Jangan lupa batu kuasa dan penilaian positifnya. Happy reading!
๐๐๐
Ayushita dan Firda terpaku di tempatnya. Tetamu semakin ramai berbisik-bisik dan ada juga bersorak agar Ayushita memenuhi tantangan Elena untuk naik ke atas panggung.
Ayushita akhirnya melangkah kembali ke arah panggung. Firda menahan lengan Ayushita dan menggelengkan kepala.
"Tidak apa-apa," bisik Ayushita menenangkan sahabatnya. Seulas senyum kecil tersimpul di bibirnya.
Ayushita lalu menuntun Firda agar duduk di salah satu kursi kosong lalu melangkah ke atas panggung. Sorak sorai semakin membahana.
"Apa-apaan ini Yuda?" geram Pak Ruslan dengan wajah marah. Wajah Nyonya Aliya pun pias melihat putrinya seolah dipermalukan di depan umum.
"Saya juga tidak tahu kenapa tiba-tiba Elena bertindak seperti itu," jawab Pak Yuda dengan rasa bersalah.
"Pa, tolong hentikan itu. Kasihan Sita, Pa." Nyonya Rosita mulai terisak. Dia tidak rela jika Ayushita nanti dipermalukan di sana.
Saat Pak Yuda telah berdiri hendak menghentikan tindakan Elena, Ayushita malah telah berdiri di sana di depan Danuar dan Elena. Dia menatap keduanya dengan ekspresi datar tanpa senyum.
"Elena, kenapa kamu melakukan ini?" tanya Danuar dengan wajah bersalah sambil menatap wajah Ayushita.
"Bukankah kamu bilang sebelumnya kalau kamu ingin bicara dan klarifikasi pada mantanmu ini perihal hubungan kalian yang sudah berakhir," ucap Elena.
Danuar mengurut pangkal hidungnya gusar.
"Tapi bukan di sini di depan banyak orang. Kamu hanya akan mempermalukan Ayushita," cetus Danuar dengan suara yang berusaha diredam.
"Tapi dia tidak keberatan kok," sanggah Elena.
Ayushita yang menyaksikan perdebatan pasangan tersebut mulai tidak sabar. Sementara para tamu masih menunggu apa yang akan terjadi. Apakah Ayushita akan menerima tantangan Elena untuk menyanyi dengan memainkan piano atau malah mempermalukan dirinya.
Akhirnya Ayushita meraih microphone di tangan Elena dan menghadap ke para tamu. Semua langsung diam.
Ayushita menghela napas sejenak dan menunduk dalam. Kemudian dia mengangkat wajahnya dan tersenyum dengan sangat manis. Kameramen tidak mau ketinggalan momen segera menyorot senyum manis Ayushita yang langsung membius para tamu yang menatapnya lewat layar besar di depan sana.
"Assalamu'alaikum. Selamat malam. Terima kasih kepada kedua mempelai yang telah mengundang saya ke acara yang luar biasa mewah ini. Perkenalkan saya Ayushita Ramadhani. Benar saya mantan tunangan Kak Danuar Raharja." Ayushita menjeda sejenak. Terdengar gumaman di sana sini sebelum Ayushita melanjutkan.
"Saya memohon maaf karena saya tidak bisa memenuhi permintaan Kak Elena untuk menyanyikan sebuah lagu apalagi memainkan piano karena jujur saya tidak bisa keduanya. Saya hanya seorang guru yang mengabdi di pedalaman bersama sahabat saya, mengabdi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, berjuang bersama teman-teman saya untuk mengangkat derajat generasi bangsa agar tidak menjadi generasi yang terbelakang. Saya hanya perempuan biasa dengan kemampuan biasa. Saya tidak pernah bercita-cita menjadi musikus atau penyanyi sehingga saya tidak pernah belajar menyanyi atau alat musik. Cita-cita saya sederhana saja ingin melihat semua anak Indonesia menikmati pendidikan yang layak dan memadai. Di kampung tempat saya mengabdi kami memfasilitasi kelompok anak-anak preman yang berusaha keluar dari lingkaran gelap kriminal. Tapi kami hanya guru-guru dengan kemampuan biasa. Kami tidak punya kelebihan finansial yang menyebabkan kelompok anak-anak ini terancam akan kembali menjadi kriminalis.
