Chereads / Bukan Wonder Woman / Chapter 14 - BWW #14

Chapter 14 - BWW #14

***

Ketika hati terlalu mendewakan cinta, mengesampingkan akal dan logika. Karena memang seperti itulah cinta, mampu membuat hati rentan.

***

Setelah pembicaraan alot antara Danuar dan ayahnya, seminggu kemudian mantan tunangan Ayushita itu melamar kekasihnya tanpa didampingi kedua orang tuanya. Dan tanpa menunggu lama pula Danuar dan Elena mengikrarkan hubungan mereka di depan penghulu beberapa hari kemudian. Hanya sebuah acara sederhana dihadiri oleh ibu, saudara dan keluarga Elena lainnya dan dari pihak Danuar hanya dihadiri oleh sekretarinya yang akan menjadi saksi dari pihaknya. Prosesi ijab qabul dilaksanakan di rumah Elena dan paman Elena berperan menjadi wali nikahnya karena ayah perempuan itu telah lama tiada.

Setelah Danuar selesai mengucap akad yang disahkan oleh saksi dari kedua belah pihak, Elena lalu menyalami dan mencium tangan Danuar. Sang suami pun menyambut dengan sebuah kecupan di kening sang istri. Wajah kedua pengantin baru berseri-seri diliputi kebahagiaan yang tak terhingga. Elena tersipu malu saat beberapa sanak saudara menggodanya.

Untuk sementara mereka tak mengadakan resepsi pernikahan karena keduanya belum mengantongi restu dari orang tua Danuar. Awalnya Elena keberatan namun Danuar berhasil meyakinkan bahwa nanti pasti akan bisa menyelenggarakan pesta besar sesuai keinginan Elena. Danuar benar-benar sedang dimabuk cinta pada Elena. Baginya Elena adalah dunia saat ini.

Setelah akad nikah, mereka kembali ke apartemen yang baru saja dibeli oleh Danuar.

"Sayang, apartemenya bagus ya," celutuk Elena saat mereka telah masuk ke dalam apartemen.

Tersedia sebuah ruang tamu yang cukup luas dengan satu set sofa berwarna cokelat muda di depan meja tivi layar datar ukuran besar. Setelah ruang tamu adalah dapur minimalis dengan kitchen set lengkap dan mewah. Elena tersenyum senang melihat dapur yang akan menjadi tempatnya menyiapkan sarapan dan makan malam untuk suaminya.

"Maaf sayang, untuk sementara kita tinggal di sini ya. Apartemennya sempit tapi aku harap kamu nyaman di sini," timpal Danuar sambil mengecup kening istrinya.

"Tidak apa-apa sayang. Dimana pun asal dengan kamu, aku tidak masalah." Dada Danuar semakin mengembang bahagia mendengar penuturan istrinya. Dia tidak salah memilih Elena.

"Yuk lihat kamar tidur kita," kata Danuar mengerling nakal. Elena tersipu seraya memukul manja lengan suaminya. Danuar lalu menarik tangan Elena ke lantai dua menuju salah satu kamar yang merupakan kamar tidur utama.

Hari itu berlalu dengan sejuta rasa manis yang tak henti-hentinya dikecap oleh pasangan yang sedang dimabuk asmara itu. Mereka tak peduli apapun yang diteriakkan dunia pada mereka, asalkan bersama mereka akan mengabaikan apapun kata orang lain dan berjanji akan melalui segalanya bersama.

***

Pagi hari yang dingin setelah hujan menyapa bumi semalam. Ayushita terbangun dalam keadaan linglung. Demamnya sudah turun, namun belum ada semburat rona di wajahnya. Bibirnya masih sama pucatnya dengan wajahnya. Firda setia menjaganya hingga dia terbangun pagi ini. Dia pun tak lupa mengabarkan pada dokter Arjuna tentang kondisi Ayushita.

Pagi ini senyum Arjuna sangat cerah saat tiba ke Puskesmas. Waktunya untuk memeriksa keadaan Ayushita. Dengan rasa tidak sabar pria itu menuju ruang perawatan Ayushita.

Pintu ruangan terbuka, hal pertama yang ditemui Arjuna adalah Joe yang sedang duduk di samping ranjang Ayushita yang sedang duduk bersandar di kepala ranjang. Joe dan Ayushita secara bersamaan menoleh ke arah pintu. Bibir Arjuna yang sebelumnya melengkungkan senyum secerah matahari pagi seketika langsung luruh ke bawah.

