"Pram ada di sini, jaga sikapmu!" Bram yang ekspresinya lebih banyak serius, kali ini terlihat kian kaku lagi. Demikian yang Mimi amati.
Sedangkan di sisi lain, tiba-tiba saja wanita unik bernama Sofia menegapkan punggungnya, mengatur tata letak rambutnya dan wajahnya mengeras. Dalam hitungan detik, dia menjadi pribadi yang tiba-tiba dingin, elegan dan anggun seperti yang Mimi lihat sebelum puluh empat jam terakhir. "Aku memiliki kepribadian ganda, kusengaja, semua manusia bertopeng," wanita itu berujar samar.
.
.
"Topeng," diam-diam gadis yang lebih banyak berjalan di belakang dua orang lainya tersebut sempat mendesah. Benar-benar topeng yang sempurna yang dia lihat. Kurang dari satu jam dia bisa melihat Bu Sofia yang demikian berisik dan banyak mengatur.
Sekarang pemandangan semacam itu menghilang begitu saja. Layaknya asap yang menguar ke udara yang dia lihat adalah perempuan berkelas dengan cara bicara formal dan cara duduk elegan serta di liputi ketenangan. Dia sedikit bicara, sangat bertolak bekang dengan apa yang di lihat Mimi beberapa jam terakhir.
Bu Sofia berbalik 180 derajat. Seperti itukah yang di sebut manajer perempuan itu topeng. Mimi yang membuntuti mereka menemukan dua orang tersebut menyapa seseorang. CEO Bram memeluk sambil menepuk-nepuk lelaki dengan gestur termasuk cara busana serupa dengannya.
"Apa kamu menunggu lama Pram?" Mimi bisa melihat pria bermata abu-abu itu menyipitkan matanya, ia tersenyum lalu mengubah ruat wajahnya sedikit ramah.
"tentu saja, waktuku sangat mahal,"
Bu Sofia sama saja dia terlihat demikian ramah. Wajahnya berubah dari perempuan manja menjadi wanita dengan mata yang melebar melempar kehangatan termasuk menutup mulutnya menggunakan ujung jari tatkala tersenyum, sungguh manis sekali dan tentu saja elegan.
Percakapan tiga orang tersebut berhasil Mimi dengar. Tampaknya pula sesuatu yang sederhana. "aku tunggu, kedatanganmu, tahun ini aku tidak mau kamu absen, maka dari itu aku secara khusus menyempatkan diri menemuimu di sela-sela kesibukan ku,"dia yang bicara berjalan keluar melintasi lobi lalu terlihat seorang sopir membukakan pintu kuda besi tersebut untuk pria asing itu.
"aku usahakan," ini suara CEO Bram.
"Jangan salah, bukan hanya aku yang akan membuka perayaan ini," Bram hanya diam kala pria itu terus bicara. Tubuhnya sudah memasuki mobil dan pintu mobil telah di tutup oleh sopirnya. Sesaat kemudian sekali lagi dia berkata-kata selepas menurunkan kaca, "aku harap kau bisa membuatnya datang," dia menatap Sofia, kerlingan matanya kurang menyenangkan, "oh' satu lagi. jangan lupa membawa pasangan yang menimbulkan kontroversi, aku suka kamu tak lebih baik dariku," pria itu tersenyum menyebalkan, selepas meninggalkan pengamatannya terhadap Bram. Entah kalimatnya bagian dari sarkas atau apa yang pasti alih-alih undangan yang Mimi amati pria itu sedang mengirim umpan konfrontasi terhadap Pria yang detik ini berdiri mengamati jalannya mobil hitam di hadapannya. Dia tidak membalas apa pun atau berkata-kata.
Anehnya perempuan bernama Sofia, dia teramati oleh Mimi menundukkan wajahnya sejenak memberi kesan hangat sebagai salam perpisahan sekejap berikutnya selepas mobil melaju ia mengacungkan jari tengahnya pada mobil tersebut. Sungguh ajaib orang-orang ini batin Mimi.
Belum jauh mobil mewah dengan merek BMW beranjak. Secara mengejutkan, sekali lagi Mimi bisa melihat kekesalan Sofia dia memekik, "Kapan kamu bisa menggulingkan si songong itu?" pertanyaan lugas di todongkan pada Bram.
"bicara apa kau," ini suara CEO Bramantyo. dia tertangkap bijaksana. Tidak terpancing oleh ucapan bu Sofia yang di penuhi bara kejengkelan.
