Chereads / Bukan Wonder Woman / Chapter 29 - BWW #29

Chapter 29 - BWW #29

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

Ballroom Hotel Santika bergemuruh oleh suara musik yang menyenandungkan lagu-lagu cinta nan syahdu berpadu dengan suara tetamu yang bercakap-cakap diselingi dengan canda tawa di sana sini.

Tema pesta resepsi malam ini adalah white modern yang mana seluruh dekorasi didominasi warna putih yang diselingi dengan beberapa elemen berwarna merah muda, warna kesukaan Elena. Bunga mawar putih campuran merah muda menghiasi beberapa spot. Meja-meja prasmanan dihiasi dengan kain-kain sutra berwarna merah muda yang elegan.

Sementara panggung hanya didekorasi sederhana dengan beberapa helai untaian sutra putih yang diatur menjuntai sedemikian rupa. Sebuah grand piano ditempatkan di sudut panggung dimana seorang pianis sedang memainkan melodi-melodi cinta yang membahagiakan jiwa.

Para tamu mulai memenuhi ballroom tempat acara. Tempat parkir di luar hotel pun sudah dijejali oleh kendaraan mewah dari para tamu yang terdiri dari keluarga besar dan keluarga jauh Raharja, sahabat-sahabat Pak Yuda, Nyonya Rosita maupun Danuar, ditambah kolega bisnis serta klien-klien penting mereka.

Beberapa saat kemudian, pianis memainkan alunan lagu Perfect versi piano mengiringi langkah sepasang pengantin yang menuruni tangga menuju lantai ballroom.

Semua undangan bertepuk tangan menyambut pasangan pengantin yang terlihat sangat bahagia. Danuar maupun Elena tersenyum sangat lebar. Danuar menggandeng tangan kanan Elena dengan mesra sementara tangan kiri Elena menggenggam sebuah buket mawar berwarna merah muda.

Keduanya naik ke atas panggung dimana Pak Yuda Raharja dan Nyonya Rosita serta Ibunda Elena telah menunggu pasangan pengantin tersebut. Keduanya disambut dengan pelukan hangat kedua orang tua masing-masing.

Para tamu yang duduk di kursi mengelilingi meja bundar. Setiap meja disediakan enam sampai tujuh kursi yang telah dihias sedemikian rupa.

Setelah pianis selesai memainkan lagu, Master of Ceremony mulai membuka acara secara resmi. Pak Yuda langsung didapuk untuk memberikan kata sambutan.

"Assalamu'alaikum. Selamat malam. Selamat datang di acara resepsi pernikahan putra kami Danuar Raharja dan istrinya Elena Patricia Manuella. Sebuah keberkahan dan kebahagiaan bagi kami karena akhirnya bisa menyelenggarakan acara ini. Tidak banyak yang akan kami sampaikan selain ucapan terima kasih sekali lagi, silahkan menikmati pesta ini dan selamat malam."

Selanjutnya pembawa acara mempersilahkan pasangan pengantin tersebut untuk saling menyematkan cincin pernikahan. Danuar telah memesan sepasang cincin pernikahan sesuai permintaan Elena. Didesain khusus dengan berlian mahal bertahta di atasnya. Sedangkan cincin Danuar terlihat lebih simpel. Keduanya saling melempar senyum bahagia saat Danuar berhasil menyematkan cincin di jari manis Elena dan mengecup mesra punggung tangan istrinya. Elena juga memasangkan cincin di jari mania Danuar. Lalu keduanya mengangkat tangan dan memamerkan cincin tersebut pada para undangan. Semua undangan bertepuk tangan.

Setelah acara penyematan cincin, tamu mulai dipersilahkan menikmati hidangan yang disediakan. Satu persatu pelayan masuk melayani para tamu yang hadir. Alunan musik kembali memenuhi ruang acara.

Elena bercakap-cakap dengan ibunya. Sementara Danuar mengedarkan pandangannya mencari sosok yang sangat ingin dia lihat malam ini. Namun sosok itu tidak ada dalam ruangan yang terang benderang itu. Matanya hanya menangkap keluarga Pak Ruslan Ramadhan, ayah Ayushita, dan Nyonya Aliya duduk di salah satu meja undangan dekat panggung. Keduanya sedang menikmati makan malam yang dihidangkan dalam diam.

Tentu saja Pak Ruslan dan istrinya hadir karena undangan dari Pak Yuda dan Nyonya Rosita yang merupakan sahabat mereka. Mereka harus mengesampingkan semua emosi masa lalu mereka dan menyaksikan Danuar sedang tertawa bahagia bersama Elena.