Arjuna masuk ruang rawat dengan ekspresi datar. Sejenak dia memindai seluruh ruangan mencari keberadaan Firda.

"Kemana Firda?" tanya Arjuna entah pada siapa di antara mereka berdua.

"Kak Firda pulang ke rumahnya." Joe berinisiatif menjawab.

Arjuna berdecak kesal dalam hati namun pria itu berusaha menjaga raut tenang di wajahnya seolah-olah dia tidak terganggu dengan situasi menjengkelkan hatinya itu.

Dengan sikap profesional dia mendekati ranjang Ayushita. "Bagaimana keadaanmu?" tanyanya seraya mengeluarkan stetoskop dari saku jas snelinya.

Joe yang duduk di samping ranjang menggeser posisinya berdiri di kaki ranjang. Dia memperhatikan interaksi dokter dan pasien itu dengan seksama.

"Aku baik-baik saja sekarang," jawab Ayushita tanpa memandang wajah "dokternya".

"Ck, bagaimana bisa baik-baik saja. Apa perlu aku ambilkan cermin supaya kamu bisa melihat wajah zombimu?" decak Arjuna kesal.

Ayushita refleks meraba kedua sisi wajahnya. Bibirnya dikulum ke dalam untuk menetralkan rasa gugupnya.

"Aku akan memeriksamu lebih dahulu," kata Arjuna mengangkat stetoskopnya. Ayushita hanya terdiam memandang wajah Arjuna lalu berpindah pada Joe. Arjuna mengikuti arah pandangan Ayushita. Dokter itu lalu mendehem keras. Joe paham maksud deheman itu.

"Aku keluar sebentar sambil tunggu Kak Firda," pamit Joe. Ayushita hanya mengangguk. Joe melangkah keluar tanpa menutup pintu ruang rawat. Dia khawatir dokter itu akan macam-macam pada Ayushita jika pintu tertutup. Ini hanya antisipasi menurut Joe.

"Bolehkah ...?" Pertanyaan Arjuna menggantung seperti tangannya yang masih menggantung di udara memegang stetoskopnya.

Entah mengapa dia juga merasa sedikit canggung untuk langsung menyentuh kulit gadis itu. Meskipun bukan sentuhan langsung.

Sebagai seorang dokter seharusnya hal yang wajar jika dokter memeriksa pasiennya. Apalagi dalam kondisi tak ada dokter perempuan di Puskesmas ini.

Seharusnya kamu bisa mengedepankan sikap profesionalitasmu kan Arjuna?

Ayushita berkedip sejenak lalu mengangguk mempersilahkan Arjuna melakukan tugasnya. Gadis itu lalu berbaring. Arjuna menarik napas pelan sesaat kemudian menempelkan stetoskopnya di permukaan kulit dada dan perut Ayushita tanpa menyingkap bajunya.

Detak jantung Ayushita menghentak keras di telinga Arjuna. Pria itu tersenyum lembut mendengar pacu jantung sang gadis yang semakin lama semakin tidak beraturan. Seakan suara itu adalah melodi indah yang sedang membelai telinganya. Arjuna merasa hampir gila memikirkan hal itu. Segera dia menyudahi kegiatan memeriksa "pasiennya".

"Well, everything is fine. Kamu hanya perlu makan teratur dan menghabiskan obatmu," kata Arjuna sambil memasukkan kembali stetoskop ke dalam saku jasnya.

"Terima kasih," lirih Ayushita.

"Untuk apa?" Arjuna duduk di kursi yang sebelumnya dipakai oleh Joe.

"Sudah menolongku. Kata Firda Dokter yang membawaku ke sini," jawab Ayushita dengan suara lemah. Tenggorokannya masih terasa sakit.

"Itu kan sudah kewajibanku," kata Arjuna diplomatis. Dia memandang Ayushita lamat-lamat membuat gadis itu salah tingkah.

"Untuk apa preman itu datang ke sini?" tanya Arjuna lagi sembari menoleh pada Joe yang duduk di bangku ruang tunggu.

"Hanya menjenguk saja,"

"Hanya?" Arjuna memicingkan mata. Sejak tadi dia suka dengan keberadaan preman itu.

"Apakah kamu tidak khawatir dia akan menyakitimu lagi?"

