Chereads / Mr. CEO, Please Love Me / Chapter 11 - Gadis Unik, Penakut dan Aneh

Chapter 11 - Gadis Unik, Penakut dan Aneh

"Kenapa kalian gaduh sekali!!" seseorang keluar dari kamarnya. Wajahnya terlihat jengkel dengan tangan berkacak pinggang. Mengintimidasi.

Menolehkan kepala, Sofia berseru dengan wajah polosnya, "Bram, kamu sudah bangun?".

"Tidak. Aku mengalami somnabulisme![1]" sergah Bram. Mata abu-abu itu melotot tajam.

"Ha-ha-ha," Sofia tertawa unik, di buat-buat, "Kamu lucu sekali," padahal tidak ada yang lucu sama sekali di sini.

Mimi yang mengamati interaksi dua manusia di hadapannya hampir tidak yakin, benarkah mereka bersahabat?.

Air muka Bram terlihat kaku. Alisnya mengerut dan ujungnya runcing. Dia berjalan melintasi Sofia, seolah wanita itu tak ada eksistensinya.

Dan sebuah ekspresi mengejek tertangkap dari kepala wanita yang bergoyang, bibirnya yang menggerutu maju ke depan seperti salah satu tokoh kartun bebek berbaju biru.

Sofia seolah acuh tak acuh ketika Mimi menertawakan dirinya, bahkan si polos itu sempat tersengal sesaat dengan mata menyipit. Gadis yang tak bisa menahan kegelian ketika mengamati ekspresi manager itu, menangkap mulutnya guna menahan suara tawa.

"Kamu menertawakanku?" alis mata Bram mengerut. Dia mendekati meja pantry. Rencananya ingin duduk, selepas matanya melihat mangkuk beraroma menggoda. Sayangnya, dia malah mendengar suara tawa. Tunggu! Apa gadis itu sedang menertawakan dirinya?. "Kenapa kamu tertawa?" bagaimana bisa gadis lugu ini berani menertawakannya, selepas tidurnya yang berharga terganggu.

"Tidak! Tidak!," panik Mimi, tangannya membuat gerakan beritme cepat sebagai penyanggahan atas tuduhan Bram. Sayangnya, wanita di belakang pria itu malah bertingkah kian aneh. Sofia mengangkat kedua tangan dan seolah akan menerkam sahabat sekaligus rekan kerjanya, yang gestur tubuhnya selalu kaku.

Mimi hampir kehilangan daya menahan tawa. Gadis itu menutup wajahnya untuk meredakan tawanya. Namun kian meledak ketika secara mengejutkan Bram meraih sendok, membalikan tubuhnya dan dalam hitungan detik, 'Pluk!'.

"Aww!" suara jeritan Sofia menjadi jawaban atas keberhasilan tindakan Bram. Ujung sendok berbahan logam menghantam ubun-ubun wanita yang detik ini berniat membalas dendam, namun terhenti oleh tatapan tajam lelaki dengan manik mata abu-abu.

Gadis yang bernama Arumi Andriani itu baru menyadari, diantara dua orang ini, ada sebuah persahabatan yang bisa jadi telah terajut bertahun-tahun sebelumnya, begitu erat. Keduanya terlihat tak memberi batasan satu sama lain. Mimi yang awalnya menahan-nahan tawa, sekarang berangsur memberi tatapan hangat. Hangat, sebab dia bisa mengamati bagaimana Sofia ikut duduk bersama CEO Bram dan saling mencicipi kuah buatannya.

"Mimi, berikan aku piring. Aku rasa, aku bisa memakan masakanmu," tangan Sofia bergerak-gerak, minta disambut. Gadis yang mendapatkan perintah berjalan ringan meraih piring yang terselip pada laci-laci pantry, lalu mengais sendok dan garpu. Tampaknya Mimi telah hafal tata letak perabotan.

