Pesta pernikahan Ben dan Alena kini sudah berakhir. Mereka tampak berjalan bersama memasuki mobil Ben untuk kembali pulang. Robin sudah sejak sejam yang lalu pulang bersama supir beserta beberapa pelayannya. Mungkin sekrang dia sudah terlelap dalam mimpinya.
Mobil yang dikendarai Ben kini sudah berhenti tepat didepan kediaman Abraham. Sepasang suami istri baru ini tampak berjalan bersama memasuki rumah mereka.
Baru saja pintu rumah terbuka, Robin kini tampak berlari menuruni anak tangga dan langsung menghampiri mereka. Dia langsung berhambur kedalam pelukan Alena yang dengan senang hati menerima pelukan dari tangan mungilnya.
"Ibu." Gumam Robin saat masih memeluk Alena.
"Robin." Alena mengelus puncak kepala Robin lalu tersenyum setelah mengurai pelukannya.
"Jangan panggil Ibu, Robin! Panggil Alena Mommy, mulai sekarang!" Jelas Ben yang disambut anggukan kepala oleh putranya.
"Mommy." Ulang Robin dengan senyum lebarnya, menampakkan deretan gigi susunya yang tampak putih dan bersih. Meskipun masih kecil, gigi Robin tampak rapih dan tidak ada yang berlubang. Berbeda dengan anak-anak kebanyakan, giginya sudah mulai berlubang karena terlalu sering memakan makanan manis.
"Sudah makan?" Tanya Alena membawa Robin kedalam gendongannya. Sedangkan Ben sudah menghilang entah kemana.
"Belum." Jawab Robin mengalungkan tangannya pada leher Alena.
"Kalau begitu tunggu sebentar. Mommy akan mengganti baju, lalu membuatkanmu makanan." Ucap Alena menurunkan Robin dari gendongannya dan mendudukannya pada kuris meja makan. Mereka kini sudah berada diruang makan, dan para pelayan tampaknya sedang beristirahat dikamarnya masing-masing.
"Mommy tahu dimana kamar Daddy?" Tanya Robin menatap pada Alena yang hendak menuju tangga.
"Dimana?" Alena membalikkan tubuhnya, lalu menatap beberapa pintu yang tampak tertutup rapat. Dia memang belum mengetahui dimana letak kamarnya bersama Ben, dia kan orang baru didalam rumah mewah ini.
"Kemari, biar ku tunjukkan!" Robin menarik tangan Alena, membawanya menaiki anak tangga untuk menuju kamar Daddynya.
"Disini." Robin menunjuk pintu kamar yang ada didepnya, lalu menoleh pada Alena dan memberika senyumannya.
"Terimakasih. Tunggu Mommy dimeja makan, mengerti?" Alena mengecup pipi Robin yang selalu membuatnya gemas. Anak itu kemudian berlari kembali menuru anak tangga untuk kembali keruang makan sesuai keinginan Mommynya.
Cklek.
Alena membuka pelan pintu kamar Ben. Dia terdiam menatap ruangan kamar yang sangat luas dan mewah. Ruangan ini didominasi dengan warna silver, benar-benar maskulin dan sesuai dengan kepribadian seorang Ben Abraham.
"Mau mandi?" Suara seseorang dari balik punggungnya, membuat Alena terperanjat dan langsung memutar tubuhnya. Dia mendapati Ben yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi dengan menggunakan handuk yang melilit dipinggangnya.
Alena menganggukan kepalanya, lalu mendudukan dirinya ditepi ranjang. "Tolong, Ben! Aku tidak bisa membuka pengaitnya." Ucap Alena meminta pertolongan Ben untuk membukakan pengait belakang baju pengantinnya.
Ben menyentuh kedua bahu Alena, membantunya untuk berdiri. Dia kini berdiri tepat dibelakang tubuh Alena dan mulai membuka pengati baju tersebut satu per satu hingga kenagian terakhirnya. Kini tampaklah punggung putih Alena didepan matanya, membuatnya tercengang dengan mata membulat sempurna.
"Terimakasih." Ucap Alena menoleh kebelakang menatap pada Ben. "Ada apa?" Tanyanya lagi saat tidak mendapatkan respon dari suaminya.
"Tidak." Ucap Ben datar, yang kemudian berjalan menuju lemari pakaiannya.
Alena menganggkat bahunya, tidak mengerti dengan sikap aneh suaminya itu. Dia kini berjalan memasuki kamar mandi, memulai aktivitasnya untuk membersihkan diri.
Selang beberapa menit, Alena sudah keluar dari dalam kamar mandi. Dia memijat pelan lehernya yang terasa lelah karena aktivitasnya seharian ini. Namun rasa lelah itu sedikit berkurang, karena kini tubuhnya sudah bersih dan segar. Dia mengerutkan keningnya, saat melihat piyama berenda yang tergeletak diatas ranjang.
