaikan tangan di depan Arjuna.
Arjuna mendengus kesal. Dokter Hendry hanya terkekeh melihat kekesalan juniornya tersebut. Dokter Hendry adalah partner kerja Arjuna di rumah sakit kota dan juga menjadi mentornya saat masih koas. Mereka sangat dekat dan saling mendukung satu sama lain.
"Nona Ayushita sangat cantik. Aku ingin tahu apakah dia sudah punya pacar atau belum," ujar Dokter Hendry.
"Dia bukan seperti gadis lain yang suka pacar-pacaran," sanggah Arjuna.
"Hmm ... kalau begitu dia belum punya pacar berarti aku ada peluang untuk mendekatinya," goda Dokter Hendry.
Arjuna langsung melotot ke arah partner kerjanya, "Jangan coba-coba. Ayushita bukan gadis gampangan. Dia pasti menolakmu. Lagi pula senior mau simpan dimana Kak Maria?" dengus Arjuna kesal.
Dokter Hendry terbahak.
"Sepertinya temanku ini benar-benar jatuh cinta pada Nona Ayushita."
"Jangan sembarangan ngomong ya. Siapa yang jatuh cinta?" sangkal Arjuna. Dia membuang muka menyembunyikan rona merah di wajahnya.
"Oh ya? Kalau memang tidak ada perasaan apa-apa maka aku bisa lega dan tidak merasa bersalah," ucap Dokter Hendry.
"Apa maksudmu?" tanya Arjuna.
"Tadi Nona Ayushita memberikan sekotak kue brownish padaku. Katanya itu dibuat untukmu. Tapi karena kamu masuk ruang isolasi dia kasi sama aku. Awalnya aku mau kasi kembali ke kamu. Tapi karena kamu bilang tidak punya perasaan suka sama dia jadi ... aku akan membawa pulang kue itu," pungkas Dokter Hendry.
"Apa? Dimana kotak kuenya?" Arjuna terbelalak mendengar penuturan seniornya.
"Ada di ruangan kerjaku. Kuenya enak. Bahkan mengalahkan rasa kue yang dijual di toko kue mahal. Terima kasih ya," ledek Dokter Hendry dan melangkah keluar.
"Hei, kembalikan! Itu kue untukku. Kembalikan!" teriak Arjuna frustasi. Dokter Hendry tertawa dengan seringai puas saat menutup pintu ruang isolasi.
Arjuna menggeram kesal karen telah dipermainkan oleh Dokter Hendry. Dia segera menelpon Ayushita untuk menanyakan tentang kebenaran kue tersebut. Tapi ponsel Ayushita tidak aktif. Arjuna langsung berteriak kesal.
"Awas kamu Hendry! Tunggu pembalasannku."
***
Tiga hari berlalu dalam ketidakpastian bagi Ayushita. Dia tidak khawatir dengan keadaan dirinya karena dia tidak mengalami gejala aneh atau perubahan suhu tinggi pada tubuhnya.
Yang tidak ada kepastian adalah kondisi Arjuna. Selama tiga hari ini pula Dokter Hendry tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Padahal Ayushita sudah tidak sabar ingin menanyakan kondisi Arjuna kepada dokter tersebut. Dan sialnya, ponselnya juga ikut mati sejak hari pertama masuk ruang isolasi. Ayushita hanya bisa banyak berdoa, tak melewatkan shalat lima waktu dan memperbanyak shalat malam. Bahkan bernazar untuk kesembuhan Arjuna dan dirinya sendiri.
Hari ke empat akhirnya Dokter Hendry datang beserta seorang perawat. Setelah berbasa-basi sebentar Dokter Hendry kembali melakukan pengecekan suhu tubuh. Tak lama seorang paramedis lainnya datang membawa hasil test Swab.
Test Swab adalah rangkaian proses pengambilan lendir pada saluran pernapasan sebagai sampel spesimen. Sampel spesimen ini lalu dibawa ke laboratorium untuk diadakan pengujian. Pengujian spesimen dapat dilakukan dengan prosedur RT-CPR yang hasilnya umumnya bisa diketahui kurang dari 24 jam. Hanya saja karena rumah sakit ini belum memiliki peralatan yang memadai maka sampel spesimen dikirim ke rumah sakit yang memiliki alat lengkap untuk melakukan prosedur pengujian. Sehingga hasilnya baru mereka terima beberapa hari.
Dokter Hendry menerima hasil tes dengan wajah penuh senyuman.
"Selamat Nona Ayushita! Anda dinyatakan negatif dari virus. Hari ini Nona bisa keluar dari ruang isolasi dan memulihkan kondisi Anda," ujar Dokter Hendry.
Ayushita langsung mengucap syukur penuh haru. Tak henti-hentinya dia mengucapkan terima kasih.
"Sama-sama Nona. Kue brownish itu sudah cukup untuk mewakili rasa terima kasih Nona. Rasanya sangat enak. Bahkan tunangan saya sampai meminta saya untuk menanyakan resepnya," timpal Dokter Hendry
"Wah, syukurlah kalau Dokter suka," Ayushita tersenyum manis yang membuat Dokter Hendry terpana. "Ternyata Dokter Hendry sudah bertunangan. Nanti saya akan membagikan resepnya. Sebenarnya itu hanya kue biasa yang pastinya tidak seenak kue buatan patiseri terkenal," ujar Ayushita dengan raut malu.
"No no no! Nona Ayushita terlalu merendah. Anda punya banyak kelebihan dan kemampuan yang bagus. Nona Ayushita adalah gadis istimewa dan unik. Itulah mengapa Dokter Arjuna tertarik pada Anda."
