Chapter 7 - Chapter 6

"Archer bisa kau jelaskan tentang ajian Rawa Rontek tersebut."(Alexander)

"Baiklah master akan aku jelaskan, Ajian rawa rontek adalah ajian yang memberikan kehidupan abadi pada penggunanya."(Archer)

"Kehidupan abadi, jadi candra tidak bisa mati?"(Alexander)

"Dia bisa mati dengan syarat tubuhnya tidak menyentuh tanah atau dengan menggantungkan kepalanya diatas pohon dan biarkan dia mati membusuk."(Archer)

Alexander yang mendengarkan penjelasan archer mulai paham tentang ajian rawa rontek.

"Tapi seharusnya pengguna ajian rawa rontek akan tetap mengalami penuaan pada tubuhnya tapi pada tubuh candra tidak mengalami penuaan sedikitpun."(Archer)

"Apa maksudmu archer?"(Alexander)

"Dia berkata dia telah hidup selama 300 tahun namun sepertinya tubuhnya berhenti menua dan menyebabkan dia seperti berumur 30 tahun."(Archer)

"Jadi tubuh candra telah berhenti menua walaupun dia telah hidup selama 300 tahun."(Alexander)

"Iya master."(Archer)

"Begitukah, tapi kita tidak perlu memikirkannya archer asal kau bisa membunuhnya saat kerja sama ini berakhir aku tidak perlu khawatir."(Alexander)

"Tuan kita telah sampai."

"Baiklah, archer mari kita keluar."(Alexander)

Mobil alexander berhenti disebuah gedung besar berwarna putih. Alexander dan Archer mulai masuk ke dalam gedung tersebut.

◇ ◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇ ◆

Durwiyata yang sedang berjalan merasa dirinya diikuti seseorang. Durwiyata mulai menyadari jika dirinya diikuti dia pun pergi ke sebuah lapangan yang sepi dan berhenti.

"Keluarlah sampai kapan kau mengikutiku."(Durwiyata)

Seorang pemuda dengan wajah yang tidak asing bagi durwiyata mulai menunjukan dirinya.

"Yo, bagaimana keadaanmu durwiyata?"(Durwiyata)

"Kau apa maumu?"(Wijaya)

"Mauku adalah mengalahkanmu disini."(Wijaya)

"Sudah ku duga kau akan berkata seperti itu baiklah mari kita bertarung."(Durwiyata)

Wijaya berlari ke arah durwiyata dan mulai menyerangnya dengan sebuah pukulan yang membuat durwiyata mundur dan menghindarinya tapi wijaya tidak berhenti dia melancarkan sebuah tendangan yang mengenai bagian rusuk wijaya.

"Kenapa durwiyata kau berbeda dengan kemarin malam."(Wijaya)

Wijaya mulai menyerang durwiyata lagi pukulan dan tendangan berhasil mengenai dada durwiyata. Durwiyata dengan sengaja menerima serangan wijaya agar dia bisa mengetahui gaya bertarungnya.

Wijaya melayangkan sebuah pukulan namun dengan cepat durwiyata menghindar dan menanhkap pukulan tersebut dan menarik dangan wijaya dan membanting wijaya dengan teknik bantingan yang ia pelajari.

Durwiyata yang melihat kesempatan mulai menyerang balik wijaya. Wijaya dengan Refleks dia berdiri namun saat dia berdiri sebuah tendangan serkel atas mengenai dagunya.

"Mana semangatmu tadi wijaya?, bukankah kau mau mengalahkanku?."(Durwiyata)

"Kurang ajar!!."(Wijaya)

Wijaya yang marah mengeluarkan sebuah pisau lipat dari sakunya dan menyerang durwiyata. Durwiyata yang terkejut dengan serangan tersebut tidak bisa menghindarinya dan menyebabkan luka sayatan pada tangan kirinya. Saat wijaya mau menyerang dirwiyata lagi dia dihentikan oleh seorang gadis yang berteriak padanya.

"Kamu hentikan!!, jika kamu menyerang dia lagi aku akan memanggil polisi."

"Cih sepertinya aku harus pergi, dan ingat durwiyata saat kita bertemu lagi aku akan mengalahkan dan membunuhmu."(Wijaya)

Wijaya mulai berlari meninggalkan dirwiyata yang sedang terluka. Gadis tersebut mendekati durwiyata yang terluka.