Apakah Ben yang menyiapkannya? Batin Alena.
Tanpa membuang waktu, Alena pun langsung memakai piyama tersebut. Alena mengerjapkan matanya, saat baru menyadari jika piyama yang dikenakannya sedikit transparan dan menempakkan lekuk tubuhnya. Dia mendesah pelan, lalu berjalan keluar dari dalam kamar untuk menemui Robin yang sudah menunggunya.
"Dimana Daddymu, hem?" Alena bertanya kepada Robin yang kini tampak menggelengkan kepalanya.
"Baiklah, biar Mommy lihat ada bahan makanan apa didalam kulkas yang bisa Mommy masakkan untukmu." Alena berjalan menuju dapur, lalu membuka lemari es yang ternyata sudah terisi penuh oleh bermacam-macam bahan makanan. Alena jadi tidak terlalu bingung lagi akan memasak apa, dan dia pun mengelurkan beberapa bahan dan mulai memasak.
Selesai dengan masakannya, Alena pun menghidangkan makanan buatannya dihadapan Robin yang tampak langsung melahapnya hingga habis. Membuatnya tersenyum senang saat melihat putranya itu menyukai makanan buatannya.
"Enak sayang?" Tanya Alena mengelap sudut bibir Robin yang belepotan oleh saus steak.
"Hum. Aku suka masakan Mommy." Menganggukan kepala dan tersenyum malu-malu.
"Sekarang masuklah kedalam kamarmu! Nanti Mommy akan mengantarkan susu untukmu." Perintah Alena yang langsung dipatuhi oleh putranya.
Robin berjalan pergi menuju kamarnya. Sedangkan Alena kembali kedapur untuk membuatkan susu untuk putranya.
Disaat Alena sedang mengaduk susu untuk Robin, dia merasakan adanya tangan kekar yang memeluknya dari belakang. Dia menolehkan kepalanya, dan mendapati Ben dengan seringai nakalnya.
"Lepaskan!" Alena berusaha melepaskan tangan Ben yang melingkari perutnya.
"Bagaimana jika malam ini kita membuat baby, Alena?"
"Apa?" Alena terkejut mendengarkan permintaan suaminya, membuatnya terdiam dan menghentikan pergerakannya untuk melepaskan diri dari pelukan Ben.
"Kenapa? Apa kau keneratan?" Tanya balik Ben sambil menaikkan alisnya, membuat Alena yang mendengarnya tertawa pelan.
"Aku tidak keneratan."
"Lalu?"
"Tidak ada. Ubahlah dulu sikap menyebalkanmu itu!"
"Kau ingin aku berubah seperti apa Alena?" Tanya Ben masih dengan memeluk tubuh ramping istrinya.
"Umm, ya. Bagaiman jika kau berubah menjadi superman yang bisa terbang, atau spiderman yang bisa mengeluarkan jaring?" Ucap Alena dengan gurauannya, lalu melepaskan tangan Ben dan berbalik untuk menatap suaminya.
"Lucu sekali." Ucap Ben datar yang kemudian melangkah pergi keluar dari dapur.
Alena hanya bisa tertawa melihat kekesalan yang ditunjukkan oleh suaminya. Dia pun melanjutkan tugasnya membuat susu untuk Robin, lalu setelahnya dia mengantarkan susu tersebut kedalam kamar sang putra.
"Robin." Panggil Alena saat sudah memasuki kamar putranya. Dia melihat Robin sedang bermain dengan beberapa robot-robotannya.
"Ayo minum susunya selagi hangat!" Alena berjongkok didepan Robin, menyerahkan segelas susu dan langsung ditenggak habis oleh putranya itu.
"Mommy mau tidur bersamaku malam ini?" Tanya Robin mengembalikan kembali gelas kosongnya pada Alena.
"Tidur disini? Ten..."
"Tidak!" Belum sempat Alena menyelesaika ucapannya, Ben lebih dahulu memotongnya dan memberikan penolakan akan keinginan sang putra.
Alena menolehkan kepalanya, menatap pada Ben yang kini sedang berdiri diambang pintu. Suaminya itu tampak sedang bersandar pada pinggiran pintu, dengan hanya menggunakan celana kain panjang dan bertelanjang dada.
"Kenapa Ben, aku mau tidur disini?" Ucap Alena menatap sinis kearah suaminya. Sedangkan Robin hanya bisa diam sambil menatap Mommy dan Daddynya secara bergantian.
"Dikamarku Alen!" Ucap Ben dengan penuh penekanan.
