Chereads / Bukan Wonder Woman / Chapter 26 - BWW #26

Chapter 26 - BWW #26

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

Memulai kembali sebuah hubungan setelah patah hati itu ibarat mengumpulkan pecahan kaca yang berserakan, jarimu rentan untuk terluka. (Ayushita)

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

Ayushita menutup telepon dengan wajah datar.

"Ada apa?" tanya Firda.

"Tidak ada apa-apa," jawab Ayushita. Sebuah senyum dengan susah payah diulas di atas bibirnya. "Mau makan es pisang ijo?" tawar Ayushita menutupi kegundahan hatinya.

"Beli dimana?" tanya Firda heran.

"Buat sendiri. Coba resep baru dari You**be," jawab Ayushita langsung beranjak membawa rantang sayur ke dapur.

"Boleh banget tuh. Buatan kamu apa sih yang tidak enak," sahut Firda menyusul sahabatnya ke dapur. "Beruntung banget suamimu nanti disuguhi makanan enak tiap hari," sambung Firda yang telah berdiri di samping Ayushita, memperhatikan gerakan tangan lentik gadis semampai tersebut meracik es pisang ijo dalam rantang. Sayur kari nangka pun sudah pindah ke mangkuk lainnya.

"Kalau ada yang mau jadi suami aku sekarang langsung aku masakin yang enak. Soto Banjar? Kari ayam? Ayam tumis kecap? Apapun yang dia suka asalkan dia ... asalkan dia baik sama aku." Ayushita kembali tersenyum saat mengucapkan kalimat itu namun matanya tak beralih dari aktifitasnya.

Firda terdiam. Dia melirik wajah Ayushita. Ada mendung membayang di sana meski segaris senyum mencoba menyamarkannya.

'Kali ini apalagi yang membuat Ayushita kecewa? Wajahnya berubah sendu setelah menelepon Dokter Arjuna? Dasar Pak Dokter kurang peka itu!'

Setelah bercerita panjang lebar, Firda pun pamit pulang sebelum waktu Magrib. Kali ini dia siap menginterogasi sang dokter itu saat dia kembali.

***

Sore yang cerah di kota P. Mobil Danuar memasuki halaman rumah kedua orang tuanya. Dua orang ART bergegas menghampiri mobil tersebut dan mengeluarkan beberapa koper dari bagasi mobil. Danuar dan Elena resmi pindah ke kediaman orang tua Danuar.

Elena tersenyum senang dan menggandeng mesra lengan suaminya memasuki rumah megah tersebut. Asisten rumah tangga langsung menempatkan koper mereka di kamar Danuar di lantai dua.

"Welcome home my wife! Di sini hidup kita akan dimulai dengan penuh kebahagiaan bersama Mama, Papa dan anak-anak kita kelak," ujar Danuar sambil memeluk pinggang Elena mesra.

"Terima kasih sayangku. Aku bahagia dimana pun kamu membawaku asalkan bersama denganmu," sahut Elena.

"Kalian sudah datang?" Nyonya Rosita datang dari arah kamarnya.

"Mama. Terima kasih karena Mama dan Papa sudah menerima kami di sini," ucap Danuar memegang pundak wanita itu. Tak lupa dia mengecup dahi ibundanya tersebut.

"Kalian istirahatlah. Ajak Elena melihat kamar kalian di atas," pinta Nyonya Rosita.

"Oke, Ma. Ayo sayang!" Danuar menarik tangan Elena menuju kamar mereka. Terdengar canda tawa mereka saat berkejaran di tangga. Nyonya Rosita hanya tersenyum.

Nyonya Rosita kembali memperhatikan informasi yang dikirim teman sosialitanya lewat chat. Semua informasi tentang menantunya. Nyonya Rosita mengetik beberapa kalimat balasan.

๐Ÿ“ค

To : 081xxxxxxxxx

Semoga itu tidak benar adanya. Aku tidak mau berprasangka buruk.

๐Ÿ“ฅ

From : 081xxxxxxxxx

Kan tidak apa-apa diselidiki. Kalau memang tidak benar ya tidak apa-apa sih jeng.

