"bidadari.. Tunggu! Pacarku mirip nenek sihir bukan bidadari??" dia mengucek matanya.
"apa kamu, em... yang kamu namanya Sultan –kan?" ini suara Mimi.
Pria itu melebarkan pandangannya, "Mi... Mimi?? Guys Banguuun!!"
Sultan yang terbangun sembarangan merobohkan susunan baju yang tergantung pada stand hanger (gawang gantungan baju). Properti Wadrobe berserakan di lantai begitu saja tepat di hadapan Mimi. sampai-sampai gadis tersebut melompat ke belakang saking terkejutnya.
Sultan tertangkap menggaruk rambutnya dan tersenyum jenaka, "hehehe," sebuah ekspresi bersalah sekaligus memberitahu kejadian semacam ini wajar terjadi. Cara pemuda itu mengayunkan kedua belah tangannya ke udara dan terangkat ke atas bersama dengan bahunya, seolah memberi tahu Mimi bahwa gadis itu tak perlu panik.
ini bukan awal kegaduhan yang sebenarnya, sebab selain Stand Hanger terjatuh Mimi bisa mendengar suara lompatan-lompatan langkah kaki. lelaki yang ujung kepalanya terlihat dari sudut kursi penonton paling belakang, tampaknya sedang beratraksi melompati barisan Kursi. Sekejap berikutnya sudah mendarat di dekat Mimi, "Mimi, Apa kamu baik-baik saja?" Mimi terjungkat ke kanan menghindari lompatan kaki pemuda berambut hitam cepak itu.
Gadis ini mendesah lega, ternyata pemuda itu tak lain dan tak bukan adalah Anton, tapi kenapa dia menanyakan keadaannya? entahlah.
secara berangsur-angsur dua yang lainnya bangun, tepat sesuai dugaan Mimi. di balik sofa terbaring dua pemuda.
"perutku rasanya kembung, tidur di lantai dingin sekali," si rambut Reonaldo Dicaprio baru menampakkan dirinya.
'Arga' batin Mimi menduga.
"Ah' kebelet nih!" dia memegang perutnya. Bibirnya miring-miring aneh.
Mendengarkan keluhan tersebut teman-temannya yang lain langsung menghunjamkan tatapan tajam kepada si rambut Leonardo Dicaprio. Detik berikutnya tertangkap pemuda itu berlari meninggalkan ruang pengambilan gambar program talk show for you.
Mimi menoleh, mencari seseorang yang jadi alasan kenapa dia harus datang ke ruangan ini.
Pemuda acuh tak acuh yang tampaknya tidak berminat mendekati keberadaan Mimi atau Sekedar menyapanya. Ia duduk di sofa utama panggung talk show for you selepas bangun dari tidurnya. Pemuda tersebut terlihat mengantuk dan merebahkan tubuhnya, detik berikutnya matanya terpejam.
"Mimi, apakah CEO kita berbuat buruk padamu?" Anton kembali bertanya di antara kesibukan sultan menyusun kembali gantungan kostum wardrobe.
"Tidak.." Mimi mengujarkan kata jawaban tidak pada Anton. Suara gadis ini berayun polos dan lembut sambil Menggeleng pelan.
"Hemm.." dia yang bicara seolah sedang memastikan kondisi Mimi. Memandang Mimi dari atas ke bawah.
"Kau yakin??" tanda tanya Anton diiringi alis mata mengerut.
"iya.." Mimi setengah tak peduli, matanya mencuri lihat pria yang sekarang tengkurap di atas sofa utama panggung Talk Show.
"Tapi itu. Stoking..," Anton melihat sesuatu, namun kebingungan saat hendak menyelesaikan penjelasannya.
Mimi bergerak ke arah panggung, dia perlu mempertanggungjawabkan benda yang di ingat Mimi adalah milik si acuh tak acuh di ujung sana. Jaket denim pemuda itu raib bersama barang-barang yang ia tahu pasti sudah di buang Bu Sofia.
Tidak mengetahui Anton mengacungkan jari telunjuknya ke bagian di bawah roknya.
"Mimi.. benarkan dulu.. itu.. itu.." Anton membuntuti gadis yang mendadak cantik hanya dalam waktu kurang dari 24 jam.
