Chapter 2 - Chapter 1

Di malam sunyi ada seseorang anak laki-laki yang sedang berdiri di sebuah reruntuhan candi dengan membawa patahan sebuah keris tua, kemudian menggambar diagram sihir yang bertuliskan aksara jawa kuno di atasnya. Ia membuatnya menggunakan sebatang kayu dengan kepresisian tinggi. Setelah semua siap, tinggal dua hal tersisa yang perlu ia penuhi : mengalirkan cakra – energi sihir – disertai pembacaan mantra.

Pria itu pun mengacungkan tangannya yang berSegel Perintah ke depan, lalu mengalirkan cakra dari sekujur tubuhnya. Tapi ia tidak melafalkan mantra. Ia hanya mengucapkan sesuatu dalam hati. Bukan lirik-lirik kuno yang berusia ratusan tahun, melainkan baris harapan akan masa depan. Entah apa yang dituturkannya, yang jelas seiring dengan hal itu, cahaya keemasan terpancar dari diagram sihir di tanah.

"Harapanku akan membentuk tubuhmu," ucapnya sebagai akhir dari ritual. "Dan pedangmu, bentuklah takdirku."

Ledakan cahaya tercipta untuk kedua kalinya pada malam itu. Hanya saja kali ini bukan sekedar untuk memanggil seseorang ke dunia. Sosok yang termaterialisasi di atas diagram sihir itu adalah, sosok yang didatangkan dari Tahta Pahlawan. Eksistensi yang hidup satu milenia lalu, tapi namanya masih terukir dalam catatan sejarah hingga kini.

Tampak sosok gagah bermata tajam yang kehadirannya justru membuat pria yang memanggilnya merasa kecil. Sosok itu memakai akarambalangan asusungkul ĕmas'. Berdiri dengan gagah dan mengeluarkan tekanan aura terlepas dahsyat, meski ia hanya berdiri tanpa melakukan apapun. Tak diragukan lagi, pastilah ia seorang paling dihormati di masa lalu.

Namun segala kedigdayaan itu segera tampak bertolak belakang dengan sikapnya yang merendah ketika ia bertekuk lutut di hadapan pria yang memanggilnya. Tatapannya terpaku ke tanah seolah memberi penghormatan yang teramat sangat. Dengan tangan kanan yang menjura di dada, ia berbicara penuh sopan santun.

"Salam, Tuanku. Akulah Rider," Ia memperkenalkan diri sebagai salah satu dari tujuh kelas Pelayan yang akan bertarung dalam Perang Cawan Suci. "Harapanmu telah membentuk tubuhku. Dan pedangku, akan membentuk takdirmu."

anak laki-laki yang sudah menjadi seorang Tuan tak langsung menjawab. Ia terkesima sendiri untuk beberapa saat, karena tak pernah membayangkan suatu hari seorang raja akan bertekuk lutut di hadapannya. Sensasi menegangkan sekaligus membanggakan, yang terasa mustahil dipercaya. Begitu ketenangannya kembali, ia lekas berkata lantang.

"Dapatkah kau mengantarkanku pada kemenangan?"

"Dahulu aku pernah bersumpah untuk menyatukan nusantara aku melakukannya dengan baik. Tidak ada alasan bagiku untuk membuatmu gagal sekarang, wahai Tuanku."

Mendengar jawaban Rider, pria itu tak menunjukkan perubahan ekspresi wajah. Walau diam-diam, ada sedikit kelegaan kala ia mendengar penuturan dari Pelayannya yang hebat.

"Tuan aku punya satu pertanyaan untukmu bersediakah anda pertanyaan saya?"

"Baiklah apa pertanyaan mu?"

"Apa tujuan anda mengikuti perang yang berbahaya ini?"

"Tujuanky mengikuti perang ini adalah untuk menciptakan perdamaian di dunia"

"Begitu tujuan yang mulia dan sekarang saya rider bersumpah untuk memberikan kemenangan kepada anda"

"Bagus"

"Untuk meyakinkanmu, bersediakah jika aku menunjukkanmu sesuatu, Tuan?" tanya Rider.

Tanpa pikir panjang, anak itu menjawab, "Tunjukkanlah."

Rider tersenyum mantap, lalu berdiri. Ia merentangkan sebelah tangan ke langit, hingga memicu sebuah keajaiban. Cahaya jingga tiba-tiba memancar dari ketiadaan memciptakan seekor kuda yang sangat gagah.

Sang anak itu pun terkejut dengan kemenculan seekor kuda itu.

"Baiklah tuan mari kita pergi dengan tungganganmu menuju kemenangan. Sekarang naiklah," pinta Rider sementara kuda untuk merunduk patuh agar bisa ditunggangi.

Sudah lama sekali tidak ada hal yang membuatnya terkejut sampai seperti ini. Perang Cawan Suci, memang bukanlah perang biasa. Perang Cawan Suci, adalah latar di mana legenda dengan keajaibannya masing-masing berseteru, yang mana hanya yang terbaik yang boleh bertahan hingga akhir.

"Baiklah Rider..." jawab pria itu sembari menaiki punggung kuda milik rider.

Ketika keduanya sudah berada di atas, rider segera memacu kudanya untuk pergi meninggalkan tempat mereka bertemu.