Senin pagi adalah waktu dimana Luca mulai masuk lagi untuk bekerja, cutinya telah selesai semenjak kematian Anastasya. Pekerjaan Luca termasuk jenis pekerjaan yang berat dan melelahkan, namun setidaknya tidak membosankan, dia bekerja sebagai teknisi jaringan kabel pada perusahaan swasta. Sedari pagi Luca sudah melakukan pekerjaannya di beberapa titik lokasi, melakukan perbaikan dan instalasi.
Pekerjaan seperti ini sengaja dipilihnya karena Luca tidak ingin bekerja di dalam ruangan yang menjemukan, Luca juga tidak suka dikejar target jika harus bekerja menjadi sales, dia lebih memilih pekerjaan lapangan sebagai teknisi, bekerja tanpa tekanan, dan masih sempat berkeliling melihat indahnya kota.
Dari pekerjaan inilah dia mendapatkan kendaraan, keuntungan, jaminan kesehatan dan gaji progresif. Siang itu dia melakukan pekerjaannya dengan penuh semangat, keringatnya mengucur membasahi seluruh seragam kerjanya, lebih-lebih pada bagian kerah, menghasilkan bau yang tidak sedap.
Jam demi jam berlalu, hingga hari telah memasuki sore.
Teknik adalah sebuah kekuatan yang terlihat dalam bentuk gaya, namun Luca tidak sedang bergaya bergelantungan di tiang listrik saat bekerja, dia hanya sedang melakukan pekerjaannya yang menuntut akan hal itu, Luca seorang ahlinya, bahkan sambil bernyanyi di ketinggian tanpa rasa takut pun telah menjadi kesehariannya.
Ketenangan yang luar biasa, ketangguhan, ketahanan serta keterampilan yang memadai telah dimilikinya. Akan tetapi konsentrasinya terpecah sore itu, dia kehilangan fokus, seorang wanita murung yang sedang makan es krim duduk di kursi trotoar jalanan kota tepat berada di bawah tiang listrik yang dioperasikannya.
Setidaknya dia benar-benar terganggu dengan keadaan itu. Akhirnya Luca turun untuk beristirahat dan memberikan himbauan kepada wanita yang duduk di bawahnya, setelah turun Luca duduk di sebelah wanita itu.
"Permisi Dek, kenapa duduk sendirian di sini?" tanya Luca.
"Tidak aku hanya sedang melihat pemandangan kota, dari sini terlihat bagus," jawab wanita itu berusaha menutupi.
"Kalau begitu aku akan menunggu sampai kau selesai melihat-lihat, aku sedang melakukan pemasangan kabel, jika aku tetap kerja, itu akan membahayakan keselamatan orang di bawahku."
"Jika kau mau, kau boleh berbagi cerita denganku, ya walaupun aku orang asing bagimu, tapi aku adalah pendengar yang baik, mungkin didengar akan membuatmu lebih tegar," sambungnya.
"Aku hanya teringat kedua orang tuaku, mereka sudah meninggal akibat kecelakaan," jawab wanita itu dengan terisak.
"Baiklah siapa namamu?" tanya Luca.
"Namaku Inaranti panggil saja Ranti," jawabnya.
"Jadi begini Ranti, akupun sudah ditinggal pergi oleh istriku, ya istriku meninggal karena sakit, tetapi kita harus membuang jauh-jauh kesedihan di hati kita, mereka yang sudah tiada biarkan tenang diperistirahatannya, kesedihan takkan bisa membuat kita mampu mencapai segenap pucuk harapan, kewajiban kita adalah bahagia dengan cara kita sendiri, tersenyumlah Ranti," ujar Luca.
"Tidak jangan seperti itu, harus lebih luwes agar terlihat cantik," sambungnya.
Mendengar itu Ranti malah saat itu tidak hanya tersenyum, dia bahkan tertawa kecil, bersamaan dengan cahaya senja yang indah di sore itu.
Menjalani hidup seorang diri tanpa kasih sayang dari orang tua adalah jalan hidup yang sangat berat, dituntut untuk mendewasakan sikap, inilah sebuah kondisi yang akhirnya menjadi takdir bagi hidup Ranti.
Ketika kejadian-kejadian yang memberatkan kian menjadi beban dalam urutan waktu yang terus-menerus tanpa tempo ataupun spasi pada setiap babak kejadiannya, sungguh hal itu membuat Ranti tertekan dan stress, bahkan untuk sekedar mengistirahatkan diri dari tangisnya saja begitu sulit.
Kecelakaan itu benar-benar menciptakan traouma yang mendalam, kedua orangtua Ranti harus meregang nyawa, hingga di balik itu, menjadikan Ranti harus dengan berat hati tinggal bersama kakeknya.
Akhirnya terciptalah kondisi sulit yang baru lagi, di mana kini Ranti harus tinggal bersama kakeknya dengan semua keterbatasan dan perasaan serba tidak enak, Ranti sebenarnya sangat bingung untuk menghadapi saat-saat kehilangan, melewati rintangan lalu kemudian meraih mimpinya tanpa didampingi oleh orang tua.