๐Ÿ“ค

To : 081xxxxxxxxx

Terima kasih infonya. Biar ini jadi urusan saya.

Nyonya Rosita menutup layar ponselnya.

"Semoga kamu tidak mengecewakan kami lagi Danu," gumam Nyonya Rosita.

Kembali terdengar suara tawa berderai dari lantai atas. Nyonya Rosita beranjak ke dapur untuk menyiapkan makan malam bersama ART-nya.

***

Hari ke empat Ayushita tidak berkomunikasi dengan Arjuna.

Ayushita berusaha bersikap biasa seakan tidak ada yang terjadi di hari kemarin. Dia menganggap semua seperti pertama kali dia datang di kampung Petak Hijau.

Gadis itu berusaha menyibukkan diri selama Teaching From Home (TFH) atau mengajar dari rumah. Walaupun cara itu sangat sulit dilakukan di pedalaman ini karena kurangnya kemampuan siswa dalam mengakses layanan pembelajaran melalui televisi seperti yang dicanangkan Kementerian Pendidikan Indonesia agar siswa dan guru menonton siaran salah satu televisi nasional yang menjadwalkan pembelajaran berkala. Apalagi untuk mengakses internet yang terbilang mahal di daerah ini.

Sudahlah. Tidak ada gunanya mengeluh. Itulah hebatnya seorang guru. Akan selalu ada ide brilian untuk menyelesaikan sebuah masalah.

Siang ini Ayushita menjadwalkan akan menjemput tugas siswa-siswanya di rumah masing-masing. Dia sudah memetakan posisi rumah setiap siswanya yang harus dikunjungi. Dia bersyukur karena Ayub mengirim sepeda motornya sehingga dia tidak perlu berjalan kaki.

Agenda lainnya adalah dia akan menemui Joe untuk membahas proposal yang mereka ajukan dua bulan sebelumnya. Mereka akan segera mendapatkan kucuran dana karena proposal mereka diterima.

Ayushita baru saja selesai membuat kolak pisang raja ketika terdengar bunyi notifikasi di ponsel. Sebuah pesan.

Ayushita mematikan kompor dan tanpa melepas celemek dia membuka pesan di ponselnya.

๐Ÿ“ฅ

From : Dokter Arjuna

Assalamu'alaikum

Ayu kamu di rumah kan? Aku tahu kamu di rumah.

'Terserah,' rutuk Ayushita kemudian meletakkan ponsel di atas meja makan.

Kembali sebuah pesan masuk.

Entah mengapa Ayushita tidak bisa mengabaikan begitu saja. Dia kembali membuka pesan tersebut.

๐Ÿ“ฅ

From : Dokter Arjuna

Aku pengen ketemu kamu. Aku rindu berat ๐Ÿ’”

Rindu berat tapi emoticomnya patah hati. Baru putus dari Dian terus datang cari penghiburan di sini. Cih enak saja.

Ting ... Lagi.

๐Ÿ“ฅ

From : Dokter Arjuna.

Aku di depan rumahmu. Please, forgive me! Keluarlah!

Terdengar bunyi klakson mobil sebanyak dua kali. Ayushita mengintip melalui jendela. Pemilik mobil tidak terlihat karena posisinya terhalang pohon mangga di depan pagar. Terpaksa Ayushita harus membuka sedikit daun pintu dan menjulurkan sedikit kepalanya keluar.

Disana, Arjuna sedang berdiri sambil bersandar di sisi mobilnya. Tiga hari tidak melihatnya dia terlihat sangat tampan. Arjuna mengenakan kemeja hitam lengan panjang yang digulung hingga batas siku dipadu dengan jins hitam yang mencetak kaki jenjangnya dengan elegan. Rambutnya tergerai melambai dan berantakan tertiup angin pagi menambah level ketampanannya. Dan dia memakai ... sendal jepit?

Ayushita menahan tawanya melihat sang dokter memakai sendal jepit. Kejadian langka.

