Chereads / Mr. CEO, Please Love Me / Chapter 19 - Malam Panjang

Chapter 19 - Malam Panjang

'pernyataan yang aneh?' batin Mimi. 'kenapa titip anak?'

"Lupakan. Selamat bersenang-senang. Malam ini pasti panjang," Renata mengubah pernyataannya selepas mengamati wajah bingung Mimi sebelum melambaikan tangan tanda perpisahan.

.

.

Benar, malam ini bukan sekedar panjang namun juga menyesakkan dada.

Mimi kelaparan dan gadis tesebut kesulitan hanya untuk mendapatkan makanannya. Berjalan menuju meja makan prasmanan yang menyajikan berbagai hidangan setelah bertanya ke beberapa orang dengan bodohnya. Akhirnya gadis cupu dan lugu yang berubah menjadi angsa ini bisa menemukan makanan yang siap mengisi perutnya.

Mengambil satu cup cake dan menyadari rasanya benar-benar manis dan enak, mimi meraih piring, mulai menumpuk apa-apa yang dia inginkan.

Drama baru saja di mulai selepas seorang berbaju merah datang. Dia perempuan dengan tinggi tubuhnya serupa dengan Sarah Juwita. Kedatangan si merah ini di susul dengan dua perempuan yang lain.

"Jadi perempuan semacam ini yang di bawa CEO Bram?!" antara bertanya dan mengolok, perempuan berbaju merah tersebut sepertinya tidak begitu senang terhadap Mimi. Dia berjalan memutari keberadaan mimi tanpa peduli apakah gadis bermata lebar jernih tersebut mengenalnya atau tidak.

Masalahnya adalah Mimi tidak tahu bagaimana cara menghadapi perempuan-perempuan jenis ini. Untuk itu yang di lakukan gadis lugu tersebut sekedar diam, menghindari masalah dan mengurangi risiko buruk yang mungkin saja bisa terjadi.

Membeku tanpa menanggapi, mimi memilih fokus pada piring berisi makanan di tangannya.

Mata jernih dan murni tersebut melirik sedikit ke arah perempuan berbaju merah. Sejalan kemudian menatap dua lainnya yang entah mengapa tersenyum janggal. Senyum yang sangat di sengaja, seolah tengah menciptakan ejekan.

"Jangan kamu pikir dengan mengenakan gaun dan perhiasan mahal di tubuhmu, kamu bisa menutupi ke-udik-kan mu. Sangat kentara sekali kau sekedar gadis bodoh yang di manfaatkan," dia yang berwarna merah mendekati mimi, mimi mundur selangkah. Tiba-tiba saja lengan mimi di tarik dan di paksa mendengarkan ocehan tak bermutu dari mulut tersebut.

'ada apa sih? orang-orang di sini,' bingung mimi. Gadis ini jujur tak mengerti dengan kehidupan sosialita yang di penuhi kepalsuan serta persaingan sengit.

Kadang kala persaingan yang tak berguna juga di mainkan untuk sekedar bersenang-senang. Guna menciptakan euforia semu, terkait melegitimasi dangkal bahwa kelompok A lebih baik dari kelompok B.

Yang paling gila dari semua itu adalah, ketika mereka bersaing memperebutkan lelaki yang siap mendukung eksistensinya di dunia sosialita yang fana tersebut.

Sesuatu yang pernah di alami Sofia, hingga mengakibatkan perempuan tersebut di blacklist pada beberapa pesta seperti hari ini.

Sofia perlu memperbaiki citranya dengan memasang topeng kedua di wajahnya tiap memasuk lingkungan kelas atas. Dan pada lingkaran tertentu seperti terhadap Bram, teman dekat sebab tumbuh bersama sejak kecil, Sofia merasa aman menjadi dirinya sendiri, apa adanya.

Mimi membuka matanya lebih lebar, gadis ini dengan kepolosan spontanitasnya, memberikan tatap yang terkesan tidak suka pada perempuan berbaju merah tersebut.

Anehnya dua yang lain datang mendekat selepas si baju merah pergi. Salah satu perempuan sengaja menyenggol tubuh mimi, Mimi masih bisa berdiri dengan benar, sayangnya sejalan kemudian perempuan terakhir memainkan tangannya dengan ahli, cepat layaknya kilat, menepik piring mimi.

Gerakannya sangat cepat, dalam sekejap menghasilkan suara "Pyarr.." piring pecah memekikkan telinga orang-orang di sekitar lokasi. Kue-kue manis warna-warni yang awalnya di atas piring mimi, jatuh berhamburan di lantai. Berpadu dengan serpihan piring pecah. Dan yang paling memilukan sebagian kue warna Warni tersebut mengotori gaun putih mimi.