"Pa, apakah sebaiknya kita pulang saja?" tanya Nyonya Aliya yang tampak tidak nyaman di tempat duduknya. Beberapa tamu di belakang mereka sedang bercakap-cakap dengan suara yang agak jelas. Mereka kembali memperbincangkan kegagalan pertunangan Danuar sebelumnya. Nyonya Aliya sadar sebagian dari tamu undangan di acara ini ada dalam daftar undangan pertunangan yang gagal tersebut.

"Sabar Ma. Tidak enak sama Yuda dan Ros kalau kita pulang sekarang," jawab Pak Ruslan.

"Tapi aku tidak nyaman dengan percakapan orang-orang di belakang kita," balas Nyonya Aliya. Pak Ruslan paham apa maksud istrinya karena dia pun mendengarkan percakapan tersebut.

"Tidak usah digubris, Ma. Biarkan mereka mau ngomong apa. Selama itu tidak melukai perasaan Ayu biarkan saja. Memang jalannya sudah seperti ini," ujar Pak Ruslan dengan hati tegar. Nyonya Aliya hanya mengangguk dan kembali menikmati hidangan di depannya.

Sementara di panggung pengantin Pak Yuda dan Nyonya Rosita yang menyadari kehadiran orang tua Ayushita langsung menghampiri sahabat mereka.

"Papa dan Mama mau kemana Yang?" tanya Elena melihat kedua mertuanya menghampiri sepasang pria dan wanita yang seumuran mereka.

"Itu orang tua Ayushita," jawab Danuar. Elena langsung mengenal Nyonya Aliya karena mereka pernah bertemu di restoran.

Tak lama di tengah riuh reda undangan yang sedang menikmati pesta yang diset dengan alur santai, muncul dua orang gadis dengan penampilan elegan. Satunya agak tinggi semampai dengan gamis panjang berwarna tosca sederhana dengan beberapa kancing mutiara di bagian depan. Kepalanya ditutup dengan kerudung sutra putih polos yang dililitkan sedemikian rupa. Sementara gadis satunya memakai gamis berwarna hijau daun membalut tubuh mungilnya dipadu jilbab warna yang senada dengan gaunnya.

Kedua gadis itu melangkah ke dalam ballroom dan celingak celinguk di antara meja undangan. Beberapa tamu pria tampak terpana dengan kecantikan kedua gadis tersebut meski wajah mereka hanya dipoles dengan riasan tipis. Keduanya memiliki kecantikan berbeda. Satunya cantik elegan dan dewasa sedangkan si gadis mungil cantik seperti anak remaja yang baru mekar.

Namun mereka tidak bisa menampik aura menarik dari gadis tinggi semampai yang tampak anggun dan dewasa.

Kedua gadis itu lalu menghampiri meja Pak Ruslan dan Nyonya Aliya. Gadis semampai itu mengecup pipi Pak Ruslan, Nyonya Aliya dan Nyonya Rosita yang duduk di samping sahabatnya. Tak lupa gadis itu menyalim tangan Pak Yuda dengan hikmad. Mereka bercakap-cakap sebentar lalu gadis itu duduk di salah satu kursi kosong diikuti si gadis mungil.

Danuar yang melihat kemunculan gadis itu terpana sesaat.

"Ayushita," gumam Danuar sementara pandangannya tak lepas dari objek pandangannya. Elena yang sedang berbicara dengan beberapa temannya yang datang menyapa, mendengar ucapan suaminya langsung menoleh ke arah tatapan suaminya.

"Apakah itu Ayushita, sayang?" tanya Elena ingin memastikan.

"Iya," jawab Danuar singkat. Tatapannya belum beralih sama sekali.

Elena yang menyadari sikap aneh Danuar langsung menggamit lengan suaminya.

"Sayang, yuk kita sapa mereka," ajak Elena. Danuar terkejut dan segera tersadar.

"Hmm," gumam Danuar. Mereka lalu turun dari panggung dan menghampiri meja keluarga Ruslan Ramadhan. Semakin dekat Danuar semakin terpana melihat Ayushita dari dekat.

Sementara di meja yang dituju.

"Apa kabar Paman dan Bibi?" sapa Ayushita pada kedua orang tua Danuar setelah dia menyalami kedua orang tuanya.

"Paman dan Bibi sehat sayang. Kabarmu gimana?" jawab Nyonya Rosita. Senyumnya mengembang dan tangannya tak melepas tangan Ayushita dalam genggamannya.