Jadi sekali lagi mungkin Kak Elena dan Kak Danuar akan kecewa karena saya tidak memenuhi permintaan mereka. Dan juga jika kalian hendak menghakimi saya sebagai mantan tunangan Kak Danuar, itu hak kalian. Saya hanya akan menutup telinga dan berpikir positif bahwa kalian tidak mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Sekali lagi terima kasih karena Kak Elena memberikan saya kesempatan untuk mengklarifikasi. Apa pun yang terjadi antara saya dan Kak Danuar di masa lalu, itu semua sudah berakhir. Keluarga kami tetap menjalin hubungan silaturahmi yang baik karena orang tua saya dan orang tua Kak Danuar sudah bersahabat sebelum kami lahir. Jadi putusnya pertunangan kami tidak akan menjadi palu yang akan meretakkan hubungan kekeluargaan kami yang sudah terbangun sejak lama. Kami akan tetap bersahabat baik. Kak Danuar tetap akan saya hormati seperti saya menghormati kakak saya Aipda Ayub Ramadhan. Begitu pun kedua orang tuanya akan tetap saya anggap seperti orang tua saya seperti dulu. Terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf saya izin pamit lebih dahulu karena sahabat saya sedang kurang sehat. Wassalamu'alaikum."
Ayushita menyerahkan microphone pada pembawa acara lalu mengeluarkan sebuah kado dari dalam tasnya yang hampir lupa dia serahkan pada pasangan pengantin. Sebuah kado dalam kotak mini berwarna putih dan berpita emas diserahkan Ayushita pada Elena yang berdiri mematung di samping Danuar yang juga tidak bisa berkata sepatah kata pun.
Setelah Ayushita menyerahkan kadonya, sontak terdengar gemuruh tepuk tangan dari para tamu di bawah panggung. Mereka berdecak kagum mendengar pidato yang disampaikan Ayushita dengan apik dan tenang tanpa emosi. Semua kalimat yang mengalir dari bibir gadis itu mampu membungkam mulut para tamu untuk sesaat.
Bahkan di akhir pidato, Nyonya Rosita dan Pak Yuda meneteskan airmata haru. Mereka sudah ikhlas melepas Ayushita bukan menjadi jodoh Danuar, namun mereka tetap berharap Ayushita tetap hadir dan tidak menjauh dari kehidupan mereka. Karena mereka sangat menyayangi gadis itu seperti putri mereka sendiri.
Ayushita turun dari panggung dengan perlahan karena takut tersandung, menghampiri Firda kemudian membimbing sahabatnya keluar dari tempat itu. Sepanjang perjalanan menuju pintu, semua tamu yang mereka lewati menyempatkan diri menoleh dan mengagumi Ayushita hingga keduanya menghilang di balik pintu. Ada yang melontarkan pujian atas ketulusan gadis itu tapi tak dapat dihindari tetap saja ada yang menggumamkan nada sinis.
Pesta kembali dilanjutkan. Sebagian tamu orang-orang tua pamit pulang menyisakan orang-orang muda melanjutkan pesta hingga tengah malam.
Ruangan yang sebelumnya terang benderang kini menjadi temaram dan alunan lagu lembut dari piano kini berganti menjadi hentakan musik yang dikendalikan oleh seorang DJ.
Hampir semua pria dan wanita muda turun ke lantai dansa dan berjoget dengan riang. Tak terkecuali Elena yang larut bersama teman-teman masa kuliahnya.
Danuar hanya duduk di kursi depan grand piano memperhatikan istrinya yang sedang tertawa lepas di sana. Tangan Danuar menggenggam gelas minuman yang tinggal setengah. Beberapa temannya datang menghampirinya.