"Jangan suka su'uzon sama orang. Joe sudah berubah. Dan dia bukan preman lagi," sahut Ayushita ketus. Dia tidak suka Arjuna seenaknya mencurigai temannya.

"Ck, aku kan cuma khawatir," ujar Arjuna dingin. Dia berusaha menyembunyikan rasa tidak senangnya.

"Terima kasih sudah khawatir tapi aku baik-baik saja. Joe itu sudah berubah," bantah Ayushita.

Arjuna lalu beranjak dari duduknya. Memandang Ayushita sejenak.

"Sekarang makan buburmu lalu minum obat," titah Arjuna.

"Nanti saja. Aku belum berselera makan," balas Ayushita.

"Tidak ada nanti-nanti. Apa perlu disuapi," imbuh Arjuna dengan nada memaksa.

"Tidak. Tidak usah. Aku akan makan sendiri," tolak Ayushita cepat.

"Jangan banyak membantah. Ini semua demi kebaikanmu. Oh, setelah ini suruh preman itu pulang. Waktu besuk sudah habis," omel Arjuna panjang lebar kemudian melangkah keluar dari ruang rawat. Ayushita hanya melongo sampai dokter itu menghilang di balik pintu.

'Ya Allah, mengapa Dokter itu cerewet sekali. Dan perdebatan absurd apa ini? Mengapa ini seperti perdebatan sepasang .... No. Itu tidak mungkin. Impossible.' Ayushita mengggelengkan kepalanya menghalau pikiran absurd di kepalanya.

***

Setelah bertahan dalam ketidaknyamanan karena terus menerus bertemu Arjuna selama dua hari, akhirnya Ayushita diperbolehkan pulang. Itu pun setelah dia berhasil meyakinkan Arjuna dan Firda kalau dia baik-baik saja. Kedua orang itu masih saja tidak mengizinkannya pulang. Padahal dia sudah begitu bosan hanya berbaring dan duduk dalam ruang rawat tanpa ada aktifitas lainnya.

Pak Mardi dan para guru menyempatkan untuk menjenguknya. Joe kembali datang saat Ayushita bersiap pulang membuat Arjuna meradang melihat kedekatan Ayushita dan mantan preman itu. Arjuna hanya bisa memendam kekesalannya.

Keesokan harinya Ayushita mulai beraktifitas kembali seperti biasa. Mengajar di pagi hari dan membina ekskul di sore hari. Saat tak ada kesibukan di sore hari, dia akan memancing di tempat favoritnya. Sekali-kali Joe menemaninya jika tidak sibuk di tambak Pak Jaja.

Awal pekan ini Ayushita berencana akan ke ibukota kabupaten untuk mengajukan proposal permohonan bantuan modal usaha yang telah dia rancang sebelumnya bersama Firda, Joe dan lainnya.

Awalnya dia akan berangkat bersama Joe tetapi tiba-tiba Pak Jaja memberikan pekerjaan tambahan pada pemuda itu sehingga Ayushita harus berangkat bersama Firda. Jarak ibukota kabupaten yang lumayan jauh membuat Firda tidak yakin untuk mengendarai sepeda motor berdua. Mereka memutuskan untuk naik taksi.

Taksi di sini bukan jenis taksi bertarif argo dengan fasilitas AC yang membuat penumpang nyaman. Tapi taksi yang dimaksud adalah mobil mikrolet yang penuh sesak dengan penumpang tujuan ke kota dengan berbagai keperluan. Ada yang hendak berbelanja hingga beberapa pedagang yang berniat menjual beberapa komoditi pertanian dan perkebunan. Jadi dapat dibayangkan betapa penuhnya mobil dengan karung dan dos atau hewan ternak.

Perjalanan selama hampir dua jam melintasi jalanan tak mulus membuat Ayushita mual dan pusing. Firda tampak biasa saja. Mungkin dia sudah terbiasa.

Jelang tengah hari, kedua gadis berkerudung itu telah tiba di Kantor Pertanian dan Peternakan kabupaten. Setelah menunggu beberapa saat, Ayushita bisa bertemu dengan temannya yang bekerja di instansi tersebut. Teman tersebut pula yang membantunya bertemu dengan pejabat berwenang yang menangani program tersebut.