"Kamu ikut cooking Classes?" Mimi menggeleng, memberi jawaban untuk Bram. Gadis itu mendekati meja, sesaat kemudian gerakan menyodorkan peralatan memasak teramati oleh Bram.

"I took a french cooking class like six months ago," Sofia menyahut dengan bangga.

"I didn't ask you!," tukas Bram, menghentikan suara berisik Sofia. Mata abu-abunya mengamati wanita yang kini menyendokkan nasi pada piring di depannya, "Aku tidak bisa makan satu meja dengan orang lain, kamu tahu itu. Apalagi dekat-dekat sama makhluk berisik! Menjauhlah!" kembali nada dengan patahan kaku mengobarkan ketegangan.

"HIH!" kesal Sofia meletakkan sendok dan garpunya. Dia tidak jadi makan. "Aku akan menyiapkan perlengkapan make over mu, jangan lama-lama melayani pria songong ini," mengais baju yang tergeletak pada ujung permukaan meja pantry, wanita dengan barang bawaannya meninggalkan dua orang disana.

Mengamati cara komunikasi yang awalnya hangat, lalu berubah tegang dan sedikit panas, Mimi memilih lekas melanjutkan kegiatannya mencuci wadah kotor yang sempat terabaikan. Gadis ini takut pria yang menikmati masakannya tiba-tiba menggertaknya tanpa aba-aba.

"Kamu berasal dari kota mana?" tiba-tiba saja kalimat tanya mengudara, memecah jarak diantara pria yang memiliki strata tinggi dengan gadis magang, si status terendah dalam perusahaan.

Arumi Andriani, sosok gadis yang ketika berpapasan dengannya tidak akan ada yang pernah ingat jika mereka pernah bertemu muka. Mimi adalah gadis biasa saja, berbaur dalam keramaian dan menyatu dengan oksigen.

Tidak ada yang tahu dia suka mengamati desain-desain terbaru baju dalam laman Fashion. Tidak ada yang tahu dia suka memungut majalah-majalah fashion kedaluwarsa yang telah disortir front office dan siap dibuang. Tidak ada yang tahu bahwa gadis ini memiliki mesin jahit berdinamo yang dia beli melalui situs Amazon dengan perasaan bangga.

Mimi adalah tipikal gadis ketika dia berbicara, orang lain merasa tidak perlu mendengarnya. Jadi, apakah dia punya nyali menjawab pertanyaan sepele di mata si strata tertinggi itu?. "Em," dan akhirnya dia hanya bergumam.

"Aku tahu soto buatanmu berasal dari mana," Bram membuat pernyataan berikutnya. Tak tahan dengan gaya bicara lambat lawannya. "Bagaimana kamu bisa membuatnya? Jadi, siapa yang berasal dari Kudus?" pria itu bertanya sembari menyesap kuah.

'Ah' dia benar,' batin Mimi, "Ibu saya," gadis ini sudah menyelesaikan kegiatannya mencuci piring, dia mengeringkan tangan basahnya dengan mengibas-ngibaskan telapak tangan di udara.

"Jangan lakukan itu! Ambil tisu dan keringkan bintik-bintik air di sekitarmu," suara Bram menderu.

'APA??' mulut Mimi ternganga, sekejap kemudian bahunya melemas. Untung dia memunggungi pria tersebut. Kalau tidak, dia yakin pasti karbondioksida yang menguar dari mulut ternganganya bakal dia minta untuk di hirup lagi. Hanya bisa menuruti, gadis ini mendekati salah satu sisi pada pantry untuk menarik lap.

"Mulutmu tak perlu di tekuk seperti itu. Kamu harus bekerja dengan tuntas dan rapi, supaya karirmu lekas menanjak," Kalimat Bram membuat Mimi terkejut. Apakah si strata tertinggi ini tahu dia hanya pegawai magang di antara ratuasan kariyawannya? Entahlah.