"Hei Bro! Kenapa melamun di sini. Sana bergabung dengan istrimu dan nikmati malam ini," seru Joni menepuk pundak Danuar. Pria itu hanya berdecak dan kembali meneguk isi gelasnya.
"Masih memikirkan mantan tunangan?" tanya Fery yang merupakan sepupu Danuar. Danuar masih diam sembari menggoyangkan gelas di tangannya. Cairan pekat dalam gelas berputar perlahan mengitari permukaan dalam gelas.
"Seharusnya kamu tidak memikirkannya lagi, Bro. Sudah ada Elena yang jadi penggantinya kan?" timpal Joni yang disambut anggukan Fery, Riyadi dan dua teman lainnya.
"Aku merasa bersalah sama dia. Sampai saat ini aku belum pernah meminta maaf dengan benar malah tambah menyakiti hatinya malam ini," tutur Danuar dengan wajah lesu.
"Masih ada waktu untuk meminta maaf dan menjelaskan semuanya sama dia. Dia gadis baik. Dengar saja apa yang dia bilang tadi. Secara tidak langsung dia sudah legowo dan memaafkanmu," sahut Fery.
"Benar Bro. Ayushita memang gadis baik. By the way setelah diperhatikan ternyata tu cewek cantik dan benar-benar manis Bro. Apalagi tadi dia senyum beuhhh bikin jantungku cenat cenut," seru Joni seraya memperagakan jantung cenat cenut dengan tangan dimaju-mundurkan di depan dada kirinya. Fery dan lainnya terbahak. Sementara Danuar hanya tersenyum masam.
"Dia tipe gue banget. Bukan cuma cantik tapi cerdas dan dewasa," sambung Riyadi yang merupakan anak pengusaha asal ibukota. Riyadi juga adalah pria dengan pembawaan kalem dan tenang tidak seperti Joni yang suka grasak grusuk.
"Ayushita sudah punya pengganti kamu apa belum ya?" tanya Fery.
"Memangnya kenapa?" tanya Danuar memandang tajam sepupunya itu.
"Siapa tahu aku bisa daftar jadi calon tunangan berikutnya," sahut Fery dengan tatapan menggoda Danuar.
"Awas ya kalian kalau mencoba macam-macam sama Ayushita," ancam Danuar dengan tatapan mata galak pada semua kawannya itu.
"Ampun deh. Masih saja posesif. Ingat sudah ada Elena. Nanti dia cemburu lagi," celutuk Joni yang disambut tawa meledek Fery. Mereka terus saja menggoda sahabat mereka tiada henti.
"Sayang. Kok kamu duduk di sini tidak temani aku di lantai dansa," rajuk Elena menghampiri Danuar yang sedang asik bergurau dengan kelima temannya. Dia tanpa malu langsung bergelayut di pelukan suaminya.
Sebelumnya tanpa sengaja dia mendengar percakapan para pria itu yang mengucapkan nama Ayushita. Sudah pasti mereka sedang membicarakan sang mantan tunangan. Hatinya kembali berontak tidak terima. Segitu besar kah pengaruh perempuan itu dalam kehidupan suaminya?
"Aku lelah dan ingin istirahat sayang," balas Danuar.
"Wah ada yang sudah tidak sabar nih El," ledek Joni dengan lirikan genit ke arah Danuar. Elena hanya tertawa kecil.
"Ayo sayang!" Elena lalu menarik lengan suaminya diiringi suitan riuh kelima pria sahabat suaminya. Mereka menuju ke salah satu kamar VIP yang telah disiapkan oleh Nyonya Rosita.
Sementara Pak Yuda, Nyonya Rosita, Pak Ruslan dan istrinya serta ibu Elena sudah pulang ke rumah masing-masing menyisakan ruangan pesta yang berantakan dan diurus oleh pihak WO yang menangani acara.