"Hei kamu apakah kau tidak apa apa, sepertinya tanganmu terluka kita harus pergi ke rumah sakit."

"Tidak perlu aku tidak apa apa ini hanya luka sayatan biasa aku akan mengobatinya dirumah."(Durwiyata)

Durwiyata menolak tawaran dari gadis tersebut untuk di antar ke rumah sakit.

"Baiklah jika itu keinginanmu tapi aku akan mengantarmu sampai ke rumah, aku tidak menerima penolakan darimu."

"Baiklah."(Durwiyata)

"Diana bisa kau carikan taksi untuk pergi kerumahnya."

"Baik melati."(Diana)

◇ ◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇ ◆

Malam hari disebuah rumah tua terdapat seorang pria dan gadis kecil.

"Om Ruler mau pergi kemana?."

"Aku hanya pergi sebentar nia."(Ruler)

Jawab pria memakai jas putih keabu-abuan, peci hitam dan tongkat yang disebut ruler tersebut pada seorang gadis kecil yang memakai sweater, rok selutut, dan sebuah jepitan rambut berbentuk garuda.

"Tidak nia mau ikut nia tidak mau ditinggal lagi."(Nia)

"Nia ini berbahaya, nia tunggu saja dirumah om berjanji akan kembali."(Ruler)

"Om berjanji?"(Nia)

"Ya aku berjanji, jadi nia tunggu saja dirumah."(Ruler)

"Baiklah nia akan menunggu om dirumah."(Nia)

Jawab nia dengan senyuman polos.

"Aku tidak menyangka setelah negara ini merdeka masih banyak orang yang menderita."(Ruler)

Ruler pergi meninggalkan nia dirumah itu sendirian.

◇ ◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇ ◆

"Selamat malam nona."(Candrawangsa)

Candrawangsa menyapa seorang gadis muda yang sedang bersantai disebuah rumah besar yang terbengkalai, di samping gadis itu ada seorang pria dengan berbadan kekar.

"Siapa kau, pergilah kau menganggu pemandangan disini jika kau tidak pergi aku akan membunuhmu."

"Maafkan saya karena tidak memperkenalkan diriku. Namaku Candrawangsa master dari caster."(Candrawangsa)

"Apa master dari caster, hihihi hahaha sepertinya aku beruntung, nah candrawangsa cepat keluarkan servantmu dan mari kita bertarung."

Gadis tersebut sangat senang mendengar bahwa candrawangsa adalah master dari caster, dan diapun menantangnya untuk bertarung.

"Maaf yang akan bertarung malam hari ini adalah aku, dan terlebih lagi bukannya tidak sopan untuk tidak memberi tahu namamu saat orang lain sudah memperkenalkan dirinya."(Candrawangsa)

Mendengar jawaban dari candrawangsa gadis tersebut mulai kehilangan semangat bertarungnya.

"Cih, baiklah aku akan memberi tahu namaku untuk terakhir kalinya dalam hidupmu, namaku roro. Lalu berserker bunub dia."(Roro)

"Arghhh"(Berserker)

Roro memerintahkan berserker untuk membunuh candrawangsa. Berserker mulai belari dan menyerang candrawangsa serangan berserker berhasil mengenai kepalanya hingga membuat kepalanya hancur dan isi kepalanya berhamburan keluar.

"Sangat membosankan, mari kita pergi berserker."(Roro)

"Ah kau tidak boleh pergi roro, aku belum mati serangan tadi hanyalah sebuah pukulan biasa bagiku."(Candrawangsa)

"Apa!!."(Roro)

Roro terkejut mendengar suara tersebur. Kepala candrawangsa yang hancur mulai kembali menjadi utuh.

"Apa apaan kau ini?"(Roro)

"Maaf tidak memberi tahumu, aku sebenarnya abadi aku tidak akan bisa mati dengan serangan itu."(Candrawangsa)

Mendengar pengakuan candrawangsa tidak membuat roro takut namu sebaliknya roro semakin bersemangat dan senang mendengar bahwa candrawangsa abadi.

"Hihihihahahaha, abadi sepertinya kau sangat menarik aku, aku bisa menyiksa mu tanpa takut kau mati, baiklah kalau begitu mari kita bertarung. Berserker serang dia dan hancurkan setiap tubuhnya."(Roro)

"Arghhhh"(Berserker)

"Aku senang mendengar perkataanmu, baiklah mari kita bertarung."(Candrawangsa).