Tetapi ada sesuatu yang lebih lucu dari itu. Arjuna sedang memegang sebuah boneka beruang berwarna cokelat dengan kaki tutul-tutul di kedua tangan kekarnya. Boneka tersebut lumayan besar dengan bantalan berbentuk hati bertuliskan 'Love' di depan dadanya.

Ayushita mengernyit bingung. Dia hanya terpaku di depan pintu yang telah terbuka lebar. Arjuna melangkah dengan gerakan slow motion ibarat superhero dalam scene film India yang pulang dari medan perang membawa kemenangan dan disambut sang kekasih. Boneka beruang dipeluk dengan penuh perasaan.

Arjuna sampai di depan Ayushita yang hanya berdiri tak bergeming. Tatapan mereka saling bertemu dalam jarak satu meter. Maklum lagi social distancing. Segala gejolak perasaan berperang di hati masing-masing. Ayushita dengan semua kekesalan dan kecewanya. Arjuna dengan segala rasa bersalah karena mengabaikan gadis di depannya selama tiga hari.

Dia ingat semalam saat dia baru tiba dari kota kabupaten, hal pertama yang diterimanya adalah omelan panjang lebar dari Firda yang memekakkan telinganya. Arjuna heran tubuh mungil Firda punya energi besar untuk memarahinya karena membuat sahabatnya murung selama tiga hari.

Maka di sinilah Arjuna di pagi hari saat matahari baru naik dari peraduannya, dengan penampilan apa adanya.

"Ngapain ke sini pagi-pagi?" ketus Ayushita dengan wajah datar.

"Maaf!" jawab Arjuna.

"Kenapa tidak pergi sama Dian sana," sindir Ayushita lebih pedas.

"Maaf!"

"Kenapa sih maaf terus?" kesal Ayushita. Arjuna ingat pesan Firda untuk mengalah dan meminta maaf dengan tulus.

"Maafkan aku, Ayu!"

"Emangnya kata maaf bisa menjelaskan semuanya?" Ayushita meradang.

"Jadi, kamu mau dengar penjelasan aku?" bujuk Arjuna.

"Malas," sambar Ayushita memalingkan wajah ke arah kembang dalam pot.

"Maaf!" Arjuna menunduk lesu.

"Jelaskan!" titah Ayushita masih dengan nada kesal.

Arjuna tersenyum. Dia mulai menjelaskan tentang Dian yang mengangkat teleponnya. Ayushita berusaha mendengarkan dengan seksama sambil melipat tangannya di depan dada.

Flashback on.

Arjuna terburu-buru meraih kunci mobilnya setelah menerima telepon dari penyedia obat-obatan tempat dia memesan di kota kabupaten. Hatinya kalut karena dia tidak bisa menemui Ayushita untuk menjelaskan kesalahan pahaman sebelumnya.

Akhirnya dia menemui konsultan cintanya dan menjelaskan perkara yang terjadi di puskesmas. Arjuna sekaligus berpesan pada Firda untuk menengok Ayushita karena dia sangat khawatir gadis itu tidak menjawab teleponnya.

Berangkatlah Arjuna dengan segunung rasa bersalah menghimpit dadanya. Sesampainya di kota kabupaten dia juga tidak punya kesempatan menghubungi Ayushita. Setelah nenyelesaikan pengambilan pesanan obat-obatannya, dia harus ke RSUD lagi. Dokter Hendry meminta bantuannya menangani pasien remaja yang terkena radang paru akut. Pasien tersebut adalah pecandu rokok di usia muda.

Tiga hari wara wiri dengan semua kesibukan membuat Arjuna sedikit melupakan rasa bersalahnya. Ketika dia akan bersiap pulang di sore hari ketiga, dia teringat pesan Firda agar membeli hadiah lucu untuk meredakan kekesalan Ayushita. Arjuna berencana akan singgah di sebuah toko dalam perjalanan pulang.

Ketika akan keluar pintu depan RSUD, Arjuna bertemu Dian.

"Lho, Dokter ada di sini?" tanya Dian terkejut.