Sayangnya saat ia ingin melangkah lebih jauh. Kumpulan wadrobe yang disusun Sultan belum juga usai. Salah satunya yang masih di biarkan berserakan, berhasil menjadikan Anton terpelanting dan jatuh.
"Sial!" pekik Anton. Diiringi tawa bahagia Sultan melihat pantat temannya menjadi korban. Mengetahui dirinya malah ditertawakan Anton meraih wadrobe yang menjadikan kakinya terserempet. Pemuda tersebut memukuli Sultan. Sekali lagi dua pemuda itu lebih sibuk berkelahi alih-alih membenarkan wadrobe yang jatuh berserakan.
"Hai," suara ini milik Mimi, gadis yang saat ini di balut baju cantik berdiri tidak jauh dari sofa di mana pemuda dengan wajah dingin, tak banyak bicara, namun terkesan paling dewasa daripada yang lainnya, tengkurap membelakangi keberadaan Mimi.
"apa aku boleh mengganggumu?" suara gadis itu mendesah pelan.
"Aku sangat lelah, kami membuntutimu sampai pagi, menunggumu di depan gedung apartemen mewah bos mesum itu semalaman. Jadi sekarang, biarkan aku tidur." dia bergumam kesal. kepalanya masih membelakangi keberadaan Mimi. Menghadap pada sandaran punggung sofa.
"Kalian melakukan itu untukku?" hati Mimi berdebar penuh haru, "oh' terima kasih,"
"ya.. aku harap kau masih utuh?" pemuda tersebut akhirnya mau memutar kepalanya untuk melirik keberadaan Mimi. Mengamati dari ujung kaki hingga mendongak ke atas ke wajah gadis yang berubah cantik dalam waktu semalam.
"Ah' sepertinya kau sudah tak utuh," alis mata Mimi menyatu akibat mendengarkan kalimat pemuda itu.
"utuh??" Mimi bergumam memperhatikan dirinya.
"maaf, kami enggak bisa menjagamu, ah' sudahlah dunia ini memang kejam untuk gadis polos sepertimu," berangsur-angsur dia duduk.
"menjaga?" neuron di kepala Mimi saling berbenturan. Melompat-lompat ke sana-kemari tiada henti, kenyataannya ia masih belum yakin bisa memahami ungkapan yang meluncur dari mulut pemuda di hadapannya.
"tentu saja menjaga kehormatanmu," berujar begitu saja tanpa penjelasan yang bisa di mengerti. Ekspresi Mimi terhadap pemuda tersebut menandakan dia masih saja tidak paham. "masih bingung??, lihat tuh!" menunjuk sesuatu di permukaan kaki ramping mimi.
"Stocking mu koyak-koyak, berapa kali kau dimasuki CEO hidung belang itu??"
"dimasuki?" nada keheranan.
"kau belum paham juga?!" lawan bicara Mimi jengkel, "Masa iya aku harus bertanya dengan gamblang. apakah kamu sudah di-," kalimat yang diucapkan pemuda dengan wajah jutek itu belum usai terucap, tatkala telinga Mimi mendengar suara dua pasang kaki berlari dari arah belakang dirinya.
Anton dan Sultan melompat untuk menangkap mulut pemuda yang duduk di atas sofa. Menghentikan kalimat tanya yang dia hendak susun untuk Mimi. Pemuda tersebut di bungkam Anton sekaligus sultan.
"Ih apaan sih kalian?!" pemuda tersebut memberontak.
"Mimi jangan ambil hati. Daniel punya kebiasaan buruk. si tukang ngomong sembarangan!" ujar Anton. Tangan kanannya masih berusaha mencengkeram mulut Daniel. Sedangkan Sultan memeluk tubuh pemuda tersebut.
'oh namanya Daniel,' Mimi tersenyum samar akhirnya tahu nama satu persatu pemuda-pemuda Badung yang menciptakan kesialan bertubi-tubi.
Giliran tangan Daniel terlepas dia berhasil menggenggam telapak tangan kanan Anton di mulutnya. Sekejap kemudian melempar tangan itu sembarangan ke udara.
