Mentari telah menarik sinar keemasan terakhirnya di langit. Cahaya terang itu digantikan oleh cahaya remang-remang dari sang rembulan yang perlahan naik menuju singgasananya di langit, mengekspos keberadaannya tanpa penghalang sedikitpun.
Bau daging yang terbakar di atas panggangan barbeque menyelimuti udara di sekitar kolam renang belakang villa milik Edwin.
Shania dan Maureen sibuk dengan bahan makanan yang akan mereka siapkan. Aldy dan Edwin yang mengurus pembakaran dagingnya, sementara Zico asyik mondar-mandir di kolam renang sendirian. Mungkin ia memang suka sekali berenang.
Dan Elanie hanya duduk menyelonjorkan kakinya di salah satu bangku panjang yang ada di pinggir kolam.
"Kalian kenapa sih? Ada masalah ya?" tanya Edwin sambil membalik daging di atas pemanggang.
"Maksudnya?"
"Lo sama Maureen, ada apa? Kalian gak keliatan kayak biasanya."
Aldy tak menjawabnya. Melihat Aldy tanpa reaksi membuat Edwin menyerah dengan rasa ingin tahunya.
"Dagingnya apa kabar?" tanya Shania.
Edwin menoleh. "Dikit lagi!"
Tatapan Edwin terhenti di Maureen. Dengan loose t-shirt yang memperlihatkan bagian pundaknya, memamerkan salah satu tali bra, dengan rambut yang dibawa seluruhnya ke belakang diikat pony-tail. Sisa-sisa rambutnya ia selipkan ke belakang telinga.
Bagian bawah kaus yang terlhat kebesaran itu menutupi celana pendeknya, membuatnya seakan tak mengenakan celana, memamerkan kakinya yang indah. Terlebih dengan kecantikan Maureen yang benar-benar tak terbantahkan.
Edwin masih terpesona dengan paket keindahan yang ia lihat, namun ia tidak menyadari bahwa Aldy juga melihat tatapan Edwin.
Ia mengerti arti tatapan Edwin pada Maureen. Tentu saja, tidak ada lelaki normal yang tidak akan tertarik pada Maureen. Aldy tak berkomentar apapun. Ia bisa mempercayai Edwin, karena Edwin adalah rekan seperjuangannya selama ini pada setiap tawuran yang ia lakukan.
Ia juga tahu, Edwin sadar bahwa Aldy bukanlah orang yang bisa diprovokasi dengan mudah.
Malahan, Aldy adalah orang yang bisa diprovokasi sama sekali, kecuali kau sudah tidak menyayangi nyawamu sendiri.
Shania dan Maureen pun menaruh makanan di atas meja. Shania berbalik, "Makanan udah siap!"
"Akhirnyaaaa!" teriak Zico antusias yang langsung keluar dari kolam renang. Edwin dan Aldy membawa daging yang sudah mereka bakar di atas pembakar barbeque dan menaruhnya di atas meja.
Maureen duduk di sebelah Aldy. Saat pandangan mereka bertemu, Maureen yang pertama kali memalingkan wajahnya.
Yah, bayangan tentang hal yang terjadi sebelumnya masih membayangi benak Maureen dan Aldy.
Aldy mengambil dagingnya dan memotongnya dalam ukuran-ukuran kecil lalu memberikannya pada Maureen. Maureen memakannya tanpa mengucapkan terima kasih pada Aldy. Edwin menoleh pada Aldy. "Ada yang kelupaan."
Aldy mengangguk dan berdiri lalu berjalan meninggalkan halaman belakang menuju ke dalam villa, begitu juga Edwin. Orang-orang yang masih duduk di meja makan memandang satu sama lain dengan tatapan tidak tahu.
Edwin membuka bagasi mobil dan di sana terdapat tiga dos bir merk Guiness dengan masing-masing dos berisi enam botol bir. Aldy membawa dua dos sementara Edwin membawa satu dos, dengan satu tangannya memegang kotak lain yang berisikan empat botol minuman impor yang Edwin curi dari gudang penyimpanan minuman mahal milik ayahnya.