"di banding dengannya kamu jauh-jauh berpotensi," manajer Sofia kembali mengutarakan pendapatnya.
"dia lebih berhak memegang jabatan itu dari pada aku," kembali dua orang ini berjalan. Di mana mimi yang keberadaannya tertangkap di tiadakan berusaha berjalan lebih cepat membuntuti keduanya. Gadis ini seperti seseorang yang salah tempat. Namun tidak dengan baju di badan termasuk riasan pada wajahnya, gadis dengan pembawaan inferior ini menjelma layaknya asisten Sofia atau bahkan Bram akibat gayanya berbusana.
Mimi mengenakan setelan baju kerja dan sebuah blazer mengapit tubuh ramping berisi miliknya. rambutnya di biarkan tergerai dan bergelombang, kaca matanya entah bagaimana tiba-tiba saja menghilang dari dalam tas selempangnya sehingga gadis ini tidak mengenakan apa pun yang menghalangi mata bulat besarnya. Hitam pekat termasuk bulu mata lentik yang dia dapat dari treatment sehari sebelumnya. Saat ini pun tas selempang yang biasa ia bawa ikut raib oleh ulah manajer Sofia. Perempuan tersebut menggantinya dengan tas lain yang lebih kecil, warna coklat kulit.
Sayangnya tidak semuanya nyaman bagi Mimi. Si inferior harus berjibaku dengan rok yang kekurangan panjang, ujung rok yang ia gunakan tepat di atas lutut. Sofia memintanya mengenakan stoking dan dia pun menuruti ucapan si pengatur, namun hal tersebut tetap dia luar kebiasaannya. Sehingga Mimi merasakan kecanggungan luar biasa kala mengenakan baju yang terlalu pendek.
Tiap saat gadis itu akan dengan spontan menarik roknya ke bawah hanya butuh 3-4 langkah Mimi akan menariknya lagi dan lagi. Pemandangan yang menjengkal bagi Sofia sang penata mode dan riasan cantik Mimi.
"kalau kamu terus-terusan menarik rokmu. aku bakal memintamu mengembalikan rok itu sekarang juga!" mereka sudah di dalam mobil mewah berwarna biru metalik. Mobil tersebut melaju menembus keramaian kota.
"kalau saya kembalikan sekarang, apakah saya dapat gantinya. Bawahan yang bisa saya pakai, -bu?" suaranya samar, bernada rendah dan terdengar lembut.
"tentu saja tidak," tukas Sofia.
"lalu saya harus pakai apa?"
"ya tidak usah pakai apa-apa, biar sekalian seksi," Sofia mendesah berat dan matanya menyipit.
"cit..."
"Aaargh, hati-hati Bram," dua orang perempuan di kursi penumpang bagian belakang hampir terpelanting. Mobil yang di kendarai Bram baru saja mengeluarkan suara berdecit. Akibat injakan pedal gas yang datang tiba-tiba. Tampaknya sang pengemudi kehilangan konsentrasi.
"jika kalian tidak menginginkan kita terpelanting, diamlah!" Ujar pria berjenis suara Basso Profondo.
.
.
'Tidak, tidak, aku tidak boleh terlihat turun dari mobil bersama orang-orang ini atau duniaku akan kacau,' sepanjang jalan kepala mimi di penuhi kalimat tersebut.
Saat mobil kian dekat dengan stasiun TV swasta bernama Best. Mimi mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk mengutarakan keinginannya. "saya ingin turun di sini saja,"
"kantor kita sama –bukan? Apakah kamu karyawan penyusup?" Sofia berujar ringan menanggapi.
"Bukan, bukan seperti itu, ini lebih kepada-" kalimatnya belum usai saat orang di kursi pengemudi berkata: "kamu tak terbiasa jadi pusat perhatian?"
Mimi terdiam, dugaan CEO Bram sama sekali tidak salah sedikit pun. Walaupun tidak serta merta benar. Hanya saja mimi tidak sanggup andai dia menjadi bahan gosip. Dia mengenal dengan baik bagaimana budaya gosip pada perkantoran yang juga memiliki program infotaiment tersebut.
Alih-alih membicarakan artis yang wira-wiri pada program acara yang tayang sepanjang hari dari perusahaan media informasi tersebut. Para pegawai dari staff sampai jajaran yang lebih tinggi lagi semacam Supervisor kadang kala manajer pun sangat larut menikmati gosip terkait CEO mereka sendiri. Pria itu selain menarik perhatian para artis yang bekerja di bawah kendalinya. Dia juga memiliki segudang cerita yang bagi benak Mimi begitu kompleks.