"aku benar, bukan? Dia tampak bekas ditiduri CEO. Apa kalian tidak memperhatikan stocking nya?" blak-blakan, to the point, tidak peduli tempat dan suasana termasuk perasaan lawan bicara yang tengah dikomentarinya.
"Kamu bilang apa barusan?" Wajah Mimi memang memerah karena malu tapi hatinya yang paling dalam merasa tersakiti. dan kehormatannya seolah terinjak di waktu bersamaan.
Mimi spontan melepas sepatu wedges nya. Dia memeriksa stoking yang membalut kaki rampingnya. Dan baru menyadari setelah diamati secara sesama pada sisi belakang. Ada robek di beberapa bagian dan kerutan-kerutan akibat dirinya terjatuh tadi.
Merasa mendapatkan tuduhan yang tidak-tidak. Mimi yang kesal melepas bahkan berakhir merobek stocking nya sendiri.
Tiga pemuda yang duduk di sofa–alih-alih melarang Mimi–mereka malah tersekat oleh kemarahan Mimi yang mirip adegan sebuah film menantang. Mimi terlegitimasi cantik sekaligus seksi dari sudut pandang ketiga pemuda unik ini.
Berhasil merobek dan melepas 2 buah stocking yang melapisi masing-masing kaki ramping nya. Mimi menggulung benda tersebut menjadi gumpalan. Kemudian melemparnya. Secara tak sengaja tepat menghantam wajah jutek Daniel.
"Aku tidak serendah isi kepalamu!" Mimi berujar dengan nada tinggi. membalik arah tubuhnya. meraup sepatu tanpa mengenakan benda itu. Gadis tersebut berjalan setengah berlari menuju pintu. Mungkin gadis itu sudah berkaca-kaca.
Ketika tiga orang pemuda saling memandang satu sama lain.
Sampai pada ujung pintu. Mimi yang hendak membukanya, membalik tubuhnya lagi. "harusnya kalian minta maaf padaku! Bukan malah menuduhku yang tidak-tidak! Kalian yang membuatku terjebak sampai-sampai dimanfaatkan oleh Mereka! Kalian yang bersalah! Bukan aku!" dia bukan lagi marah. Melainkan menangis.
Membuka pintu kasar selanjutnya hantaman daun pintu yang berasal dari kayu menerbangkan suara bervolume keras. mampu menjadikan tiga pemuda di ruangan itu merenung selepas terkejut.
"Huuh, kasian Mimi," Sultan mengurai embusan nafas bersalah.
"Gara-gara aku, dia yang berhati Dewi kebaikan, bisa juga marah. Pastinya, Mimi tak mau lagi melihat ketampananku setelah ini, menyediakan sekali," sejujurnya kalimat Anton kali ini bagian dari ekspresi kekecewaan terhadap diri sendiri. Walaupun ucapannya konsisten ambigu dan di bumbui kata-kata aneh.
"Baguslah. Dia masih gadis, ketakutan kita semalam belum terealisasi," Daniel berujar dengan nada standar. Mendorong tubuh Sultan, dan kakinya menendang-nendang Anton guna mengusir 2 orang di sekitarnya. Pemuda ini hendak tidur lagi.
"Huuuh artinya kita masih punya kesempatan menolongnya, kemungkinan besar kalau salah satu dari kita berhasil memacari Mimi. kata 'belum terealisasi' bisa berubah menjadi sebuah kemustahilan, -bukan begitu teman-teman?" Anton mendapat tatapan dari yang lainnya. Bukan hanya dua orang pemuda. Detik ini Arga baru datang. Dia, entah mengapa ikut-ikutan menatap Anton.
Tampaknya ide Anton terkategorikan brilian, alias out of the book. Sayang, ide fenomenal tersebut kalah oleh suara spektakuler, bernada: "Duuuuuttt," nyaring, senyaring sexophone salah tiup.
Tiga pemuda lainnya secara instingtif memencet hidung mereka. Menghalangi udara menyentuh Indra penciuman masing-masing.
Bertolak belakang dengan Arga yang buru-buru berlari menuju kamar mandi sebelum di amuk teman-temannya.