"Ayu sehat juga, Bi. Lihat saja sekarang," sahut Ayushita.

"Kamu semakin cantik sayang dan sedikit berisi. Tapi uhh cantik sekali," Nyonya Rosita mengelus lembut pipi Ayushita membuat gadis itu merona malu.

"Bibi bisa aja," kilah Ayushita.

"Oh lupa. Pa, Ma, Paman dan Bibi, ini sahabat saya Firda. Dia teman guru saya di kampung," Ayushita memperkenalkan Firda. Gadis mungil itu langsung beringsut menyalami keempat orang tua satu persatu.

"Cantik juga teman kamu, Sayang," ujar Nyonya Aliya.

"Terima kasih, Tante," sahut Firda sopan.

"Ayo duduk, Sayang. Bibi panggilkan pelayan supaya menyiapkan hidangan untuk kalian ya." Nyonya Rosita lalu memanggil salah satu pelayan dan menginstruksikan untuk menata makanan di depan kedua gadis itu.

Mereka kembali bercakap-cakap dengan hangat tentang perjalanan kedua gadis itu dari kampung Petak Hijau.

"Om Ruslan, Tante Aliya, apa kabar?" sapa Danuar tiba-tiba muncul di depan mereka. Seketika semua yang duduk melingkari meja menoleh ke arah Danuar dan Elena.

"Kabar baik. Selamat ya atas pernikahanmu," jawab Pak Ruslan dengan senyum tulus.

"Ini istri saya Elena." Elena menyalami kedua orang tua Ayushita lalu tak lupa kedua gadis.

"Mengapa Kak Ayub tidak hadir?" tanya Danuar sambil mencuri pandang pada Ayushita yang menunduk menatap meja.

"Dia lagi ada tugas ke luar daerah," jawab Nyonya Aliya.

"Oh!" Danuar merasa jengah. "Hai Ayu. Kapan datang?" Mau tak mau Danuar harus menyapa Ayushita.

"Beberapa jam yang lalu," jawab Ayushita dengan senyum manisnya. Danuar ikut tersenyum. Sedangkan Elena menatap interaksi keduanya dengan perasaan tidak menentu. Entah mengapa dia merasa tatapan Danuar pada Ayushita berbeda. Nada menyapanya pun begitu perhatian. Dia merasa cemburu.

"Ini siapa?" tanya Danuar mengarahkan pandangannya pada Firda.

"Dia teman mengajar aku," jawab Ayushita. Firda menyalami pasangan pengantin itu.

"Dari kampung?" celutuk Elena. Semua mata menatap Elena.

"Iya. Dari kampung," cetus Ayushita. Dia memamerkan senyum cantiknya pada Elena. "Dia cantik kan?" sambung Ayushita. Dia tidak senang dengan nada bicara Elena seakan merendahkan sahabatnya.

"Tapi kan tetap dari kampung," Elena kembali berujar dengan senyum tanpa rasa bersalah.

Raut Ayushita berubah datar. Dia lalu meneguk air minum di depannya perlahan.

"Ekhm. Sita besok jalan-jalan ke rumah Bibi ya. Kita sudah lama tidak bertemu. Bibi kangen masakan kamu," Nyonya Rosita mencairkan rasa tidak nyaman di sekitar mereka. Danuar juga menyadari hal tersebut.

"Pa, Ma, Paman, dan Bibi, kami mau menyapa beberapa tamu dahulu ya. Ayu dan emm ... Firda ya, silahkan menikmati pestanya," kata Danuar sembari menepuk lembut pundak Ayushita. Elena melirik tajam tangan suaminya yang bertengger di bahu Ayushita.

"Iya, Kak," jawab Ayushita lirih. Padahal Ayushita juga merasa tidak nyaman dengan perlakuan Danuar itu. Bagaimana pun semuanya tidak seperti dulu lagi. Semuanya sudah berbeda.

Danuar dan Elena kemudian melangkah ke meja di seberang menyapa salah satu kolega bisnisnya. Dan beberapa kenalan dan teman-temannya dan Elena saat kuliah. Mereka semua satu fakultas. Sesekali Danuar melirik ke arah Ayushita yang sedang menekuni makan malamnya.

Setelah tidak bertemu selama beberapa bulan, di matanya Ayushita tampak berbeda. Tubuhnya sedikit berisi namun tetap ramping. Cahaya matanya berbinar apalagi saat dia tersenyum. Bahkan auranya lebih dewasa dan tenang. Dia semakin cantik.