"Ibumu pasti pandai memasak," celetuk lelaki dengan jenis suara basso profondo atau deep bass, terkadang juga disebut contra bass, yakni jenis suara nada terendah dalam klasifikasi suara para lelaki. Serak, basah dan berat. Namun memiliki kesan yang yang begitu kuat untuk menandai bahwa lelaki ini memiliki warna suara tersendiri.

Mimi mengangguk, dia memberanikan diri mendekati keberadaan Bram, selepas pria itu menggerakkan dagunya—yang secara implisit meminta gadis itu merapikan bekas makannya.

Mengulurkan tangan dengan takut-takut, Mimi menarik mangkuk tersebut sembari gemetaran, sebab mata abu-abu milik Bram mengamatinya.

Pria yang jarang berekspresi itu kini tersenyum miring, dia bangkit dari duduknya. Berniat meninggalkan pantry dengan tujuan memberi keleluasaan lebih terhadap gadis yang dalam dua puluh empat jam baru dia temui.

Gadis yang unik, penakut dan aneh. Demikian definisi di benak Bram terkait Mimi.

"Lain kali pertemukan aku pada ibumu, supaya aku bisa menyampaikan rasa terima kasihku. Dia guru memasak yang handal, -pastinya," dia sekedar memberi gadis itu pujian, teruntuk sarapan pagi yang spesial.

"Ibu saya?" Bram telah berbalik, hanya punggungnya yang nampak pada tangkapan mata Mimi, "Ibu sudah meninggal, mustahil anda bisa menemuinya. Anda boleh mendoakannya," gadis itu bicara sambil tersenyum sendu. Dia tidak yakin dengan apa yang terlihat, bahwa pria yang berstatus CEO Best.tv itu, detik ini memutar seluruh tubuhnya demi mengamati keberadaannya.

Mereka berdua beradu mata untuk pertama kalinya. Mimi membeku dan jiwanya mengerut, "Apa saya salah bicara?" dia bingung, kikuk sekaligus takut. Perutnya tegang seketika. Apa yang salah? Mengapa CEO itu menatapnya tanpa berkedip?. Sayangnya tatapan ini bukan tatapan tertegun, sebab terpesona atau semacamnya. Tatapan Bram memiliki definisi berbeda.

"Maafkan aku," tiba-tiba kikuk, Bram seolah sedang salah tingkah. "Em' okey," bingung sendiri, kemudian lekas meninggalkan Mimi.

Kepala gadis itu membuntuti gerakan sang CEO yang menjauh, menjulur, melihat pria yang entah mengapa malah menuju ruangan yang bukan kamarnya. Mimi tidak menyadari bahwa Bram salah masuk ruang perpustakaan mininya.

Sesaat kemudian, pria dengan iris nata abu-abu itu keluar lagi. Dia terlihat berjalan terburu-buru memasuki kamarnya.

Pintu kamar tersebut bisa terlihat dari pantry, untuk itu, Mimi tahu bagaimana Bram membanting pintu kamarnya sendiri tanpa alasan yang jelas.

.

.

"Bram, lihatlah,"

"Jangan menggangguku," pria itu berjalan keluar dari hunian. Matanya lebih banyak mengarah pada koran di tangannya. Kemudian berpindah menatap jam digital di pergelangan tangan, sebelum akhirnya kembali pada selembar berita infotainment berjudul, 'Laga premier liga utama Inggris, Liverpool melawan Man City menduduki rating tertinggi dalam penayangannya'.

"Lihat! Lihat, lihat!" Sofia mendorong tubuh Mimi seolah gadis itu manekin yang tak bernyawa, terlebih memiliki perasaan dalam dirinya.

"Ya. Ya. Ya," Bramantyo terlalu sibuk untuk sekedar menanggapi kebisingan Sofia. Jadi, pria itu mengangkat tangannya. Merengkuh sesuatu yang di sodorkan wanita itu dan menepuk-nepuknya.