Alena memutar matanya malas, mencoba bersabar dengan tingkah kekanakan suaminya itu. "Terserah dirimu Ben!" Mengalihkan padangannya kembali pada sang putra. "Robin, tidurlah dulu. Mommy akan tidur disini menemanimu, ada banya dongeng yang ingin Mommy bacakan untukmu." Ucap Alena sambil tersenyum, mambuat Robin senang dan langsung berhambur kedalam pelukannya.
"Aku sayang Mommy." Ucap Robin disela pelukannya.
"Mommy juga menyayangi dirimu. Mommy akan mengurus bayi besar Mommy dahulu." Ucap Alena melirik pada Ben yang tampak menajamkan matanya.
Alena keluar dari dalam kamar Robin, berjalan memasuk kamar Ben dan diikuti oleh Ben dibelakangnya.
Brak!
Alena tersentak mendengar suara pintu yang ditutup dengan kasar. Dia membalikkan tubuhnya dan menatap kearah Ben yang kini menunjukkan ekspresi datarnya.
"Siapa yang kau maksud dengan bayi besar Alen? Tanya Ben melipat kedua tangannya didepan dada.
Alena berjalan mendekatinya, lalu mengelus pundaknya sambil berkata, "Kau ingin tahu?"
"Kau sangat berani terhadapku?" Ben melingkarkan tangannya pada pinggang Alena, lalu menarik tubuhnya agar lebih mendekat.
"Apa aku harus takut kepadamu, huh?" Tanya Alena mengelus rahang kokohnya yang ditumbuhi jambang. Membuat gairah didalam diri Ben mulai terpancing.
"Harusnya seperti itu, secara aku adalah suamimu."
"Sayang sekali. Aku tidak pernah takut padamu, Ben Abraham."
"Kau akan takut padaku nanti, dengan desahanku." Ben terkikik pelan, membuat Alena memiliki ide untuk menjahilinya.
Alena kini melingkarkan tangannya pada bagian belakang tubub Ben. Dia mengelus pelan punggung lebar milik suaminya itu, membuat Ben mengeram menahan gejolaknya.
"Hentikan, Alen! Kau membuatku ingin segera melakukannya." Ben berbisik tepat ditelinga Alena dengan suara beratnya, lalu dengan sengaja dia menjilati daun telinga istrinya.
"Ahhh.. apa yang ingin kau lakukan?" Tanya Alena dengan desahannya. Dia kini juga merasakan, jika ada mengeras dibawah sana.
"Malakukan percintaan panjang dengamu, sehingga membuat dirimu mendesahkan namaku sepanjang malam." Ben berkata dengan begitu vulgarnya, membuat Alena ingin segera memukul kepala suaminya.
Ben menarik tengkuk Alena pelan, bermaksud ingin merasakan kembali ciuman hangat dari bibir merah delima milik istrinya. Namun tangan Alena lebih dahulu bergerak dengan cepat untuk menutupi bibirnya. "Haaah. Aku sudah sangat mengantuk sekarang, aku akan tidur bersama Robin." Alena melepaskan pelukanya pada Ben, lalu melenggang pergi dari kamar Ben untuk menuju kamar putranya.
Ben menghela nafas panjang. Istrinya itu sudah berani menggodanya dan membangkitkan gairahnya, lalu sekarang dengan santainya dia pergi meninggalkan kamarnya.
Alen, tunggu saja kau! Batin Ben.
Alena sudah berada didalam kamar Robin, dan putranya itu ternyata sudah tertidur pulas. Dia beranjak menaiki ranjang, lalu membenahi selimut yang membalut tubuh putranya. Dia ikut masuk kedalam selimut tersebut, membaringkan tubuhnya disamping tubuh sang putra. Tidur dengan menghadapkan tubuhnya pada Robin dan memeluk tubuh mungil putranya.
Baru beberapa detik Alena memejamkan mata. Kini dia kembali terbangun saat merasakan adanya seseorang yang berbaring disampingnya, lalu menarik tubuhnya dan memeluknya dari belakang.
Alena menolehkan kepalanya kebelakang dan berkata, "Ben?" Panggilnya pelan sambil menatap Ben yang tampak memejamkan mata.
"Diam dan tidurlah!" Jawabnya tanpa membuka mata.
"Kenapa kau disini? Tidurlah dikamarmu, Robin bisa terjatuh nanti!" Kesal Alena yang merasa pergerakannya terbatasi karena kehadiran Ben yang tidur disampingnya.
"Tidak akan. Ranjang ini cukup luas!" Ben semakin mempererat pelukannya pada tubuh Alena, membuat istrinya itu mendesah malas menghadapi tingkahnya.
"Terserah dirimu." Ketus Alena kembali memejamkan mata. Dia merasa kesal karena Ben memeluknya semakin erat dan membuatnya sulit untuk bergerak.
TO BE CONTINUED.