Kini Ayushita bukan lagi seperti gadis pemalu yang dulu selalu mengikutinya kemana pun. Atau mengadu padanya saat Ayub mulai memberikan ceramah panjang lebar karena kakaknya tersebut terlalu posesif padanya. Dia terlihat mandiri namun tetap lembut.

Tanpa Danuar sadari Elena memperhatikan tingkah laku suaminya yang terus memperhatikan mantan tunangannya. Dada Elena terasa terbakar. Dia tidak suka jika perhatian Danuar teralihkan darinya. Cinta Danuar hanya untuk dirinya.

Terdengar pembawa acara mempersilahkan pasangan pengantin kembali ke atas panggung. Acara makan malam selesai dilanjutkan dengan acara santai. Disajikan wine dan beberapa jenis minuman cocktail bagi yang ingin mengkonsumsi alkohol. Namun ada juga beberapa jenis minuman soda dan jus buah yang ditawarkan.

Semua undangan mengangkat gelas minuman mereka untuk memberi selamat secara bersama-sama kepada pasangan pengantin. Lalu musik berganti menjadi musik yang lebih ceria dan acara diisi dengan beberapa game yang menghibur.

Para tamu begitu menikmati sajian acara. Namun Ayushita merasa sedikit tidak nyaman dengan hingar bingar musik yang memekakkan telinga. Dia lalu berbisik pada Firda di sebelahnya. Gadis mungil itu juga terlihat tidak nyaman.

"Fir, kita pulang saja ya?" bisik Ayushita.

"Iya. Aku sedikit tidak nyaman," timpal Firda.

"Oke, aku pamit sama Paman dan Bibi dulu." Ayushita beralih ke arah Nyonya Rosita.

"Bibi, Ayu mau pamit pulang. Teman Ayu agak lelah. Dia tidak terbiasa perjalanan jauh," pamit Ayushita.

"Lho kok pulang sih, Sayang," celutuk Nyonya Aliyah.

"Kasihan Firda, Ma. Lagian besok-besok masih bisa ngobrol sama Bibi," sahut Ayushita.

"Tidak apa-apa Al. Biarin saja kalau Ayu mau pulang istirahat. Besok ke rumah Bibi ya," timpal Nyonya Rosita.

"Oke, Bi." Ayushita mengecup pipi ibunya dan Nyonya Rosita. Kemudian pamit pada ayahnya dan ayah Danuar yang sejak tadi serius mengobrol.

Firda menyalami keempat orang tua dan beranjak berdiri mengikuti langkah Ayushita yang hendak keluar ruang acara. Mereka bergandengan tangan.

Elena yang sedari tadi dirubung rasa cemburu karena Danuar terus saja menatap mantan tunangannya itu, berniat tidak akan melepaskan Ayushita begitu saja. Mumpung gadis itu hadir di sana maka dia ingin memberikan sedikit pelajaran pada sang mantan tunangan agar tidak mencari perhatian pada suaminya.

Cepat-cepat Elena meraih microphone dari tangan pembawa acara. Danuar heran melihat tingkah istrinya.

"Maaf menyela kesenangan kalian semua." Elena menjeda. Semua tamu mengalihkan perhatian pada Elena sang bintang acara malam itu. "Malam ini kami sangat bahagia karena kedatangan tamu dari jauh. Tepatnya dari sebuah kampung di pedalaman. Dia mantan tunangan suami saya. Saya dan suami saya berharap Nona Ayushita yang bergamis tosca dan kerudung putih untuk tidak pulang dulu. Saya mengundang Nona Ayushita untuk mempersembahkan sebuah lagu sebagai ucapan selamat bagi pernikahan kami. Di sana ada grand piano. Lebih baik lagi kalau sekalian main piano," cetus Elena dengan suara membahana di seluruh ruangan.

Seketika semua mata tertuju pada Ayushita yang sudah hampir mencapai pintu ruang acara. Banyak yang berbisik-bisik di sana mendengar kata mantan tunangan. Dan suara mereka tak pelak terdengar oleh kuping Ayushita. Ayushita dan Firda berhenti sebelum mencapai pintu dan berbalik menatap panggung hanya untuk melihat senyum tanpa rasa bersalah Elena.

Bersambung ...

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

Jangan bully Elena ya ๐Ÿ˜…

Maaf baru update. Banyak perkerjaan yang menuntut di dunia nyata. Semua novel author (Bukan Wonder Woman, Sekretarisku Pengawalku dan Suaramu Mengalun lewat Mimpiku) dalam mode very slow update.

Author berharap teman-teman pembaca bisa memaklumi hehehe

See you next chaptet ๐Ÿ˜˜