Malam beranjak larut. Menyapa bumi kota P yang tetap riuh dengan deru kesibukan seolah takkan habis. Dua anak manusia sedang memadu kasih dalam pelukan kebahagiaan. Berharap mereka terus dapat merajut kebahagiaan tersebut selamanya.
***
Di kediaman keluarga Ruslan Ramadhan.
Ayushita dan Firda melangkah masuk ke dalam rumah megah dengan langkah letih. Firda tak henti memuji interior rumah sahabatnya yang terkesan natural dan hangat. Sebagian besar bagian rumah terbuat dari kayu berkualitas seperti pintu dan jendela yang lebar, langit-langit rumah yang tinggi dan memberi kesan luas serta lantai dua rumah yang dindingnya di buat dari kayu. Lantainya pun terbuat dari kayu halus dan nyaman untuk dipijak.
Perabotan yang dipasang pun sebagian besar dari kayu berkualitas yang menandakan bahwa pemilik rumah lebih mengedepankan unsur alami.
Ayushita mengajak Firda ke lantai dua. Lantai dua dihuni oleh tiga buah kamar yang memiliki kamar mandi pribadi yang modern. Selebihnya adalah ruang baca yang hanya disekat dengan rak-rak buku pendek penuh dengan buku berbagai jenis. Hanya ada dua buah sofa dan sebuah meja kecil di ruang baca dan lantainya dihampar dengan karpet bulu yang sangat nyaman.
Tak ketinggalan sebuah balkon yang cukup luas menghadap ke kolam renang dan kebuh bunga di halaman belakang. Benar-benar penataan yang apik.
Ayushita mempersilahkan Firda menggunakan salah satu dari tiga deretan kamar yang terletak di tengah yang Firda duga adalah kamar tamu. Kamar Ayushita di sebelahnya berhadapan langsung dengan balkon dan ada lagi sebuah kamar di sisi lain kamar tamu dan terletak di sudut. Entah kamar siapa. Sedangkan orang tua Ayushita menempati kamar utama di lantai bawah.
Setelah mengantar Firda ke kamar tamu, Ayushita segera masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian dengan piyama panjang yang longgar. Melakukan ritual membersihkan wajah dan menggosok gigi kemudian berwudhu untuk menunaikan shalat Isya yang tertunda.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Kondisi jalanan kota yang macet di akhir pekan membuat mobil yang dia kemudikan lambat tiba di rumah. Kini dia merasa sangat lelah dan mengantuk.
Ayushita bersiap merebahkan tubuhnya di balik selimut saat ponselnya berdering. Dia kembali duduk dan meraih ponsel di atas nakas. Panggilan vidio dari Dokter Arjuna.
Ayushita mengenakan kerudung rumah sebelum menjawab panggilan.
"Halo, assalamu'alaikum," sapa Ayushita ketika sebentuk wajah tampan dengan rambut acak-acakan terpampang di layar ponsel.
"Wa'alaikumussalam. Hai honey. Apakah aku mengganggu tidurmu?" Arjuna tersenyum bahagia melihat wajah Ayushita yang polos tanpa polesan bedak ataupun pemerah bibir.
"Tidak. Aku baru mau tidur," jawab Ayushita. Dia membetulkan letak kerudungnya yang agak miring.
"Baru pulang dari acara resepsi itu ya?" tanya Arjuna tampak merebahkan diri dengan berbantal sebelah lengannya. Dia hanya mengenakan kaos putih lengan pendek yang memperlihatkan sisi santainya. Sepertinya dia juga bersiap tidur.
"Iya. Jalanan macet makanya agak lama baru nyampe rumah," jawab Ayushita juga bersandar di kepala ranjang yang penuh ukiran dari kayu.
"Gimana acaranya?" tanya Arjuna.
"Apanya yang gimana?" Ayushita balik bertanya.
"Maksudnya seru tidak? Terus kamu ketemu si Danu itu ya?" tanya Arjuna dengan raut serius.
"Ya iyalah ketemu. Kan dia pengantinnya jadi ketemu waktu kasi kado sama ucapan selamat," sahut Ayushita.