Edwin meninggalkan minuman mahal itu dan juga dos bir yang ia bawa di meja ruang tengah villa, tepat di depan sofa. Sedangkan dua dos bir yang dibawa Aldy dibawa ke halaman belakang di mana mereka berkumpul. Bir dan minuman mahal yang ditaruh Edwin di tengah adalah untuk acara ronde kedua, yaitu karaoke. Sedangkan bir yang dibawa Aldy untuk menemani makan malam mereka.
Aldy menaruh dua dos bir itu di bangku panjang yang diduduki oleh Elanie tadi dan mengeluarkan empat botol dari dalam dos pertama. Dengan berkurangnya empat botol, tersisa dua botol di dalam dos itu, sedangkan dos yang satunya masih belum tersentuh.
Aldy menaruh satu di depan Edwin, Aldy dan Elanie. Maureen dan Shania sepertinya tidak meminum minuman yang mengandung alkohol.
Melihat Aldy menenggak langsung cairan bir itu dari mulut botolnya membuat Maureen memandanginya. Aldy menoleh sambil mengangkat kedua alisnya.
"Mau coba." pinta Maureen yang membuat Aldy hampir tersedak.
"Gak." jawab Aldy singkat dan kembali makan daging bakar di depannya.
"Kenapa?"
"Ya gak boleh."
Maureen mengerucutkan bibirnya dan terus menatap Aldy. "Kak Aldy gak bisa ngelarang aku kalo Kak Aldy aja minum."
"Gak apa-apa kali." sambar Zico dari seberang yang membuatnya mendapat tatapan tajam dari Aldy.
"Iya, lagian kita juga gak liburan tiap hari. Setahun sekali ini, iya gak Maureen?"
Aldy kini menoleh pada Edwin yang memperburuk suasana. Aldy kembali melihat ke arah Maureen dan terkejut karena Maureen sudah memamerkan puppy-eyesnya, hal yang sangat sulit untuk ditolak oleh Aldy ketika Maureen sudah melakukan hal itu.
Aldy pun menghembuskan napas dengan berat. Ia mengambil sebuah gelas kecil dari dalam villa dan menuangkan sedikit cairan bir ke dalam gelas itu. Bahkan terlalu sedikit.
Maureen mendekatkan gelas kecil itu ke bibirnya, dengan ragu-ragu meneguknya.
"Uhuk .. Uhuk .. Wleeeek, pahit!"
Mereka semua tertawa melihat tingkah Maureen. Namun hal yang membuat Aldy terkejut adalah Maureen yang menyodorkan kembali gelas kecil itu kepada Aldy.
Aldy berpaling. "Udah, segitu aja."
"Ih, sedikit lagi!"
"Gak ada." balas Aldy lalu menaruh botol bir itu di tempat yang agak jauh agar Maureen tak bisa menjangkaunya.
Maureen menatap Aldy sambil mengerucutkan bibirnya untuk beberapa saat hingga akhirnya menyerah dan meneruskan makannya.
***
Acara berlanjut. Kini mereka semua sudah pindah ke ruang tengah. Dan orang yang berdiri di depan TV sambil memegang mikrofon adalah Edwin dan Zico.
Edwin mendekatkan mikrofon ke mulutnya. "Neng, di sini aje neng"
Zico mencolek bokong Edwin. "Ogah ah di sana aje"
"Neng, di sini aje neng."
Zico kini mencolek pipi Edwin. "Emang dasar lelaki—"
Aldy, Maureen, Elanie dan juga Shania hanya bisa tertawa melihat tingkah konyol Edwin dan Zico.
Mereka menyanyikan lagu dari Benjamin S. sambil bertingkah genit satu sama lain. Bahkan Shania yang selalu berperilaku layaknya wanita dari keluarga bangsawan tak bisa menahan tawanya sendiri.
Edwin pun menyerahkan mikrofon pada Aldy saat lagunya selesai. Aldy membuat gestur seakan ia tak ingin menerima mikrofon itu, namun Maureen mendekatkan wajahnya pada telinga Aldy dan berbisik. "Kalo Kak Aldy nyanyi satu lagu aja, dan nyanyinya serius, yang tadi bakal kumaafin."