Ayushita tertegun mendengar penuturan Dokter Arjuna. Apakah dokter ini mendengar percakapan telepon romantis mereka? Ayushita menundukkan wajah malu.
"Dokter Arjuna sangat dekat dengan saya sejak dia masih dibangku kuliah. Saya menjadi mentornya saat koas dulu. Dia sudah saya anggap seperti saudara. Sedikit banyak saya tahu kisah hidupnya. Dia hampir tidak pernah terlihat menggandeng seorang gadis. Haduuuhh ... dia benar-benar kaku jika ada gadis yang mendekatinya. Bertahun-tahun saya berharap dia bisa berubah, mengubah cara pandangnya tentang sebuah hubungan. Ini pertama kali saya melihat dia begitu mencemaskan seorang wanita selain ibu dan adik perempuannya." Dokter Hendry menghela napas panjang setelah penjelasan panjang lebarnya.
"Apakah Dokter Arjuna punya masa lalu yang tidak memyenangkan?" tanya Ayushita.
"Masalah itu biarlah dia yang menceritakan sendiri pada saatnya. Dia perlu meyakinkan diri untuk menerima seseorang dalam hidupnya. Dan tentu saja orang itu adalah orang yang dia percaya menempati tempat spesial di hatinya dan memikinya sepenuhnya. Dan saya lihat dia percaya pada Nona Ayushita," pungkas Dokter Hendry.
"Bagaimana Dokter yakin kalau dia percaya kepadaku?"
Dokter Hendry kembali tersenyum. Gadis ini juga perlu keluar dari cangkangnya untuk bisa menerima kepedulian orang lain pada dirinya.
"Karena baru kali ini saya melihat Dokter Arjuna mengizinkan seorang gadis merawat dirinya, membiarkan gadis itu melihat sisi lemahnya. Bukan berarti Dokter Arjuna tidak pernah sakit tapi dia selalu menyembunyikan rasa sakitnya dan hanya ibunya yang pernah merawatnya."
Ayushita termenung. Ternyata Dokter Arjuna punya sisi yang sama dengannya. Memendam luka dan menyembunyikannya dari orang lain.
"Saya yakin kalian bisa saling menyembuhkan," ucap Dokter Hendry lalu pamit pergi.
Lama Ayushita duduk termenung mencerna kalimat terakhir dokter itu. Apa maksud perkataannya? Apakah Dokter Hendry memahami kondisi psokologisnya?
Seorang perawat kembali masuk membawa troli makanan untuk Ayushita.
Setelah menghabiskan makan siangnya, Ayushita dipindahkan ke ruang rawat inap biasa. Di sana dia bisa mengisi daya ponselnya yang sudah off selama tiga hari. Dia tidak bisa membayangkan paniknya keluarganya jika mereka tidak bisa menghubunginya.
Dan benar saja. Ketika Ayushita mengaktifkan ponselnya, rentetan notifikasi masuk ke ponselnya tanpa jeda selama satu menit. Ada panggilan tak terjawab dari Arjuna, Firda dan paling banyak dari kakaknya. Beberapa pesan pun masuk dari mereka.
Ayushita menelepon Firda terlebih dahulu mengabarkan bahwa dia sudah keluar dari ruang isolasi dan tinggal menjalani perawatan biasa selama dua hari lagi. Dia pun berniat mengecek kondisi Arjuna. Firda berjanji akan menjenguknya esok hari.
Kemudian Ayushita menelepon kakaknya yang tentu saja sedang sangat khawatir sekarang. Dia harus menyiapkan alasan yang bagus agar tidak diomeli kakaknya yang posesif itu.
Panggilan tersambung dan tak menunggu dering kedua suara menggelegar kakaknya langsung memekakkan telinga.
"Halo! Dek kamu dimana sekarang? Kenapa ponselmu tidak aktif tiga hari?" teriak Ayub di seberang sambungan telepon.
Ayushita menghela napas sambil menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Assalamu'alaikum. Kak kasi salam dulu. Dihh ... langsung teriak kaya Tarzan saja," omel Ayushita.
"Maaf. Wa'alaikumussalam. Kamu baik- (...) saja kan Dek. Kakak (...)" Suara Ayub terdengar terputus-putus.
"Halo, Kak? Suara Kakak terputus-putus. Ayu baik-baik saja kok." Mungkin jaringan telepon lagi kurang bagus. Maklumlah di daerah. Saat listrik padam kadang jaringan telepon dan internet terganggu.
"Syukurlah. Terus kenapa ponselmu tidak aktif tiga hari?" tanya Ayub.
"Ayu dirawat di rumah sakit dan menemani teman yang diisolasi untuk test Covid 19, Kak."
"Halo, Ayu suaramu tidak jelas terdengar. Kamu di rumah sakit mana?" Terdengar suara Ayub mulai panik.
"Di RSUD kabupaten (tut .. tut ... tut ...)." Sambungan telepon langsung terputus. Ayushita memeriksa layar ponselnya. Tidak ada layanan. Ayushita menghela napas.
Entah informasi apa yang sempat ditangkap oleh Ayub tadi. Semoga tidak ada kesalah-pahaman.
Bersambung ...
💝💝💝
(Informasi tentang Test Swab di ambil dari sumber: https://www.google.co.id/url?q=https://www.sehatq.com/artikel/prosedur-pemeriksaan-corona-berdasarkan-peraturan-pemerintah&sa=U&ved).
Jangan lupa tetap dukung karya author
See you next chapter 😘