Hari-hari yang sangat melelahkan dibingkai dengan ketegaran hati yang kokoh dari semangat juang hidup Ranti. Sudah masuk tahun keempat pasca peristiwa kecelakaan itu.
Hingga saat dirinya mampu bangkit perlahan, dia terus saja berusaha keras untuk belajar hidup mandiri, Ranti juga harus meluangkan waktu untuk bekerja di samping statusnya sebagai seorang mahasiswi.
Keuangan kakeknya yang dikatakan begitu terbatas menjadi dasar untuk mengambil keputusan agar bisa tetap kuliah kemudian bekerja, saat lelah dan sedih bertumpuk-tumpuk menjadi satu pelariannya hanya menangis, hingga kamarnya adalah mediasi terbaik untuk menangis sendirian, terisak-isak tanpa peduli siapapun.
Apabila kelak tangis itu kian tak terbendung, sedang dia berada diluar kamarnya, tangis itu tak boleh lagi mengeluarkan air mata, hanya boleh dirasakan di dalam hati saja, sama sekali tak boleh dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya, Ranti mempunyai pendapat bahwa yang layak dibagikan adalah kebahagian bukan kesedihan, tapi untuk pertama kalinya tangis itu meledak dan terbagi ke Luca, orang asing yang baru beberapa saat dikenalnya. Kini mereka berdua yang duduk di kursi taman itu memiliki cara pandang yang sama.
"Ngomong-ngomong Aku bekerja di coffee shop di dekat halte bis itu Paman, nama cafe nya Curet Calfa, sesekali berkunjunglah ke sana," ujarnya sambil menunjukkan arah yang tidak jauh dari tempat mereka duduk.
"Aku akan mampir jika ada waktu luang," jawab Luca.
Saat itu Ranti berdiri, "Baiklah aku masuk kerja dulu ya paman," ujar Ranti yang kemudian berjalan kaki menuju Curet Calfa.
Tarikan napas Luca sangat dalam, semilir angin menerbangkan dedaunan, dia termenung, tapi bukan menangisi jiwanya yang terasing itu yang hingga kini belum tersentuh olehnya, dia hanya sedang rindu, ini merupakan saat-saat yang sangat berharga jika dia bisa menyelaminya.
"Punya teman sependeritaan itu bagus juga," pikir Luca.
Kini Luca mendapatkan luapan emosi kehidupan baru dari sosok Ranti. Keterasingan dan penghancuran serta cinta milik Luca kepada mendingan istrinya itu telah membuatnya kesakitan sendiri di dunia ini, dia lupa bahwa dirinya bukanlah satu-satunya yang merasakan sedih.
"Kadang-kadang terlalu sulit jika hanya mengenang," bergumam.
Kerinduan Luca terhadap istrinya sore itu menjadi terlalu dalam, sama seperti hari-hari sebelumnya saat diri sedang sendiri, pada akhirnya terpaksa Luca beberapa kali menulis surat di kamarnya, sebagai bentuk pengekspresian yang nyata kepada rindu.
"Engkau hadir dalam hatiku, engkau juga hadir di dalam jiwaku, dan kulihat dari hari-hari yang lalu, engkau juga selalu hadir, rasanya kau selalu ada di sisiku bukan agar aku selalu sedih kan Anastasya," ucapnya pada langit yang kemerah-merahan itu.
Mentari telah bergulir dan tenggelam meninggalkan bumi untuk menerangi sisi lainnya. Malam ini tak ada bedanya dengan malam sebelumnya, dingin dan kesendirian yang menggeliat membuat kerapuhan semakin tersayat-sayat. Di mejanya Luca sedang menulis surat, pena kembali menggoreskan tinta pada kertas putih yang siap ditumpahi rasa rindu yang tak terbendung.
Anastasyaku yang sendu, pada semilir angin yang dingin aku akhirnya mengerti bahwa kehangatan adalah sesuatu yang tak terjaga. Fakta lain yang tak kalah kejam juga aku sadarai, bahwa dibalik selimutku yang hangat resah akan rindu tak membuat keadaan menjadi lebih baik, bagaimana haru yang mengiris ini dapat kuselesaikan, jika obatnya hanyalah temu.
Sore tadi aku bertemu Ranti, teman baruku, awalnya mata cemerlangnya itu sempat mengecohku, namun kupadang sekali lagi kesedihan yang luar biasa melakat di bola matanya, entah sudah seberapa banyak orang yang berhasil dia kelabui dengan senyum bahagianya.
Aku mengacungi jempul akan usahanya itu, dari situ aku tak perlu meragukan lagi seberapa kuat dan kokoh Ranti dalam menjalani suka duka kehidupan.
Aku kembali bisa melihat lebih jauh menuju masa depan yang akan terjadi terhadap Ranti, sebuah ujung yang bahagia. Sabarlah wahai temanku, mungkin rasa sakit akan mengajarkanmu menjadi wanita yang lebih kuat. Sekali lagi kau akan merasakan pahit ditinggalkan oleh orang yang kau sayangi, namun setelah itu hidupmu akan berubah. Tetaplah dijalanmu, tetaplah kuat sampai bahagia itu datang dan memelukmu dalam suasan yang baru.