Mendengar hal itu Aldy tak punya pilihan lain.
Tepat di saat Aldy menerima uluran mikrofon itu dari Edwin dan berdiri, semuanya bertepuk tangan.
Yang Edwin dan Zico tahu, Aldy hanya handal dalam adu ketangkasan fisik. Walau mereka tidak tahu bahwa Aldy memiliki suara yang sangat bagus dan mahir bermain gitar, walau sudah lama sekali semenjak Aldy bernyanyi karaoke seperti ini.
Mungkin semenjak sebelum ia masuk penjara dulu.
Aldy melihat ke arah layar TV dan lagu sountrack dari film Aladdin, Speechless pun muncul.
Semuanya terbelalak saat melihat lagu itu yang muncul. Bahkan bagi perempuan, sulit untuk mencapai nada tinggi pada lagu itu. Dan yang lebih mengejutkan, lagu itu tidak memakai kunci yang lebih rendah yang biasa digunakan untuk lelaki.
Aldy menarik napas dalam-dalam dan menutup matanya.
Sebenarnya ia ragu, dengan kebiasaannya merokok, mungkin suaranya akan pecah saat berusaha mencapai nada tinggi nanti.
Namun ia menyanyikannya dengan baik.
Tidak.
Bahkan mungkin sempurna.
"I won't be silence, you can't keep me quiet, won't tremble when you try it. 'Cause I know, that I won't go speechless … "
Maureen, Elanie dan Shania tak bisa melepaskan mata mereka dari Aldy. Dengan kondisi Aldy yang hanya memakai celana pendek berwarna hitamnya dan memamerkan tubuh proporsional bagian atasnya, berdiri dan bernyanyi dengan suara yang sangat indah.
Mereka tak bisa berkata apa-apa.
Edwin menyadari bahwa sebentar lagi Aldy akan menyanyikan bait tersulit lagu itu. Awalnya, Edwin mengira bahwa Aldy akan menyanyikannya dengan suara falsetto. Namun yang terjadi selanjutnya benar-benar di luar dugaan.
Aldy menarik napas dalam-dalam dari diafragmanya. Mulutnya terbuka dan beberapa urat mulai menyembul keluar dari tenggorokannya.
"Try to lock me in this cage, I won't just let me down and die. I will take these broken wings and watch me burn across the sky."
Aldy kembali menarik napas, menutup kedua matanya dan menggenggam erat mikrofon dengan kedua tangannya. "Hear the echo saying I won't be silenceeeeeeee … "
Yap.
Aldy berhasil mencapai nada setinggi itu tanpa suara falsetto. Elanie dan Shania bahkan sampai tak bernapas mendengar Aldy menyanyikan bait-bait nada tinggi itu. Tubuh Zico bergetar karena merinding, begitu juga Edwin.
Dan Maureen tanpa sadar meneteskan air matanya.
Jantung gadis itu berdegup sangat kencang.
"All I know is I won't go speechless … Speechless."
Lagunya berakhir, dan Aldy pun mengatur napasnya sendiri yang menderu. Lalu Aldy menyadari sesuatu yang aneh. Ia berbalik dan mendapat tatapan yang tak ia mengerti dari semuanya.
Aldy mengerutkan keningnya. "Kalian kenapa?"
Semuanya masih terdiam dengan apa yang telah Aldy lakukan. Namun keheningan itu berakhir dengan suara tepukan tangan dari Zico.
"Woaaaah, dabest emang babang!"
Semuanya ikut bertepuk tangan. Hanya Maureen yang masih menutup mulutnya dengan kedua tangannya, dan air matanya masih mengalir.
Maureen berdiri dan langsung berlari ke arah Aldy, menerjangnya dan langsung memeluk tubuh Aldy, membenamkan wajahnya yang masih dihiasi dengan air mata di dada Aldy.
Aldy tersenyum manis. "Gue udah dimaafin kan?"
Maureen mengangguk tak bisa berkata apa-apa.
Aldy tersenyum puas. Akhirnya ia bisa mendapatkan maaf dari Maureen.