"Kamu juga kenapa ada di sini?" Arjuna lebih heran lagi.

"Menjenguk keluarga sakit, Dok," jawab Dian dengan senyum terbaiknya. "Dokter mau pulang?"

"Iya. Urusan saya sudah selesai di sini," jawab Arjuna.

"Kebetulan saya juga mau pulang. Kayaknya tidak ada lagi taksi ke kampung jam segini." Dian menatap jam tangannya dengan gelisah. Arjuna menatap jalanan yang mulai sepi.

"Boleh saya menumpang, Dok?" tanya Dian.

"Hah?? Mmm ... boleh," jawab Arjuna setelah berpikir sesaat. Dian tersenyum senang. Arjuna tidak mungkin membiarkan asistennya itu menempuh perjalanan sendiri pulang ke kampung Petak Hijau. Waktu juga sudah terlalu sore. Dia masih punya hati nurani.

Dian mengucapkan terima kasih kemudian menyusul Arjuna melangkah ke area parkir mobil. Dian duduk di kursi penumpang depan di samping Arjuna.

Arjuna menyetir sedan hitamnya menuju arah ke luar kota. Saat melewati sebuah supermarket besar yang masih buka, Arjuna berbelok ke halaman supermarket dan memarkirkan mobilnya.

"Dokter mau belanja sesuatu?" tanya Dian.

"Iya. Kamu mau membeli sesuatu juga?"

Dian menggeleng. "Saya tunggu di mobil saja, Dok," ujarnya.

"Oke. Saya tidak lama. Kalau kamu haus itu ada air mineral yang masih bersegel. Ambil itu," pinta Arjuna lalu menutup pintu mobil. Dengan sedikit tergesa dia masuk ke supermarket yang terlihat tidak terlalu ramai. Arjuna merapatkan masker di wajahnya dan memasang sarung tangan karet yang dia tarik dari saku jaketnya.

Setelah berkonsultasi dengan pramuniaga perempuan tentang hadiah lucu untuk gadis yang sedang merajuk, akhirnya Arjuna mengambil sebuah boneka beruang besar lucu yang direkomendasikan si pramuniaga.

Arjuna merasa risih karena hampir semua pengunjung perempuan dan beberapa pramuniaga menatap gemas padanya yang sedang menggendong sebuah boneka terbungkus plastik pelindung bening. Bahkan beberapa gadis iseng menggoda dokter tampan tersebut.

Ini hanya demi Ayushita, batinnya.

Arjuna keluar dari supermarket dengan wajah memerah malu. Dia membuka pintu kursi kemudi dengan tergesa-gesa. Dian tampak sedang memegang botol air mineral.

"Dokter beli itu?" Dian heran. Arjuna mengangguk. "Ih lucunya! Jadi pengen!" seru Dian seraya menjulurkan tangannya hendak menyentuh boneka tersebut. Namun Arjuna segera meletakkan benda berbulu tersebut di kursi belakang kursinya. Agak jauh dari jangkauan Dian.

Arjuna lalu mencari ponselnya yang tadi dia lupa bawa saat masuk ke supermarket. Dia mendapati ponselnya yang diletakkan di atas dashboard sudah berubah posisi. Dia lalu meraih ponsel tersebut dan memeriksa beberapa saat.

"Oh, saya tadi yang menyimpan ponselnya di situ Dokter. Tadi Bu Ayushita menelepon dan saya mengangkatnya karena saya pikir ada sesuatu yang penting," ucap Dian tanpa rasa bersalah.

Arjuna menoleh ke arah Dian sambil menggeretakkan gerahamnya. Dia benar-benar geram dengan gadis satu ini. Selalu saja membuat masalah dan mencampuri urusan orang lain.

"Lain kali jangan sembarangan menjawab panggilan telepon di ponsel orang lain apalagi bukan orang dekatmu," titah Arjuna menahan amarahnya.

"Maaf, Dok," cicit Dian takut. Dia bisa melihat kemarahan di wajah pria itu.

Flashback off.

