"Maafin Ara kek." lirih ku. aku melanjutkan rasa berkabung ku. begitu juga Nara. malah saat ini, nara yang nampak lebih merasa terpukul. entah dosa dan kesalahan apa yang Nara telah lakukan kepada kakek. aku juga tidak tahu.
Kakak Aigo, masih saja menangis dan sesekali menciumi wajah kakek. laki-laki yang seharusnya tidak boleh menunujukkan kalau ia sedang sedih, dan sekarang malah sampai mengeluarkan banyak air mata serta isak tangis yang begitu keras dibanding aku. aku merasa kehilangan, tapi tidak seperti kakaknya nara. atau mungkin karena kakak aigo adalah cucu pertama dari kakek ku dan paling disayang makanya kakak terus menerum menangisi kepergian kakek? aku yang masih kecil seperti sekarang tidak tahu soal itu.
Terdengar suara Auman dari kamar Ibu Nara. aku kaget dan segera melihat apakah yang sedang terjadi? aku mencoba menerobos dari sela-sela orang yang sudah daritadi berada di depan ruang kamar beliau. dengan tubuh ku yang kecil, aku bisa lebih mudah menerobos masuk ke dalam.
"Tante.." lirih ku yang masih berada di depan pintu yang terbuka. tepat di depan ku, ada warga yang sedang berjaga di pintu kamar Tante ku. badannya yang terlalu gemuk membuat aku yang sekecil ini saja tidak bisa menyelinap masuk ke dalam kamar. bayangkan saja, tubuhnya seorang saja sudah bisa menutupi seluruh pintu.
'ini orang badannya gede bener si' dengus ku kesal dalam hati. aku jadi tidak bisa masuk ke dalam kamar untuk melihat yang terjadi.
"jangan ganggu.. pergi!" bentak ibu-ibu yang memakai kerudung yang sedang memegangi tubuh tante ku. ada apa sebenarnya?
"Mah.. mamah!" teriak seseorang dari belakang ku. ternyata Nara. nara tiba-tiba berlarian menuju ke dalam kamar Ibu nya. Tapi Ibu yang berbobot lebih dari 80kg ini menghadangnya.
"Anak kecil ga boleh masuk. sana main di depan." usirnya. Apa maksudnya mengusir Nara yang jelas-jelas adalah anak dari Tante ku?
"Kenapa Nara gak boleh masuk?" Ketus ku. Ibu itu memandangi ku dengan tatapan meremehkan. Aku tentu bisa dengan jelas untuk membaca gimik wajahnya.
"Nanti kalo kenapa-napa sama kalian gimana? lagi ribet di dalem!" jawabannya sedikit menyadarkan ku. Ia takut Nara dan Aku kenapa-napa. Dan aku mengambil sisi positif nya saja.
"Aing Nteu Daek Mabur. Sia Ulah nyuruh aing. nggeus sia nu mabur!" (Gua gak mau pergi. Lu jangan nyuruh gua. udah sana lu yang pergi!)
"ulah kitu, kasian si eneng. iyeu sebenernya saha? maen asup wae ka badan si eneng? maneh hayang naon?" (jangan gitu, kasian si eneng. ini sebenernya siapa? langsung masuk aja ke badan si eneng? kamu mau apa?)
"aing arek ngajak milu badan iyeu ka negeri aing. aing resep ku iyeu budak." (gua mau ngajak ngikut badan ini ke tempat gua. gua suka sama anak ini)
"Ih ulah kitu atuh." (ih jangan gitu dong)
Terjadi percakapan antara Tante dengan Ibu berjilbab tadi. Aku sama sekali tidak mengerti mereka berbicara apa. Yang ku tahu saat itu dari nada bicara mereka, mereka sedang melakukan tawar menawar. entah apa yang mereka ucapkan? Aku sama sekali tidak mengerti dengan bahasanya. Pernah sesekali, aku mendengar Ibu dengan Nenek berbicara bahasa seperti itu. Apa mungkin itu bahasa turun temurun dari keluarga dan leluhur kami? Ayah dan Ibu pun sering kali berbicara dengan bahasa itu. Dan mirisnya, aku tidak mengerti yang mereka ucapkan.
"PERGIIIIII!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"