Ada rasa lega di wajah kedua gadis itu saat proposal mereka diterima dan mereka diminta untuk menunggu informasi selanjutnya setelah proposal mereka ditinjau ulang. Sesuai dengan prosedur, mereka akan menanti cukup lama karena proses panjang yang akan dilewati seperti peninjauan ulang, lalu pengusulan pada rapat anggaran hingga pemberian persetujuan oleh pimpinan daerah. Proses birokrasi yang lumayan membutuhkan kesabaran.

Selepas menuntaskan urusan utama mereka berniat makan siang sebelum pulang.

"Kamu mau makan siang dengan apa?" tanya Firda sambil menyeka peluh di keningnya. Cuaca benar-benar panas.

"Aku apa saja sih," jawab Ayushita. "Tapi sebentar lagi waktu Dzuhur. Kita cari warung makan dekat masjid aja gimana?"

"Boleh. Di sebelah sana," timpal Firda seraya menunjuk ke arah kanannya. Beriringan mereka menyusuri jalan ibu kota kabupaten hingga menemukan sebuah warung soto ayam yang berdekatan berhadapan dengan sebuah masjid.

"Gerah ya." Firda mengibaskan tangan ke wajahnya ketika mereka telah duduk nyaman di kursi dalam warung soto ayam tersebut. Bangunan warung lumayan luas dan terbuka dengan keadaan bersih dan nyaman.

"Namanya juga siang hari pasti panas dan gerah," imbuh Ayushita.

"Ngomong-ngomong, itu seperti Dokter Arjuna deh," ujar Firda sambil menunjuk ke arah sebuah sedan hitam yang terparkir di luar warung. Ayushita menoleh ke arah yang sama. Seorang pria yang wajahnya tidak asing sedang menuju ke arah mereka.

"Iih ... benar. Dokter Arjuna!" seru Firda memanggil orang yang dimaksud.

Arjuna menoleh dan terkejut mendapati Ayushita dan Firda di tempat itu.

"Lagi ngapain di sini?" tanya Arjuna berdiri di depan meja kedua gadis itu.

"Tadi ada urusan dikit. Nih mau makan siang," jawab Firda. Ayushita hanya diam. Dia asik menyeruput es jeruk di depannya.

"Boleh duduk di sini?" Arjuna menarik kursi lalu duduk sebelum diizinkan. Firda hanya mengangguk dan tersenyum.

Mereka bercakap-cakap sambil menunggu pesanan mereka. Lebih tepatnya hanya Firda dan Arjuna. Sedangkan Ayushita hanya menyimak.

Tiba-tiba Firda memberi kode tersirat pada Arjuna. Arjuna melongo namun segera paham.

"Sit, aku ke toilet dulu ya," pamit Firda.

"Oh, jangan lama-lama," sahut Ayushita. Dia merasa tidak nyaman jika hanya berdua dengan dokter itu. Firda memberi isyarat 'Oke' dengan jarinya.

Saat mereka hanya berdua suasana hening langsung menyergap keduanya. Tak ada yang berniat memulai pembicaraan. Hingga akhirnya Arjuna memberanikan diri memulai percakapan. Ada banyak hal yang ingin ditanyakan pada gadis itu.

"Ayu!"

"Mmm?"

"Kenapa kamu bisa bertugas di sini?" tanya Arjuna.

"Karena SK tugas saya di sini," jawab Ayushita.

"Hanya itu? Tidak ada alasan lain?" desak Arjuna.

"Misalnya?"

"Patah hati mungkin," sambar Arjuna.

"Sok tahu." Arjuna terkekeh mendengar jawaban Ayushita.

"Lalu kalau bukan patah hati, apakah kamu sudah punya pacar, atau calon suami?"

"Hahh?" Ayushita terkejut.

'Pertanyaan macam apa itu?' rutuk Ayushita sebal.

Bersambung ...

💝💝💝

TERIMA KASIH ATAS APRESIASI TEMAN-TEMAN SEKALIAN TERHADAP BWW. SEMOGA KALIAN TERHIBUR DENGAN CERITA PASANGAN ARJUNA DAN AYUSHITA.

JANGAN LUPA TENGOK JUGA CERITA AISHA DAN SEKRETARISNYA DIKTA DALAM NOVEL SEKRETARISKU PENGAWALKU.

DAN ADA JUGA NOVEL FIKSI YANG AUTHOR IKUTKAN KONTES BERJUDUL "SUARAMU MENGALUN LEWAT MIMPIKU".

SEE YOU NEXT CHAPTER AND STAY HEALTHY 😘