Bram tidak menyadari ada gadis yang spontan pucat pasi oleh tindakannya. Mimi menggigit bibirnya. Tubuhnya spontan menjadi kaku, seolah roh gadis itu telah pergi dari tubuh mungilnya. Bahkan dia menghentikan nafasnya. Terlebih ketika tanpa sadar pria itu mendapat panggilan, kemudian menyodorkan koran di tangannya kepada si inferior, lalu mengambil alat komunikasinya.

[Tunggu sebentar lagi. Aku sudah keluar apartment,] demikian pria itu berkata.

"Bagaimana Bram? Cantik bukan?" Sofia masih saja berisik. Mengapit Mimi di antara mereka berdua dalam lift yang seluruhnya dipenuhi kaca mengilat.

"Katakan hasil karyaku 'sempurna'," wanita itu belum mau diam, bahkan ketika Bram sudah berusaha memberi instruksi menutup mulut, dari cara pria itu meletakkan telunjuknya di bibir.

"Bram!" seru Sofia.

[Apa? Kau ada di lobi] Bram terkejut, namun bukan karena Sofia melainkan oleh suara di dalam handphonenya.

"Ayolah, Bram," Sofia kembali memekik meminta perhatian.

"Bisakah kau diam, Sofia!!" sontak Bram dipenuhi kegelapan, dia kesal bukan main.

Menyadari dirinya di bentak Bram, Sofia memalingkan wajahnya dengan lugas.

"Ya. Dia cantik. Jangan berisik," ujar Bram mengamati raut muka ngambek Sofia dan sekian detik menatap hasil karyanya alias Mimi.

Ada pipi yang memerah, bersama gerakan Mimi menunduk malu.

Entah bagaimana dia—yang berada di tengah-tengah dua orang—saat ini, ketika matanya menangkap tindakan unik seorang manager perusahaannya. Sofia mengangkat tangannya. Tangan itu menjulur, melintasi gadis polos dan berakhir menengadah di depan dada sang CEO.

Sempat terabaikan. Sofia menyenggol dada Bram menggunakan ujung jemarinya sebanyak dua kali.

"Kau ini!" sergah Bram. Jengkel.

Sofia berbalik tersenyum sangat manis, yang bahkan mampu membuat Mimi mengernyitkan dahinya. Wanita itu mengedipkan mata berulang, sampai sang CEO mengeluarkan dompetnya. Lalu selembar uang berwarna merah menyentuh kulit permukaan tangan manager yang detik ini mendapatkan gelar tambahan dari gadis itu. Selain suka memerintah dan mengatur, Sofia juga perempuan penyuka uang, bahkan mungkin suka memoroti temannya sendiri alias masuk strata cewek matre.

"Yeah!." dia memekik bahagia, "Mimi, nanti kita breakfast sama-sama, lumayan 'kan?," Mimi menggeleng, tersenyum samar. "Kamu pasti terkejut sama kepribadianku, ya?" sekali lagi gadis itu membalasnya dengan senyuman. "Atau kamu kasihan padanya?" tangan Sofia menunjuk Bram, "Dia tidak akan miskin, walaupun setiap jam mengeluarkan ratusan ribu pada kita," kilah wanita itu.

"Pram ada di sini, jaga sikapmu!" Bram yang ekspresinya lebih banyak serius, kali ini terlihat kian kaku lagi. Demikian yang Mimi amati.

Sedangkan di sisi lain, tiba-tiba saja wanita unik bernama Sofia menegapkan punggungnya, mengatur tata letak rambutnya dan wajahnya mengeras. Dalam hitungan detik, dia menjadi pribadi yang tiba-tiba dingin, elegan dan anggun seperti yang Mimi lihat sebelum puluh empat jam terakhir. "Aku memiliki kepribadian ganda, kusengaja, semua manusia bertopeng," wanita itu berujar samar.

.

.

.

[1] Somnabulisme (sleepwalking) adalah salah satu kondisi gangguan tidur di mana seseorang bangun dan berjalan saat sedang tidur.

.

.

_________________

INFO PENTING:

Tidak selamanya di Up di sini ^^

segera di baca sebelum saya hapus

Heppy Reading