Perempuan yang melakukannya dengan sengaja itu berujar tanpa dosa: "ups! Maaf,"

Tepat di saat orang-orang berangsur-angsur menoleh ke arah sumber suara piring pecah. Perempuan itu mengambil tisu di bantu temannya. Wajahnya sontak menyesal merapikan dan berupaya membersihkan gaun mimi yang sejujurnya malah menjadikannya kian berantakan.

Mimi menarik gaunnya, memilih berbalik. Gadis ini berjalan cepat mencari kamar mandi. Dia lapar dan bajunya kotor. Putih bercampur coklat, merah stroberi, warna oranye, warna purple berpadu jadi satu layaknya lukisan abstrak.

.

Desahan nafas gadis ini sempat terdengar di sela-sela caranya mengangkat gaunnya dan memasukkan bagian yang kotor itu di bawah kran air. Mengabaikan rasa basah dan perut yang mulai melilit. Mimi, membutuhkan lebih dari enam puluh menit bersembunyi di kamar mandi sambil beberapa kali harus berjuang tegar saat mendapatkan tatapan dan kalimat duka cita yang berasal dari para pengunjung toilet perempuan.

"aduh kasihannya,"

"sebaiknya kamu ganti bajumu deh,"

"aku rasa pulang lebih baik, tempat ini memang memuakkan," Seorang perempuan dengan gaun indahnya menggigit batang rokok di sudut bibirnya, terlihat kontras dengan gaun yang membalut tubuhnya secara anggun, dia punya kata-kata yang sangat sesuai dengan isi hati mimi.

Mimi bisa tersenyum juga pada akhirnya, "pulang dan tidurlah yang nyenyak anak baik, sebelum kau di mangsa," perempuan itu kembali memasuki bilik, mungkin melanjutkan kenikmatannya menghisap tembakau.

Selepas percakapan satu arah tersebut, Mimi memutuskan untuk keluar, dia ternganga dengan suasana yang hadir di hadapannya. Pesta yang awalnya diiringi musik-musik romantis dan band-band dengan lagu jazz. Berubah total, suara musik dengan ritme cepat kontras dengan lampu-lampu yang meredup. Menyisakan lampu-lampu lain yang berkelap-kelip acak yang mendorong rasa lapar di perut mimi menghasilkan asam lambung.

Bukan lagi perut terlilit lapar, lama kelaman mimi mulai merasakan mual. Dia ingin cepat-cepat menemukan Bram.

Manatap seluruh hamparan manusia di ballroom luas nan megah tersebut. Detik ini fokus utama pesta tampaknya berpindah, bar koktail lebih padat dari sebelumnya. Orang berjalan lalu lalang membawa gelas berisikan minuman warna-warni berseliweran pada tiap sudut pengamatan Mimi. Orang-orang mulai bergerak mengikuti musik dan tampaknya tamu undangan menghilang sebagian.

Dari langit-langit ruangan sebuah panggung turun perlahan-lahan. Dua orang berdiri percaya diri pada panggung portabel tersebut, di mana salah satunya perempuan berbaju mini dan selebihnya lelaki yang mengenakan topi serta jumper kelonggaran dengan warna mencolok, bahkan ada lampu elektrik yang bersinar di sela-sela bajunya. Pria itu menyapa dengan berteriak keras: "Hello everyone. Yeaaah..." mengangkat kedua tangannya menyajikan simbol anak setan,-tergenggam, hanya menyisakan telunjuk serta kelingking yang mengacung ke udara-saat panggung kira-kira setinggi 150 meter dari permukaan lantai.

"What's up bro," sedangkan si perempuan mengangkat kepalan tangannya, meninju udara, selepas itu ia melompat-lompat. Tentu saja lekas disambut kumpulan orang di bawah mereka. Dua orang ini mulai memutar sesuatu yang tersaji pada meja mereka.

Musik yang lebih memacu adrenalin mengentak hebat. suasana kian riuh. Terlihat penghuni pesta mulai berdatangan seperti barisan semut kecil menemukan makanan manis yang siap santap.

Mimi mencari-cari siapa yang bisa dia tanya. Berjalan di sela-sela manusia, menyusup bahkan sengaja mendorong mereka yang berusaha menghalangi jalan. Tujuan gadis ini hanya satu mencari cara keluar dari kebisingan ini.

.

.

"Lagi! Lagi! Lagi!,"

"ayo Bram! satu gelas lagi,"

"hahaha.."

"Wooowww... aku tak yakin kamu bisa senekat ini bro,"