Dan siap di goreng tiap saat, terutama pada jam-jam makan siang. CEO Bram memiliki wajah dan penampilan yang mampu melelehkan hati perempuan sekaligus mesin penghancur hati.
Dia banyak mengabaikan perempuan muda yang mendekatinya dan itulah bahan bakar dari gosip para karyawannya. Membuat artis dari kalangan selebriti papan atas sampai artis naik daun belum ada yang mampu memenangkan hatinya. Paling ekstrim yang Mimi dengar adalah kemungkinan dia Gey, gosip tersebut yang paling bikin ngeri.
Namun selepas Mimi berada di sekitarnya selama 24 jam terakhir dia terlihat normal hanya saja dia kurang suka pada suara berisik dan lingkungan yang kurang rapi.
Detik ini yang ada pada penglihatan Mimi adalah dua orang yang saling bertemu mata kemudian melirik keberadaannya, "apa yang terjadi padamu kalau kamu keluar dari mobil ini tepat di depan lobi kantor?" ini adalah pertanyaan unik yang terlempar dari mulut Sofia.
"tentu saja saya tidak bisa makan siang di kafetaria,"
"kenapa?" sofia kembali bertanya.
"akan banyak orang berisik membicarakan saya atau lebih mengerikan jika mereka mencoba membully saya. Saya lebih suka di abaikan dan di anggap tidak ada," jujur dan polos jawaban gadis ini. Sejalan kemudian pria dan perempuan yang menghiasi bulatan hitam mata Mimi tersenyum samar.
"Duduklah dengan tenang, kamu akan kita turunkan di depan lobi bersama kami," Suara Bram mengudara menghantamkan rasa pening di kepala Mimi.
"mengapa Anda, em," mata Bram jatuh pada Mimi melalui kaca spion di atas kursi pengemudi. Mimi merasakan desakan tajam itu dan dia sontak kehilangan kata. "saya tidak mau di Bully,"
"Sofia yang akan menjagamu," Ujar CEO itu menenangkan.
Mimi terdiam beberapa saat mobil ini melaju kian cepat mengurangi jarak antara kuda besi tersebut dengan lobi yang mampu memacu debaran hebat pada organ yang bertugas memacu aliran darah gadis lugu itu.
"mengapa kalian memperlakukan saya sepeti ini?" pertanyaan yang terkategorikan sebagai ungkapan ketidaksetujuan pertama kalinya hadir dari mulut gadis lugu dan lebih banyak gugup itu.
"aku akan menjelaskannya, tapi tidak sekarang," Bram berujar ringan. Seolah tidak ada hal hebat yang sedang terjadi. Padahal isi kepala Mimi sudah terbang ke mana-mana tanpa kendali.
Seputar pertanyaan sederhana sampai rumit. Apakah aku sedang di manfaatkan? Tapi mengapa aku? Apa untungnya memanfaatkanku? Ah' tidak, sepertinya mereka hanya ingin bersenang-senang semacam membuat kegaduhan? Bukankah orang-orang seperti mereka bisa melakukan apa saja.
Mimi menggeleng-gelengkan kepalanya dia tak bisa mencerna apa pun. Otaknya mungkin terlalu dangkal, pikirannya kacau.
"Oh' akhirnya," pekikan suara kegembiraan Sofia, "kau menyetujui masukanku Bram. Aku akan bekerja lebih baik dari pada dugaanmu kali ini," mata perempuan itu menatap Mimi dari ujung kepala sampai ujung kaki. "dia cukup cantik, hanya butuh di rubah sedikit lagi terutama pembawaannya, aku bisa mengajarinya menggunakan topeng baru yang mampu menepis rumor buruk tentangmu,"
"aku tak butuh rumor itu pergi. Apa yang terjadi padaku bukan rumor." Bram berujar, "aku sekedar tak mau terlihat menyedihkan di pesta itu, bukan karena ingin berpenampilan baik di hadapan keluarga Dicther, aku tidak peduli pandangan mereka tentangku," mobil biru metalik di pacu kian cepat, "Aku dengar Renata akan datang bersama calon suaminya," lengkap Bram. Nada bicaranya terdengar sedih.
"Hais! Kau ini! Lagi-lagi Renata, bisakah otakmu di isi orang lain??" Mereka berdua hampir saja berdebat andai tidak ingat Mimi berada di antara keduanya.
.
.
"Apa mataku salah lihat?"
"Tunggu-tunggu.. Siapa dia?"