"Tsk, pasti dia makin jelek. Lagian ngapain sih kasi kado segala?" celutuk Arjuna dengan wajah cemberut.
"Dia makin tampan. Cuma kado kecil kok sebagai bentuk penghargaan," balas Ayushita.
"Kok kamu malah puji dia sih honey." Arjuna makin cemberut.
"Lha memang itu kenyataannya. Siapa suruh kamu tidak ikut. Kalau ikut pasti kamu jadi yang paling tampan di acara tadi," ujar Ayushita menghibur sang dokter yang mulai merajuk. Benar-benar kekanakan.
Seketika Arjuna semringah dipuji oleh pujaan hatinya. "Benar Honey! Sekarang kamu sudah mengakui kalau aku tampan kan sayang." Ayushita melengos mendengar kenarsisan pria itu.
"Maaf sayang karena tidak bisa menemanimu. Aku tahu kamu merasa tidak nyaman berada di sana apalagi bertemu dengan si Danuar itu. Tapi mau gimana lagi. Dokter Hendry benar-benar membutuhkan bantuanku tadi untuk mendampinginya di meja operasi," sambung Arjuna dengan wajah bersalah.
"Tidak apa-apa. Toh ada Firda juga kok menemani. Bagaimana operasinya? Apakah pasiennya baik-baik saja?"
"Alhamdulillah semua berjalan lancar dan pasiennya bisa diselamatkan. Kamu tidak menanyakan keadaanku?" ucap Arjuna sambil memainkan alisnya naik turun.
"Aku tidak perlu menanyakannya karena aku sudah melihatmu sekarang. Kamu terlihat baik-baik saja dan makin tampan," cetus Ayushita tersenyum kecil.
"Benarkah?" Arjuna merasa seperti terbang ke langit ke tujuh mendengar pujian Ayushita.
"Ayu!"
"Hmm!"
"Ayushita?"
"Hmm ...!"
"Ayushita Ramadhani!"
"Hmm?"
"I love you and I miss you!"
"Tidur sana," pekik Ayushita. Pipinya merona merah tak dapat disembunyikan.
"Tidak rindu padaku?" tanya Arjuna dengan suara menggoda.
"Tidak," jawab Ayushita menutup separuh wajahnya dengan kerudungnya menutupi rona malu di wajahnya. Arjuna selalu frontal dalam mengungkapkan perasaannya sedangkan Ayushita masih saja malu mendengar kata-kata yang baginya bernada gombalan dari sang dokter.
"Tidak apa-apa. Aku akan terus berusaha membuatmu mencintaiku. Di masa depan aku akan memastikan kalau kamu tidak akan berhenti merindukanku. Selamat malam honey dan mimpikan aku," tukas Arjuna mengulas senyum tampannya.
"Good nite. Assalamu'alaikum," balas Ayushita.
"Wa'alaikumussalam. Daaah sayang." Arjuna tidak langsung menutup panggilannya. Dia masih menatap wajah ayu kekasihnya. Ayushita pun melakukan hal yang sama. Dia menatap sesaat wajah tampan yang tak berhenti tersenyum di sana. Hingga dia jengah sendiri dan memutuskan panggilan.
Ayushita meletakkan ponselnya di tempat semula dan mengubur tubuhnya dalam selimut. Masih terbayang senyum sang dokter. Dia mengakui senyum sang Arjuna mampu menghapus rasa sedihnya malam ini.
Dia sudah ikhlas melepas Danuar dan memutuskan akan tetap menjalin silaturahmi yang baik. Jadi tidak ada lagi yang perlu dirisaukan. Dia sudah memulai hidup baru. Bersama Dokter Arjuna? Semoga.
Bersambung ...
๐๐๐
Perjuangan Arjuna patut diapresiasi. Jadi ingat lagu Almarhumah Alda Risma berjudul Patah Jadi Dua yang benar-benar mewakili perasaan Arjuna. Yang hapal lagu ini ketahuan umurnya hehehe
See you next chapter ๐