Ayushita mendengarkan cerita Arjuna dalam diam. Perlahan rasa kesalnya menguap. Mereka masih berdiri berhadap-hadapan.

"Masih marah? Aku benar-benar minta maaf, Ayu. Insiden di puskesmas itu juga pasti akal-akalan Dian makanya aku tidak meladeninya. Dia mengobati kakinya sendiri. Aku tidak menyentuh sedikit pun kulitnya."

Arjuna hendak meraih tangan Ayushita untuk menyerahkan boneka beruang.

"Stop! Jangan sentuh! Social distancing! Bukan mahrom." pekik Ayushita sambil menarik tangannya ke belakang yang hampir disentuh Arjuna.

"Maaf! Tapi kamu tidak marah lagi kan?" iba Arjuna masih setia berdiri di depan Ayushita.

"Fine. Dimaafkan," jawab Ayushita dengan senyum samar.

"Benar? Makasi sayang!" seru Arjuna senang.

"Sayang? Maksudnya?" Ayushita kembali ketus.

"Lho kalau kamu bukan yayangku terus apa?" kilah Arjuna.

"Emang aku pernah bilang setuju jadi yayangmu? Percaya diri banget," elak Ayushita.

"Kalau bukan yayangku terus kenapa kamu marah dan cemburu sama Dian?" tanya Arjuna memicingkan mata dan tersenyum licik.

Ayushita terdiam. Kalau dia bilang tidak cemburu maka benar-benar kelihatan bohongnya. Apa kabar kekesalannya dan kemarahannya pada Arjuna dan Dian.

"Cemburu kan tanda cinta Ayu. Jadi aku simpulkan kalau kamu juga suka sama aku,"

"Pede banget sih!" kilah Ayushita.

Arjuna meletakkan si beruang di atas bangku kemudian berlutut dengan satu kaki di depan Ayushita.

"Ayu, walaupun kamu bilang belum cinta sama aku, tapi aku mau bilang kalau aku bukan cuma suka sama kamu, tapi aku cinta sama kamu. I decide that you're my future wife. Masa depanku satu-satunya," ucap Arjuna tulus dan menggebu-gebu. Dia menyesal tidak menyiapkan setangkai mawar sebelumnya. Dia tidak menyangka akan mengungkapkan perasaannya hari ini.

(Terj: Aku memutuskan bahwa kamulah istri masa depanku).

Akhirnya Arjuna meraih sebuah pot kecil mawar mini kemudian menyodorkan pada Ayushita.

"Terimalah perasaanku Ayu. Kalau kamu belum bisa menerimanya maka aku akan berjuang sampai kamu mencintaiku." Arjuna puyeng. Entah mengapa kalimat pernyataan perasaannya jadi kacau seperti ini.

Ayushita terkekeh geli melihat tingkah pola dokter tampan itu.

"Ayo berdiri!" pinta Ayushita. Arjuna menggeleng. Dia berkeras akan terus berlutut sampai Ayushita menjawab pernyataannya.

Ayushita menghela napas. Dia meraih boneka beruang di atas kursi lalu menggendongnya.

"Baiklah. Aku akan melihat kesungguhanmu berjuang untuk memenangkan hatiku. Aku memberimu kesempatan," ujar Ayushita dengan wajah dibuat cemberut.

Arjuna langsung berdiri dan meletakkan pot bunga di tempat semula.

"Serius? Terima kasih sayang!" seru Arjuna dengan senyum lebar di wajahnya.

"Sayang?" Ayushita mendelik.

"My honey!" goda Arjuna menatap lekat wajah gadis pujaannya itu dengan penuh cinta. Gadis itu memalingkan wajahnya menyembunyikan rona merah muda di kedua pipinya.

Diam-diam ada yang merekam drama pernyataan cinta itu dengan kamera ponselnya.

Bersambung ....

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

Oke, masalah Dian selesai. Berikutnya apa lagi ya kendala Arjuna untuk memenangkan hati Ayushita?

Jangan lupa batu kuasa dan Komennya ๐Ÿ˜˜